Senin, 24 November 2014

Ceramah Agama Islam: Wanita Mulia Penghuni Surga

Penceramah: Ustadz Aunur Rofiq ghufran. Lc

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 الدنيا متاع وخير متاعها المرأة الصالحة “
Dunia itu adalah keindahan dan kesenangan dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah wanita yang shalihah.” (HR Muslim)

 Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan wanita yang cantik, wanita yang muda/ tua, wanita yang hitam/ putih, tetapi beliau mengatakan “wanita yang shalihah“. Wanita yang shalihah adalah kunci kebahagiaan dalam satu keluarga, bahkan juga kunci kebahagiaan dalam suatu masyarakat.






Sumber: Youtube

Artikel: My Diary


Balasan Mengerikan Bagi Penghina Sahabat Nabi

Izzuddin Yusuf Al-Mushili mengisahkan:

Dulu kami punya teman, namanya Asy-Syams Ibnul Hasyisyi, dia biasa MENCELA sahabat Abu Bakar dan Umar -radhiallahu'anhuma- dan ia berlebihan dalam hal itu.

Maka kukatakan kepadanya; 'Ya Syams, sungguh buruk bila kamu mencela mereka, apalagi kamu sudah tua! Apa urusanmu dengan mereka, mereka sudah tiada sejak 700 tahun, dan Allah berfirman (yang artinya); "Itulah umat yang telah lalu."

Tapi jawaban dia; 'Demi Allah, demi Allah... Abu Bakar, Umar dan Utsman benar-benar di neraka.'

Dia mengatakan itu di depan khalayak ramai, sehingga berdiri bulu kudukku, maka kuangkat tanganku ke langit, dan kukatakan, "Ya Allah, Dzat Penakluk seluruh hamba-Nya, wahai Dzat yang tiada satupun yang samar bagi-Nya, aku memohon kepada-Mu... Bila 'ANJING' ini berada di atas kebenaran, maka turunkanlah kepadaku tanda kekuasaan-Mu. Sebaliknya, apabila dia zholim (dalam tindakannya), maka turunkanlah kepadanya SEKARANG JUGA sesuatu yang bisa menjadikan mereka tahu, bahwa dia dalam kebatilan."

Maka, dua matanya membengkak hingga hampir saja keluar, badannya menghitam hingga seperti aspal yang membengkak dan keluar dari kerongkongannya sesuatu yang dapat mematikan burung.

Lalu dia dibwa ke rumahnya, tapi tidak sampai 3 hari dia mati, dan tidak ada seorangpun yang bisa memandikannya, karena perubahan yang terjadi pada badan dan kedua matanya. Lalu dia dikuburkan -semoga Allah tidak merahmatinya-...

Kisah ini benar adanya, dan terjadi pada tahun 710 H.

[Kitab Dzail Tarikhil Islam, karya Imam As-Sakhowi Asy-Syafi'i (W 902 H), hal: 117]

Diterjemahkan oleh Ustadz Abu Abdillah Addariny, MA

Sumber: kisahmuslim,com 

Artikel: My Diary


Minggu, 23 November 2014

Wanita Yahudi Meracuni Rasulullah

Setelah Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam merasa tenang karena sudah bisa menaklukkan Khaibar, tiba-tiba muncul Zainab binti Al-Harits, istri Sallam bin Misykam di hadapan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam sambil menyodorkan daging domba yang sudah dipanggang.

Sebelumnya Zainab binti Al-Harits pernah menanyakan, bagian mana dari daging domba yang paling disukai Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Ada yang mengabarkan kepadanya bahwa beliau menyukai bagian paha. Maka dia menyusupkan racin lebih banyak ke bagian ini, lalu mengirimkannya.

Setelah mengirimkannya, beliau menggigit untuk satu kunyahan, namun kemudian memuntahkannya lagi dan tidak menelannya. Kemudian Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam memanggil Zainab binti Al-Harits. Setelah ditanya, dia mengakui perbuatannya.

"Apa yang mendorongmu berbuat seperti itu?" Tanya Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.

Dia menjawab; 'Aku pernah berkata sendiri, 'Kalau memang Muhammad seorang raja, maka aku ingin menghabisinya. Jika dia seorang Nabi tentu akan ada pemberitahuan kepadanya."

Setelah itu Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam meninggalkan wanita itu. Sementara saat itu Bisyr bin Al-Barra' bin Ma'rur yang juga mengambil daging tersebut, mengunyah dan menelannya, hingga dia meninggal karenanya.

Ada beberapa riwayat yang berbeda, apakah wanita itu dilepas begitu saja ataukah dibunuh. Namun kemudian banyak yang sepakat bahwa memang wanita itu dilepas pada awal mulanya. Tetapi setelah Bisyr meninggal gara-gara memakan daging itu, maka wanita tersebut dibunuh sebagai qishash.[1]

Anas bin Malik radhiallahu'anhu juga menceritakan:

أن امرأة يهودية أتت رسول الله صلى الله عليه وسلم بشاة مسمومة، فأكل منها، فجيء بها إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فسألها عن ذلك فقالت: أردت لأقتلك! قال: “ما كان الله ليسلطك على ذاك” أو قال: “عليّ”، قالوا: ألا نقتلها؟ قال: “لا”، قال أنس: فما زلت أعرفها في لهوات رسول الله صلى الله عليه وسلم (متفق عليه). 

"Bahwa ada seorang wanita Yahudi datang kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dengan membawa seekor kambing (bakar) yang telah diracuni. Kemudian Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam memakan sebagian darinya, lalu Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam mengutus seseorang untuk memanggil wanita (yang memberi kambing) itu dan wanita itu pun datang. Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam segera bertanya kepadanya tentang hal itu.
Wanita itu menjawab: 'Saya ingin membunuhmu.'
Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Allah tidak menguasakanmu untuk hal itu." atau "...atasku (yakni membunuhku-pent)."
Para sahabat bertanya; 'Perlukah kita membunuh wanita ini?'
"Jangan." jawab Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.
Anas radhiallahu'anhu berkata; 'Saya melihat bekas racun itu senantiasa berada dilangit-langit mulut Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam." (Muttafaq 'alaihi)

Maksudnya, bekas racun tersebut tetap ada hingga Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam wafat. Allahu'alam.[2]
_______________
footnote:
[1] Buku Sirah Nabawiyah, karangan; Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, penerbit: Pustaka Al-Kautsar Jakarta, hal: 456

Artikel: My Diary


Sabtu, 22 November 2014

Kesabaran dan Kepasrahan Ummu Sulaim

Setelah Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menikahkan Abu Thalhah dengan Ummu Sulaim dengan mahar keIslaman Abu Thalhah, mereka pun hidup dengan bahagia dan dikaruniai seorang anak yang menambah kebahagiaan mereka. Anak itu kemudian dinamai Abu Umair. Dia tumbuh menjadi anak yang manis dan memberi kebahagiaan kepada kedua orangtuanya. Dia diberi seekor burung agar bisa bermain dan bercanda dengan burung itu. Hingga Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam pernah datang dan berkata kepadanya; "Hai Abu Umair, apa yang sedang dilakukan oleh Nughair (sebutan untuk burung itu)?"

Namun Allah Subhanahu waTa'ala Maha Berkehendak untuk menguji keduanya (Ummu Sulaim dan Abu Thalhah radhiallahu'anhuma) dengan bayi yang manis ini. Sang anak jatuh sakit, dan kian hari sakitnya semakin parah.

Suatu saat, Abu Thalhah pergi dan pada waktu itu meninggalkan anak mereka. Ummu Sulaim menghadapi kematian sang anak dengan penuh kesabaran dan kerelaan hati atas ketetapan Allah Subhanahu waTa'ala. Maka dia berkata: 'Alhamdulillah, Inna lillahi wainna ilaihi roji'un (Segala puji bagi Allah. Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami pasti akan kembali kepada-Nya).'

Tentang hal ini Anas bin Malik radhiallahu'anhu menceritakan kisah tersebut dengan lengkap.

Dari Anas bin Malik radhiallahu'anhu dia berkata; 'Putra Abu Thalhah dari Ummu Sulaim meninggal dunia, Ummu Sulaim lalu berkata kepada keluarganya; 'Jangan kalian ceritakan kepada Abu Thalhah tentang anaknya sampai aku sendiri yang memberitahunya.'

Abu Thalhah pun datang. Maka Ummu Sulaim menyiapkan untuknya makan malam, Abu Thalhah pun makan dan minum. Kemudian Ummu Sulaim berhias untuknya dengan riasan yang sangat cantik yang belum pernah dilakukannya sebelumnya. Maka Abu Thalhah pun berjima' dengan Ummu Sulaim.

Setelah Ummu Sulaim melihat Abu Thalhah telah kenyang dan telah berjima' dengannya, dia berkata; 'Wahai Abu Thalhah, menurutmu kalau suatu kaum meminjamkan ke keluargamu suatu pinjaman lalu mereka memintanya kembali, apakah mereka boleh menolak untuk mengembalikannya?'
Jawab Abu Thalhah; 'Tidak.'
Ummu Sulaim berkata; 'Kalau begitu ikhlaskanlah putramu.'

Anas berkata; 'Abu Thalhah pun marah dan berkata; 'Engkau membiarkanku bersenang-senang dengan bersetubuh denganmu, lalu baru kau beritahu keadaan anakku.' Abu Thalhah pun keluar dan menemui Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Dia menceritakan yang telah terjadi. Maka Nabi berkata; "Semoga Allah memberkahi kalian berdua atas apa yang terjadi pada malam kalian berdua."

Anas berkata; 'Ummu Sulaim pun hamil lagi.'

Anas berkata; 'Waktu itu Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam sedang berada dalam perjalanan, sementara Ummu Sulaim ikut bersama beliau. Apabila Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam kembali ke Madinah setelah melakukan perjalanan, beliau tidak akan langsung masuk menemui istrinya malam hari (kecuali setelah memberitahu mereka. Maka beliau akan singgah terlebih dahulu di Masjid dan shalat dua rakaat. Ini adalah bagian dari adab agar sang istri bersiap-siap terlebih dahulu untuk menyambut sang suami). Maka ketika telah dekat ke Madinah, Ummu Sulaim merasakan sakit ingin melahirkan, sehingga Abu Thalhah pun bertahan untuk menjaganya sementara Rasulullah shallallahu'alahi wasallam melanjutkan perjalanan.'

Anas berkata; 'Abu Thalhah berkata, 'Engkau Maha Tahu ya Allah, bahwa aku lebih suka keluar bersama rasul-Mu ketika dia keluar dan masuk bersamanya ketika dia masuk. Sedangkan saat ini aku harus bertahan sebagaimana Engkau ketahui.' Ummu berkata; 'Wahai Abu Thalhah, sakit yang aku rasakan tadi telah hilang. Mari kita lanjutkan perjalanan.' Kami pun melanjutkan perjalanan.

Anas berkata; 'Ummu Sulaim kembali merasakan sakit dan melahirkan ketka kami telah sampai ke Madinah. Maka tak lama kemudian Ummu Sulaim pun melahirkan seorang putra. Ibuku berkata kepadaku; 'Hai Anas, jagalah anak ini, jangan sampai ada yang menyusuinya sampai engkau bawa dia kepada Nabi shallallahu'alaihi wasallam.''

Ketika pagi menjelang, aku pun membawanya kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Tiba-tiba aku bertemu dengan beliau di jalan, beliau sedang berjalan bersama Maisam. Ketika keduanya melihatku, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam berkata; "Nampaknya Ummu Sulaim telah melahirkan." Jawabku; 'Ya.' Maka Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam pun menurunkan Maisam. Lalu aku ikut dengan beliau hingga sampai ke rumahnya, dan meletakkan anak Ummu Sulaim di kamar beliau. Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam lalu meminta beberapa biji kurma ajwah (kurma terbaik Madinah). Lalu beliau mengunyah sedikit bagian kurma itu sampai lunak, kemudian disuapkan pada sang bayi (ditahnikkan), sehingga sang bayi mengemutnya. Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam berkata; "Lihat, bagaimana orang Anshar sangat menyukai kurma." Anas berkata; 'Rasullah shallallahu'alaihi wasallam lalu mengusap wajah sang bayi dan menamainya Abdullah.' [1]

Seorang anak laki-laki dari Anshar berkata; 'Setahuku keduanya memiliki anak sembilan orang anak, semuanya hafal Al-Qur'an.' [2]

Sungguh merupakan keturunan yang diberkahi, sungguh merupakan pahala yang besar di dunia bagi orang yang bersabar atas musibah yang menimpanya. Di tambah lagi dengan kebaikan yang menunggunya di surga nanti, sebuah tempat yang tidak pernah dilihat oleh mata, tak pernah didengar oleh telinga, dan tak pernah terlintas dalam pikiran seorang manusia pun. [3]

__________________________
footnote:
[1] Diriwayatkan oleh Muslim (2144) dari Anas radhiallahu'anhu

[2] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (3/269) dalam kitab Al-Janaaiz dan Muslim (14/124-125)

[3] Ashaabur Rasul, karya Syaikh Muhammad Hassan (1/458-459)

Sumber: Buku Wanita Pilihan di Zaman Rasulullah, karangan: Syaikh Muhammad Hassan, penerbit: Pustaka As-Sunnah, hal: 503-505

Artikel: My Diary


Ummu Sulaim, Maharnya adalah Islam

Siapa yang belum mengenal Ummu Sulaim?

Ummu Sulaim adalah seorang perempuan di zaman Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, yang Allah Ta'ala berikan ilmu, kefaqihan, keikhlasan, kejernihan hati, kemuliaan, dan keberanian.

Dialah perempuan yang hatinya dirasuki oleh keimanan sejak saat-saat awal dia mendengar Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.
Dia adalah perempuan yang berdiri membela Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan lebur bersama pasukan kaum muslimin di medan pertempuran.
Dia adalah perempuan yang khusyu', sabar, berhati mulia, dan salah satu perawi yang memiliki kedudukan mulia.
Dialah yang dilihat oleh Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam di surga.
Dia adalah Ummu Sulaim radhiallahu'anha, perempuan yang disebut oleh Abu Naim: 'Ummu Sulaim, perempuan yang tunduk kepada hukum Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan ikut memikul senjata dalam berbagai pertempuran/peperangan.'

Perempuan istimewa ini bernama Ummu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub Al-Anshariyah. Dia adalah ibu dari Anas bin Malik radhiallahu'anhu, pelayan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang nama aslinya, ada yang menyebut Sahlah, Rumailah, Rusmaishah, Malikah, Ghumaisha' dan Rumaisha'

Kali ini, kita tidak bercerita tentang bagaimana beraninya Ummu Sulaim di medan pertempuran. Kali ini, kita bercerita tentang cinta Abu Thalhah kepada Ummu Sulaim yang penuh dengan keimanan kepada Rabbnya. Kisah cinta yang sangat menyentuh jiwa.

Maharnya adalah Islam

Kisah bermula dari orang-orang di Madinah senantiasa membicarakan Anas dan ibunya dengan penuh takjub dan penghormatan. Hal tersebut sampai ke telinga Abu Thalhah, sehingga muncul perasaan suka dalam hatinya. Maka Abu Thalhah pun datang melamar Ummu Sulaim dan menawarkan kepadanya mahar yang mahal. Namun Abu Thalhah terkejut ketika ternyata Ummu Sulaim menolaknya dengan penuh hormat dan berkata; 'Aku tidak mungkin menikah dengan seorang musyrik. Tidakkah engkau tahu, wahai Abu Thalhah, tuhan-tuhan kalian itu dibuat oleh budak keluarga kalian. Jika kalian menyulut api, pasti akan terbakar.'[1]

Abu Thalhah pun merasa hatinya begitu sempit. Maka dia pun pergi dan hampir tidak mempercayai apa yang dilihat dan didengarnya. Akan tetapi cintanya yang tulus membuatnya kembali pada keesokan harinya dengan membawa mahar yang lebih banyak, berharap Ummu Sulaim akan melunak dan menerimanya.

Akan tetapi Ummu Sulaim sang da'iyah dan cerdas, yang menyaksikan dunia datang silih berganti di depan matanya, baik harta, kedudukan, dan pemuda, merasakan bahwa benteng keislaman dalam hatinya jauh lebih kuat dari seluruh kenikmatan duniawi.  Maka dia pun berkata dengan penuh santun; 'Orang seperti dirimu tidak layak ditolak, wahai Abu Thalhah, akan tetapi engkau adalah orang kafir sementara aku perempuan muslimah, aku tidak boleh menikah denganmu.'
Abu Thalhah berkata; 'Ini mahar untukmu.' 
Ummu Sulaim bertanya, 'Apa mahar-ku?'
Abu Thalhah menjawab, 'Emas dan perak,'
Ummu Sulaim berkata, 'Aku tidak menginginkan emas dan perak, aku hanya ingin ke-Islaman-mu.'
Abu Thalhah bertanya, 'Siapa yang harus ku temui untuk itu?'
Jawab Ummu Sulaim, 'Temui Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.'

Maka Abu Thalhah pun pergi menemui Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam yang kala itu sedang duduk bersama para sahabatnya. Ketika Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam melihat kedatangan Abu Thalhah, beliau berkata kepada para sahabatnya, "Abu Thalhah datang kepada kalian, di matanya terdapat semangat keIslamana." Abu Thalhah pun datang dan menceritakan apa yang dikatakan Ummu Sulaim kepadanya. Maka Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam pun menikahkannya dengan Ummu Sulaim dengan mahar keIslamannya.

Dalam riwayat lain disebutkan: 'Orang seperti tidak pantas ditolak, wahai Abu Thalhah, akan tetapi engkau adalah orang kafir sementara aku perempuan muslimah, aku tidak boleh menikah denganmu. Jika engkau masuk Islam, itulah maharku dan aku tidak akan meminta yang lain darimu.'[2]

Kata-kata tersebut merasuk ke dalam hati Abu Thalhah dan memenuhi rongga tubuhnya. Ummu Sulaim telah benar-benar mencuri hatinya. Dia bukanlah perempuan yang mudah tergoda oleh bujuk rayu, akan tetapi dia adalah perempuan yang cerdas yang amat mengerti kedudukannya. Apakah Abu Thalhah akan menemukan perempuan yang lebih baik dari dirinya untuk menjadi istrinya dan ibu dari anak-anaknya?

Tanpa terasa, dia selalu mengulang-ulang; 'Aku telah sama denganmu, aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.'

Ummu Sulaim lalu berkata kepada Anas dengan hati yang gembira karena Allah Subhanahu waTa'ala telah menurunkan hidayah kepada Abu Thalhah lewat tangannya. 'Bangunlah, hai Anas, nikahkan Abu Thalhah.' Maka Anas pun menikahkan Abu Thalhah dengan ibunya dengan mahar keIslaman Abu Thalhah.

Tsabit meriwayatkan perkataan dari Anas; 'Aku tidak pernah mendengar ada perempuan yang mendapat mahar yang lebih mulia dari pada Ummu Sulaim. Maharnya adalah Islam.'[3]

Ummu Sulaim adalah contoh istri yang shalihah, dia menunaikan hak suami dengan sebaik-baiknya, disamping dia juga contoh ibu yang penyayang, pendidik hebat dan da'iyah.

Dilain waktu kita akan bercerita tentang bagaimana lembut dan cerdiknya Ummu Sulaim menghibur suaminya (Abu Thalhah) ketika anak mereka meninggal dan bagaimana mereka sangat mengutamakan tamu.

_________________________
footnote:
[1] Lihat At-Thabaqaat, Ibnu Sa'ad, (8/312) dan yang sepertiitu di Al-Ishabah. Ibnu Hajar, (8/243). Begitu juga di Al-Hiyah, (2/59) dan sanadnya shahih.

[2] Diriwayatkan oleh Nasa'i, (6/114) dengan sanad yang shahih. Hadits ini memiliki banyak periwayatan. Lihat Al-Ishabah, (8/243)

[3] Diriwayatkan oleh Nasa'i dalam kitab Sunan (6/114) dengan sanad shahih.

Sumber: Buku Wanita di Zaman Rasulullah, karangan: Syaikh Muhammad Hassan, penerbit: Pustaka As-Sunnah, hal: 496-498.

Artikel My Diary


Jumat, 21 November 2014

Hari Terakhir dari Kehidupan Rasulullah

Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa tatkala orang-orang Muslim sedang melaksanakan shalat subuh pada hari senin, sementara Abu Bakar menjadi imam, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam yang sedang sakit keras tidak menampakkan diri kepada mereka. Beliau hanya menyibak tabir kamar Aisyah dan memandangi mereka yang sedang berbaris dalam shaf-shaf shalat. Kemudian Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam tersenyum. Abu Bakar mundur ke belakang hendak berdiri sejajar dengan shaf, karena ia mengira Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam akan keluar untuk sholat dan menjadi imam. Anas menuturkan, orang-orang Muslim bermaksud hendak menghentikan shalat karena merasa gembira dengan keadaan Rasulullah. Namun beliau memberi isyarat dengan tangan agar mereka menyelesaikan shalat. Kemudian beliau masuk ke bilik dan menurunkan tabir.

Setelah itu Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam tidak mendapatkan waktu shalat berikutnya.

Waktu dhuha semakin menanjak, Nabi shallallahu'alaihi wasallam memanggil putrinya, Fathimah. Lalu beliau membisikkan sesuatu kepadanya hingga dia menangis. Kemudian beliau mendoakan Fathimah. Setelah itu beliau membisikkan sesuatu kepadanya hingga dia tersenyum.

Di kemudian hari kami menanyakan kejadian ini kepada Fathimah. Dia menjawab, 'Nabi shallallahu'alaihi wasallam membisiki aku bahwa beliau akan meninggal dunia, lalu aku pun menangis. Kemudian beliau membisiki aku lagi, berisi kabar gembira bahwa akulah anggota keluarga beliau yang pertama kali akan menyusul beliau. Maka aku pun tersenyum.'

Nabi shallallahu'alaihi wasallam juga mengabarkan kepada Fathimah bahwa dia adalah pemimpin wanita semesta alam.

Fathimah bisa melihat penderitaan yang amat berat pada diri Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Maka dia berkata, 'Alangkah menderitanya engkau wahai ayah!'

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menjawab, "Tidak ada penderitaan atas ayahmu setelah hari ini."

Kemudian beliau memanggil Hasan dan Husain lalu memeluk keduanya dan memberi nasehat yang baik-baik. Beliau juga memanggil para istri beliau, memberi nasehat dan peringatan kepada mereka.

Rasa sakit beliau semakin bertambah berat. Ditambah lagi pengaruh racun yang disusupkan dalam daging oleh wanita Yahudi yang beliau makan sewaktu di Khaibar (Perang Khaibar), hingga beliau bersabda, "Wahai Aisyah, aku masih merasakan sakit karena makanan yang sempat ku cicipi di Khaibar. Inilah bagiku untuk merasakan bagaimana terputusnya nadiku karena racun tersebut."
(HR. Bukhari secara mu'allaq)

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam juga memberikan nasehat kepada orang-orang. "Shalat, shalat dan budak-budak yang kalian miliki." Beliau menyampaikan wasiat ini hingga beberapa kali, maksudnya perintah untuk memperhatikan dua hal ini.

Detik-detik terakhir

Tibalah detik-detik terakhir dari hidup Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Aisyah menarik tubuh beliau ke pangkuannya. Tentang hal ini Aisyah pernah berkata, 'Sesungguhnya di antara nikmat Allah yang dilimpahkan kepadaku, bahwa Rasulullah shallallah'alaihi wasallam meninggal dunia di rumahku, pada hari giliranku, berada dalam rangkuhan dadaku, bahwa Allah meyatukan antara ludahku dan ludah beliau saat wafat.'

Abdurrahman bin Abu Bakar (kakak laki-laki Aisyah) masuk sambil memegang siwak. Saat itu aku merengkuh tubuh beliau. Kulihat beliau melirik ke siwak di tangan Abdurrahman. Karena aku tahu beliau amat suka kepada siwak, maka aku bertanya, 'Apakah aku boleh mengambil siwak itu untuk engkau?'

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam mengiyakan dengan isyarat kepala. Maka aku menggosok dengan pelan-pelan sekali. Di dekat tangan beliau saat itu ada bejana berisi air. Beliau mencelupkan kedua tangan ke dalam air lalu mengusapkannya ke wajah, sambil bersabda, "Tiada Illah selain Allah. Sesungguhnya kematian itu ada sekaratnya."

Seusai bersiwak, beliau mengangkat tangan atau jari-jarinya, mengarahkan pandangan ke arah langit-langit rumah dan kedua bibir beliau bergerak-gerak. Aisyah masih sempat mendengar sabda beliau pada saat-saat itu, "Bersama orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka dari para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin. Ya Allah, ampunilah dosaku dan rahmatilah aku. Pertemukanlah aku dengan Kekasih yang Maha Tinggi ya Allah, Kekasih yang Maha Tinggi."

Kalimat yang terakhir ini diulang sampai tiga kali dan disusul dengan tangan beliau yang melemah. Inna Lillahi wa inna ilaihi raji'un. Beliau telah berpulang kepada kekasih yang Maha Tinggi.

Hal ini terjadi selagi waktu dhuha sudah terasa panas, pada hari senin tanggal 12 Rabi'ul Awal 11 H, dalam usia 63 tahun lebih empat hari.

Para Sahabat Dirundung Kesedihan

Kabar kesedihan langsung menyebar. Seluruh pelosok Madinah seakan berubah menjadi muram. Anas menuturkan, 'Aku tidak pernah melihat suatu hari yang lebih baik selain dari hari saat Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam masuk ke tempat kami, dan tidak kulihat hari yang lebih buruk dan lebih muram selain dari saat Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam meninggal dunia."

Setelah Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam wafat, Fathimah berkata, 'Wahai ayah, Rabb telah memenuhi doamu. Wahai ayah, surga firdaus tempat kembalimu. Wahai ayah, kepada Jibril kami mengabarkan wafatmu.'[1]

______________
foot note:
[1] Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 2\655

Sumber: Sirah Nabawiyah, karangan: Syeikh Syafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Penerbit: Pustaka Al-Kautsar Jakarta, hal: 573-575

Artikel: My Diary


Selasa, 11 November 2014

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Tidak Mengharamkan yang Halal


Ada diantara kita yang bertanya, mengapa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak memboleh Fathimah dipoligami?

Ketahuilah wahai saudara/i ku, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah mengharamkan yang halal. Kenapa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menolak putrinya, Fathimah di poligami oleh Ali? Inilah alasannya.

Pada suatu hari Ali bin Abi Thalib radhiallahu'anhu meminang putri Abu Jahal. Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengetahui hal itu, beliau marah besar.

Diriwayatkan dari Miswar bin Makhramah radhiallahu'anhu, dia pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda dari atas mimbar:

"Sesungguhnya keluarga Bani Hasyim bin Mughirah meminta restu kalau mereka akan menikahkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib. Tentu saja aku tidak merestui. aku  tidak merestui, sekali lagi aku tidak merestui kecuali jika Ali bin Abi Thalib berkenan menceraikan putriku terlebih dahulu, kemudian menikahi putri mereka tersebut. Karena putriku adalah bagian dari diriku, apa yang mengganggunya akan menggangguku dan apa yang menyakitinya akan menyakitiku."[1]

Dalam riwayat lain yang dikeluarkan oleh Muslim disebutkan:
"Aku bukannya ingin mengharamkan yang halal dan tidak juga menghalalkan yang haram. Demi Allah, putri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak akan berkumpul dalam satu tempat dengan putri musuh Allah selamanya."

Disebutkan juga dalam riwayat lain yang dikeluarkan oleh Muslim;
'Dari Miswar bin Makhramah, 'Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib radhiallahu'anhu meminang putri Abu Jahal. Waktu itu dia telah menikah dengan Fathimah radhiallahu'anha. Ketika Fathimah mendengar hal itu, dia pun mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata kepada beliau, 'Orang-orang mengatakan bahwa engkau tidak marah untuk membela putri-putrimu. Kali ini Ali bermaksud menikahi putri Abu Jahal.''

Miswar berkata; 'Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun langsung bangun. Aku mendengarnya mengucapkan syahadat. Lalu beliau bersabda;
"Amma ba'du, aku nikahkan Abu Al-Ash bin Ar-Rabi'. Dia lalu menceritakan kepadaku dan membenarkanku. Sesungguhnya Fathimah adalah putri Muhammad, darah dagingku. Aku tidak suka kalau mereka menyakitinya. Dia, demi Allah, putri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam tidak akan berkumpul di bawah seorang laki-laki dengan putri musuh Allah Selamanya."

Miswar berkata; 'Ali pun membatalkan pinangannya.[2]

Jadi, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengharamkan poligami.
Beliau tidak ingin kalau putri dari musuh Allah menjadi bagian dalam keluarganya.
_______________
footnote:
[1] Diriwayatkan oleh Muslim (94) (2449) dalam kitab Min Fadhaa'il as-Shahabah, bab Keutamaan Fathimah binti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
[2] Imam An-Nawawi berkata; 'Mengenai hadits ini, para ulama mengatakan bahwa haram hukumnya menyakiti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalla ketika masih hidup dengan cara apapun yang dapat menyebabkan beliau tersakiti meskipun hukum asal perbuatan itu mubah.' Namun pendapat ini dibantah oleh ulama yang lain. Mereka berpendapat bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah memberitahukan bahwa Ali boleh saja menikah dengan putri Abu Jahal dengan sabdanya; "Aku tidak mengharamkan yang halal." Akan tetapi beliau melarang untuk mengumpulkan keduanya karena dua sebab yang tercantum dalam hadits tersebut, Pertama: perbuatan itu akan menyakiti Fathimah dan akan membuat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun tersakiti, sehingga celakalah orang yang menyakiti beliau. Maka beliau melarang hal itu karena beliau sangat menyayangi Ali dan Fathimah. Kedua: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam khawatir akan terjadi fitnah atas diri Fathimah disebabkan oleh rasa cemburu. (Muslim bisyarhi Imam An-Nawawi, 16/4)

Sumber: Buku Wanita Pilihan di Zaman Rasulullah, karangan: Syaikh Muhammad Hasan, Terbitan: Pustaka As-Sunnah, hal: 419-420

Artikel: My Diary


BANGUN, HAI ABU THURAB (BAPAKNYA ABU)


Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam sangat menyayangi Ali bin Abi Thalib dan Fathimah radhiallahu'anhuma. Sehingga pada suatu hari Rasulullah mendo'akan Ali, Fathimah, Hasan dan Husain.

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam berseru, "Ya Allah, mereka adalah keluargaku."[1] Dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau berdo'a, "Ya Allah, mereka adalah keluargaku, hilangkanlah dari mereka kotoran dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya."[2]

Pada suatu hari terjadi pertengkaran ringan antara Ali dan Fathimah sebagaimana biasa terjadi pada pada pasangan suami istri. Ali pun marah dan pergi meninggalkan rumah menuju masjid. Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam pun menyelesaikan persoalan mereka dengan penuh kebijaksanaan dan kasih sayang.

Berikut kisahnya;

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam mendatangi rumah Fathimah dan tidak menjumpai Ali di dalamnya. Beliau lalu bertanya kepada Fathimah, "Di mana putra pamanmu?" Fathimah menjawab, 'Telah terjadi sesuatu antara aku dan dia lalu memarahiku dan keluar sehingga tidak tidur siang di sini.' Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam berkata kepada seorang sahabat, "Carilah di mana dia!" Kemudian sahabat itu kembali dan berkata, 'Wahai Rasulullah, Ali sedang tidur di dalam masjid.' Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam lalu pergi ke masjid untuk menemuinya, sementara Ali tengah berbaring dengan sorban yang terjatuh dari sisinya sehingga badannya dipenuhi debu. Kemudian Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam membersihkan debu darinya seraya berkata, "Bangun, hai Abu Thurab! Bangun, hai Abu Thurab."[3]

Dengan sentuhan lembut dari Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan ucapan beliau yang halus, Ali pun melupakan segala sesuatu yang terjadi antara dia dan Fathimah.
_______________
footnote:
[1] Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Al-Baihaqi, dishahihkan oleh Al-Albani dalam kitab Al-Irwa' (6/206)
[2] Diriwayatkan oleh Muslim, (32) (2404) dalam kitab Min Fadhaa'il as-Shahabah
[3] Diriwayatkan oleh Muslim, (38) (2409) dalam kitab Min Fadhaa'il as-Shahabah

Sumber: Buku Wanita Pilihan di Zaman Rasulullah, Karangan: Syaikh Muhammad Hasan, Bab: Fathimah binti Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, hal: 418-419, Terbitan: Pustaka As-Sunnah

Artikel: My Diary


Rabu, 08 Oktober 2014

Dajjal dan Hari Kiamat

Dari Nawwas bin Sam'an radhiallahu'anhu bercerita, 'Suatu pagi Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bercerita tentang Dajjal Terkadang Rasulullah melirihkan suaranya dan terkadang mengeraskannya, sehigga kami menyangka Dajjal sedang ada di kebun korma. Ketika kami mendatangi kebun korma, Rasulullah mengetahui keadaan kami.

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bertanya, "Ada apa dengan kalian?"

Kami menjawab, 'Wahai Rasulullah, tadi Anda bercerita tentang Dajjal. Terkadang Anda melirihkan suara dan terkadang mengeraskannya, sehingga kami menyangka Dajjal ada di kebun korma.'

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda, "Ketakutan kepada selain Dajjal adalah yang paling aku khawatirkan terhadap kalian. Jika ia keluar dan aku masih berada di tengah-tengah kalian, aku lah yang akan berdebat dengannya untuk melindungi kalian. Tetapi jika ia keluar aku sudah tidak ada di tengah-tengah kalian, maka setiap orang harus berdebat untuk menolong dirinya sendiri, dan Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah penggantiku untuk setiap orang muslim. Dajjal adalah seorang pemuda berambut keriting, dan bermata cembung. Menurutku ia seperti Abdul Azza bin Qathan. Oleh karena itu, siapapun diantara kalian yang bertemu dengannya, hendaklah ia membacakan permulaan surat Al Kahfi. Sesungguhnya ia keluar dari jalan antara Syiria dan Irak, kemudian akan membuat kerusakan di kanan kirinya. Wahai hamba-hamba Allah, bersikap teguhlah."

Kami berkata, 'Wahai Rasulullah, berapa lama ia tinggal di bumi?'

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda, "Empat puluh hari, yang sehari seperti setahun, sehari lagi seperti sebulan, sehari lagi seperti seminggu, dan sisanya seperti hari-harimu yang biasa."

Kami berkata, 'Wahai Rasulullah, hari yang seperti setahun tadi cukuplah bagi kami satu hari saja pada hari ini?'

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda, "Tidak, Buatlah perkiraan untuk waktu shalat."

Kami berkata, 'Wahai Rasulullah, bagaimana kecepatan di bumi?'

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda, "Seperti hujan yang di tiup angin. Nanti ia akan mendatangi suatu kaum lalu mengajak mereka, dan mereka pun mau beriman kepadanya serta mau memenuhi ajakannya. Setelah itu ia menyuruh langit, dan langit pun menurunkan hujan. Ia menyuruh bumi, dan bumi pun menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Pada waktu sore ternak gembala mereka pulang dengan punuk yang panjang, dan lambung yang berisi susu yang menggelayang. Kemudian ia pergi menemui kaum yang lain untuk mengajak mereka. Karena ajakannya ditolak, Dajjal lalu meninggalkan mereka. Pada keesokan harinya mereka mengalami paceklik. Tidak ada harta sama sekali yang mereka miliki.
Kemudian Dajjal melewati suatu reruntuhan dan berkata, 'Keluarkan harta simpanan kalian.' Maka harta simpanan mereka mengikutinya bagaikan kawanan lebah. Setelah itu ia penggal tubuhnya menjadi dua dengan menggunakan pedang, lalu ia lemparkan sejauh mata memandang. Selanjutnya ia memanggil pemuda lain. Maka seorang yang tampan muncul untuk menghadap sambil tertawa dan wajah bersinar.
Ketika ia dalam keadaan demikian, mendadak Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus Al Masih, putra Maryam. Ia turun di menara putih, sebelah timur Damaskus dengan mengenakan pakaian yang dicelup parfum za'faran, dan meletakkan telapak tangannya pada sayap dua malaikat. Jika ia sedang menundukkan kepala, air menetes. Dan jika ia mengangkat kepala, bercucuran air tadi bagaikan mutiara. Orang kafir lalu mencium bau nafasnya pasti akan mati. Hembusan nafasnya dapat mencapai jarak sejauh mata memandang.
Kemudian ia mencari Dajjal dan menemukannya di Bab di Al Lud (daerah dekat Palestina) lalu membunuhnya. Setelah itu ia memandangi kaum yang dijaga oleh Alah dari kejahatan Dajjal. Ia mengusap wajah mereka dan menceritakan tentang kedudukan mereka di surga. Ketika ia dalam keadaan demikian, tiba-tiba Allah menurunkan wahyu, "Sesungguhnyya Aku telah mengeluarkan hamba-hamba-Ku. Tidak ada seorang pun yang mampu membunuhnya. Oleh karena itu, jaga dan kumpulkan hamba-hamba-Ku di gunung Thur." 
Selanjutnya Allah membangkitkan Ya'juj dan Ma'juj yang dengan cepat turun dari tempat-tempat yang tinggi dengan membawa pasukannya. Ketika melewati danau Thabariyah, mereka meminum apa yang ada di situ Dan tatkala barisan yang terakhir tewas, mereka berkata, 'Sesungguhnya di tempat ini pernah ada air.' Nabi Allah, Isa alaihissalam, berikut sahabat-sahabatnya dikepung, hingga bagi mereka kepala seekor sapi itu lebih berharga daripada seratus dinar.
Kemudian Nabi Allah, Isa alaihissalam, berikut sahabat-sahabatnya berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan Allah pun mengirim ulat ke tengkuk Ya'juj dan Ma'juj berikut pasukannya, sehingga mereka semua mati seperti matinya satu jiwa. Setelah itu Nabi Allah, Isa alaihissalam, berikut sahabat-sahabatnya turun ke bumi. Mereka tidak menemukan sejengkal pun tempat di bumi kecuali telah dipenuhi bangkai Ya'juj dan Ma'juj dan pasukannya yang sudah membusuk.
Maka Nabi Allah, Isa alaihissalam, dan sahabat-sahabatnya berdoa kepada Allah, dan Allah mengirimkan seekor burung sebesar leher onta yang kemudian membawa mereka lalu melemparkannya di tempat yang dikehendaki Allah. Lalu Allah menurunkan hujan yang membanjiri rumah dari tanah maupun dari bulu. Hujan ini mencuci bumi sampai bersih dan bening seperti kaca. Kemudian diperintahkan kepada bumi, "Tumbuhkanlah buah-buahanmu dan kembalikanlah berkahmu."
Maka pada hari itu serombongan orang bisa memakan buah delima dan berteduh dengan kelopaknya, juga diberkahi air susu dari seekot unta yangcukup untuk satu keluarga. Ketika mereka dalam keadaan demikian, Allah mengirimkan angin beraroma harum yang bertiup di bawah ketiak mereka. Lalu mencabut nyawa setiap orang mukmin dan muslim. Yang tersisa adalah orang-orang jahat yang suka melakukan persetubuhan seperti keledai. Dan pada zaman mereka inilah kiamat terjadi."

(H.R Muslim, dari Kitab Fitnah-fitnah dan Tanda-tanda Kiamat IV/2250, no: 2937)

Sumber: Buku Riyadhus Shalihin, karangan Imam Nawawi, Penerbit: AKBAR, hal: 598-599

Artikel: My Diary

Kamis, 02 Oktober 2014

Jibril Datang Mengajarkan Urusan Agamamu

Diriwayatkan dari Umar bin Khattab radhiallahu'anhu, ia berkata,
"Pada suatu hari ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, tiba-tiba muncul di hadapan kami seorang lelaki berpakaian serba putih dan rambitnya sangat hitam. Tidak diketahui darimana ia datang, dan tidak ada seorangpun diantara kali yang mengenal sebelumnya. Ia langsung duduk di dekat Nabi serta menyandarkan lututnya ke lutut beliau dan meletakkan tangannya diatas paha beliau.

Ia lalu bertanya, 'Wahai Muhammad, berilah aku penjelasan tentang apa itu Islam.'

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda, 'Islam ialah kau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan pergi haji ke Baitullah jika engkau memang sudah mampu menjalaninya.'

Ia menyahut, 'Kau benar.'

Umar, 'Kami terheran-heran melihat ia yang bertanya dan juga membenarkan.'

Ia berkata (lagi), 'Beri aku penjelasan tentang apa itu Iman.'

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menjawab, 'Yaitu kau percaya kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan juga percaya akan takdir yang baik maupun yang buruk.'

Ia menyahut, 'Kau benar.'
Ia bertanya lagi, ' Berikan aku penjelasan tentang apa itu Ihsan.'

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menjawab, 'Yaitu kau menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika tidak bisa seperti itu maka yakinlah bahwa sesungguhnya Allah selalu melihatmu.'

Ia bertanya lagi, 'Ceritakanlah kepadaku tentang Hari Kiamat.'

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menjawab, 'Yang ditanya itu belum tentu lebih tahu daripada yang bertanya.'

Ia berkata, 'Ceritakan kepadaku tentang tanda-tanda Hari Kiamat.'

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menjawab, 'Jika ada seorang budak perempuan melahirkan anak tuannya, jika kamu melihat orang-orang miskin yang tak bersepatu, telanjang, dan penggembala kambing tetapi berlomba-lomba di dalam bangunan.'

Ketika orang itu pergi, kami diam sambil termenung. Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bertanya,
'Wahai Umar, kamu tahu siapa yang bertanya tadi?'

Saya (Umar) menjawab, 'Allah dan Rasul-Nya yang tahu.'

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda, 'Sesungguhnya yang bertanya tadi adalah Jibril. Ia datang untuk mengajarkan urusan agamamu.' "

(H.R Muslim dalam Kitab Iman 1/36 no. 8)

Artikel: My Diary

Baca juga:
- Asma' binti Abu Bakar radhiallahu'anhuma
- Kalaulah Bukan Karena Allah Menutup Aib Kita
- Hafsah binti Umar radhiallahu'anha
- Hukum Menikah Karena Hamil Duluan
- Gadis Itu Kehilangan Kehormatannya
- Ketika Allah Mencintaimu

Selasa, 01 April 2014

Asma' binti Abu Bakar radhiallahu'anhuma


Asma' binti Abu Bakar adalah salah satu wanita terbaik pada zaman Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.

Dari Keluarga yang Mulia dan Terhormat.
Ayahnya adalah manusia terbaik yang pernah lahir di muka bumi ini setelah para nabi dan rasul. Dialah orang pertama dari sepuluh orang yang diberi kabar gembira berupa surga, Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu'anhu.

Suami saudara perempuannya adalah pemimpin manusia sepanjang masa, Muhammad bin Abdulllah radhiallahu'anhu.

Saudara seayahnya adalah Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu'anha.

Kakek dari pihak ayahnya, Abu Quhafah, sempat masuk Islam dan memperoleh kehormatan menjadi sahabat Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.

Nenek dari pihak ayahnya, Ummu Khair, Salma binti Shakr juga sempat masuk Islam dan memperoleh kehormatan menjadi sahabat Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.

Sedangkan tiga orang bibinya adalah termasuk dari kalangan sahabiyat, yaitu Ummu Amir, Qaribah dan Ummu Farwah, semuanya putri Abu Quhafah.

Suaminya adalah penolong Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan putra paman beliau, salah satu dari sepuluh orang yang diberi kabar gembira akan masuk surga dan orang pertama yang menghunuskan pedang di jalan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, yaitu Zubair bin Awwam radhiallahu'anhu.

Putranya adalah khalifah Abdullah bin Zubair, yang menjadi simbol ibadah dan jihad.

Saudara sekandungnya adalah Abdullah bin Abu Bakar, salah seorang sahabat terkemuka.

Saudara seayah adalah Abdurrahman bin Abu Bakar, saudara kandung Aisyah radhiallahu'anha, seorang pemberani dan ahli memanah yang terkenal.

Karena itulah, ada yang menyebutkan bahwa tidak ada satu keluarga sahabat pun yang empat generasi dalam keluarga itu sempat bertemu Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan semua menjadi sahabat beliau, kecuali keluarga Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu'anhu. Asma', ayahnya (Abu Bakar Ash-Shiddiq), kakeknya (Abu Quhafah), dan anaknya ( Abdullah bin Zubair) adalah empat orang sahabat Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam yang berasal dari empat generasi.

Dan tidak ada kata yang dapat melukiskan keutamaan keluarga yang diberkahi itu yang darinya Asma' terlahir dan didalamnya dia tumbuh dan berkembang.

Termasuk Wanita Pertama yang Masuk Islam
Asma' binti Abu Bakar radhiallahu'anha dilahirkan di Makkah, 27 tahun sebelum hijrah. Dia tumbuh di rumah ayahnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu'anhu yang pada dirinya terkumpul segala macam kebaikan. Dialah orang yang paling mulia setelah Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.

Dialah yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dalam sabdanya:
"Tidak ada tangan seorang pun yang memberi bantuan kepada kami melainkan telah kami balas dengan balasan yang setimpal, kecuali tangan Abu Bakar, dia memberi bantuan keapda kami (begitu banyak), hanya Allah yang akan membalasnya di Hari Kiamat nanti. Tidak ada harta seorang pun yang memberi manfaat begitu besar seperit yang kami peroleh dari harta Abu Bakar. Kalau saja aku boleh mengambil pendamping setia, aku pasti akan menjadikan Abu Bakar sebagai pendampingku. Ketahuilah, sahabat kalian adalah kekasih Allah." (HR. Tirmidzi (3662) dalam kitab Al-Manaaqib dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam kitab Shahih Sunan At-Tirmidzi (2894))

Asma' radhiallahu'anha tumbuh di rumah ayahnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu'anhu, lalu dia belajar banyak dari sang ayah mengenai kemuliaan akhlaq. Dia tumbuh dalam suasana yang amat mencintai kemuliaan.

Ketika matahari Islam terbit di langit semenanjung Arab, ayahnya adalah orang pertama yang menyatakan keislamannya diantara kaum laki-laki. Dari situ, Asma' pun akhirnya masuk Islam pada saat-saat awal. Dia termasuk kelompok wanita pertama yang masuk Islam. Nomor urutnya di catatan kafilah iman adalah delapan belas. Hanya tujuh belas orang muslim dan muslimah yang mendahuluinya masuk Islam. Dengan demikian, dia termasuk orang-orang yang disebutkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam firman-Nya:

"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama dari golongan muhajirin dan asnhar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar." (QS. At-Taubah: 100)

Menikah dengan Laki-Laki yang Termasuk Sekelompok Orang yang Dijamin Masuk Surga
Allah Subhanahu Wa Ta'ala maha berkendak untuk menikahkan Asma' binti Abu Bakar dengan seorang laki-laki yang termasuk dalam sekelompok orang yang dijamin masuk surga, yaitu Zubair bin Awwam, sang penolong Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.

Dia adalah orang yang faqir, namun cukuplah baginya bahwa dia orang yang beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Menjadi Istri yang Sholehah
Diriwayatkan dari Asma' binti Abu Bakar, dia berkata; "Ketika aku baru dinikahi oleh Zubair, ia belum memiliki sawah, kebun atau budak. Yang dimilikinya hanya seekor kuda. Aku yang memberi makan kudanya dan mengambil air, aku juga menambal (menjahit) timbanya dan memasak, sementara itu aku belum bisa membuat roti. Maka terpaksa dibuatkan oleh tetangga dari wanita-wanita anshar, mereka adalah wanita-wantia yang jujur. Waktu itu aku sendiri mengetam dan mengambil hasil kebun yang diberi oleh Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, aku angkat diatas kepalaku. Ketika aku sedang mengangkat hasil kebun itu yang jaraknya dari rumah sekitar dua pertiga farsakh, tiba-tiba lewat Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersama beberapa orang dari sahabat Anshar. Lalu Rasulullah shallallahu'alaih wasallam memanggilku, beliau menghentikan kendaraannya supaya aku bisa membonceng dibelakangnnya. Tetapi aku malu berjalan bersama orang-orang lelaki, aku juga teringat bagaiman cemburunya Zubair, dia memang sangat pencemburu. Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam mengerti bahwa aku saat itu merasa malu, maka beliau pun berlalu. Kemudian kejadian itu aku ceritakan kepada Zubair, 'Aku tadi bertemu dengan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersama beberapa orang sahabat Anshar. Waktu itu aku sedang memikul hasil kebun di atas kepalaku. Lalu Nabi merendahkan kendaraannya agar aku bisa membonceng di belakangnya. Tetapi aku malu dan ingat cemburumu.' Zubair menjawab, 'Demi Allah, engkau membawa beban di atas kepalamu di muka orang-orang lebih berat bagiku daripada engkau membonceng Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.' Demikian itu hingga Abu Bakar memberiku pelayan untuk memelihara kuda, maka seolah-olah dia telah memerdekakan aku." (Hayatus Shahabah, 2/691)

Pemilik Dua Ikat Pinggang
Ketika gangguan kaum musyrikin Quraisy terhadap para sahabat Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam semakin menjadi-jadi, Rasulullah pun mengizinkan para sahabatnya untuk hijrah ke Madinah Munawwarah. Merekapun hijrah ke sana dan tinggal di bawah naungan kaum Anshar.

Tak lama kemudian, Allah Subhanahu Wa Ta'la pun mengizinkan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam untuk ikut hijrah ke Madinah, maka beliau pun berangkat ke sana bersama sahabatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu'anhu. Keluarga Abu Bakar memiliki peran yang luar biasa sepanjang sejarah dalam rangka memberikan pelayanan maksimal untuk kemuliaan Islam dan Rasul pembawa Risalah Islamiyah.

Abdullah bin Abu Bakar radhiallahu'anhu pada siang hari berada di tengah-tengah kaum musyrikin Quraisy untuk mencuri dengar apa yang mereka perbincangkan, kemudian pada malam harinya dia mendatangi Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam dan Abu Bakar di gua Tsur untuk memberitahukan apa yang didengarnya. Amir bin Fahirah, bekas budak Abu Bakar adalah penggembala yang menggembalakan kambing penduduk Makkah. Menjelang sore hari, Amir bin Fahirah menggembalakan kambingnya disekitar gua Tsur, maka Rasulullah dan Abu Bakar dapat memerah susu kambing Abu Bakar dan menyembelihnya. Pada pagi harinya, ketika Abdullah bin Abu Bakar hedak pergi meninggalkan mereka berdua menuju Makkah, Amir bin Fahirah mengikuti di belakang untuk menghapus jejak Abdullah dengan jejak kaki kambingnya.

Sedangkan Asma' binti Abu Bakar, dia pun memiliki peran yang luar biasa. Ketika Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam diizinkan untuk hijrah dari Makkah ke Madinah, beliau mendatangi Abu Bakar. Beliau berkata; "Aku telah diizinkan untuk pergi (hijrah)". Abu Bakar berkata; 'Demi Allah, bolehkan aku menemanimu, wahai Rasulullah'. Beliau menjawab; "Ya."

Aisyah radhiallahu'anha berkata: "Kami lalu mempersiapkan bekal keduanya, kami buatkan untuk mereka makanan musafir dan kami letakkan dalam kantong kulit. Asma' binti Abu Bakar lalu merobek sebagaian kain ikat pinggangnya, lalu mengikat kantong kulit itu dengan ujung kain ikat pinggang itu. Karena itulah dia dijuluki Dzatun Nithaq (Si pemilik ikat pinggang)." (HR. Bukhari, 3905)

Diriwayatkan dari Asma' binti Abu Bakar, dia berkata; 'Aku membuat makanan musafir untuk Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan ayahku ketika keduanya akan berangkat ke Madinah Munawwarah. Aku berkata kepada ayahku: 'Aku tidak menemukan sesuatu untuk mengikatnya kecuali kain ikat pinggangku.' Abu Bakar berkata; 'Kalau begitu robeklah menjadi dua.' Maka aku pun melakukannya. Akhirnya aku dijuluki Dzatun Nithaqain (Si pemilik dua ikat pinggang).' (HR. Bukhari, 3907)

Zubair bin Bakkar berkata mengenai kisah ini; 'Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam berkata kepadanya; "Semoga Allah mengganti ikat pinggangmu ini dengan dua ikat pinggang di surga." Maka dia dijuluki dengan Dzatun Nithaqain (Si pemilik dua ikat pinggang). (Fathul Bari, 7/287)

Apa yang dilakukan oleh Asma' binti Abu Bakar radhiallahu'anha mungkin belum tentu bisa dilakukan oleh seorang lelaki pemberani sekalipun, mengingat situasi waktu itu sangat berbahaya, gelap gulita dan terbuka kemungkinan terjadinya hal yang terburuk, sehingga membutuhkan keberanian yang luar biasa, keteguhan hati, kekuatan fisik dan kemampuan mengendalikan perasaan.

Begitulah keberanian Asma' yang ketika itu dalam keadaan mengandung putranya Abdullah, Asma' berjalan seorang diri di kegelapan malam sambil membawa makanan, menempuh jalan yang berbahaya dalam jarak cukup jauh, mendaki bukit agar bisa sampai ke gua Tsur (bagi anda yang sudah melaksanakan haji atau umrah, pasti tahu bagaimana terjal dan sulitnya mendaki hingga sampai ke gua Tsur), semua itu berhasil dilaluinya, sementara mata-mata kaum musyrikin Quraisy selalu mengikutinya. Akan tetapi Asma' binti Abu Bakar sangat yakin bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala melindunginya dan pandangan-Nya menjaganya. (Nisa'un Mubasysyiratun bil Jannah, Ahmad Khalil Jum'ah, hal: 256-257)

Balasan memang setimpal dengan perbuatan.

Dikutip dari buku Wanita Pilihan di Zaman Rasulullah, karangan: Syaikh Muhammad Hassan, penerbit: Pustaka as-Sunnah, Jakarta

Artikel: My Diary

Baca Juga:
- Aisyah Kalah oleh Hafsah
- Jadilah Pema'af
- Kisah: Cerdiknya Seorang Pemuda yang Ikhlas
- Kapan Waktu Pelaksanaan Sholat Sunnah Fajar
- Paman, Permen itu Masih Terasa Manis di Mulutku
- Ummul Mukminin, Hindun binti Abu Umayyah radhiallahu'anha
- Berbagai Fitnah dan Terbunuhnya Utsman bin Affan radhiallahu'anhu
- Orang Syi'ah Tarawih Letakkan al Qur'an dikepala
- Waktu-Waktu Do'a Mustajab
- Lima Hal yang Diingat Umar bin Khattab ra Atas Kecerewetan Istri
- Bahagia dan Rasa Puas??

Sabtu, 29 Maret 2014

Aisyah Kalah oleh Hafshah


Kisah ini adalah salah satu kisah yang paling ana suka diantara kisah-kisah cemburunya Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu'anha.

Kisah ini menceritakan tentang kalahnya Aisyah radhiallahu'anha dari Hafshah radhiallahu'anha. Kita tahu bahwa Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam sangat mencintai Aisyah dibandingkan istri-istrinya yang lain. Hal itu pun telah diketahui oleh khalayak umum. Dan dikarenakan rasa cinta Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam kepada Aisyah maka dalam perjalanan yang didampingi oleh Aisyah dan Hafshah, Rasulullah lebih sering mengunjungi tenda Aisyah (yang ada diatas unta) dari pada Hafshah. Karena hal tersebut Hafshah lalu mengajukan ingin bertukar tempat dengan Aisyah. Di karenakan Aisyah sangat lugu dan jujur, dia pun menyetujui keinginan Hafshah, maka dimulailah kisah yang lucu dan penuh hikmah ini.

"Diriwayatkan oleh Aisyah radhiallahu'anah, dia berkata: Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam apa bila hendak melakukan perjalanan, beliau selalu mengadakan undian di antara istri-istrinya, lalu keluarlah undian tersebut untuk Aisyah dan Hafshah sehingga mereka berdua berangkat bersama beliau. Pada suatu malam, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam berjalan bersama Aisyah untuk bercakap-cakap dengannya. Suatu kali berkatalah Hafshah kepada Aisyah:  'Maukah kamu malam ini menunggangi untaku dan aku menunggangi untamu sehingga kamu dapat melihatku, begitu juga aku.' Aisyah menjawab: 'Baiklah.' Maka Aisyah lalu menunggangi unta milik Hafshah dan Hafshah menunggangi unta Aisyah. Lalu datanglah Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam mengahampiri unta Aisyah yang ditunggangi oleh Hafshah kemudian mengucapkan salam dan berjalan bersamanya sampai mereka turun kembali. Tiba-tiba Aisyah merasa kehilangan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan merasa cemburu. Ketika mereka turun berhenti, mulailah Aisyah menendangkan kakinya ke tumbuh-tumbukan izkhir yang harum baunya sambil berkata: 'Ya Tuhanku! Semoga ada kalajengking atau ular yang mengigitku sedang aku tidak dapat mengatakan sesuatu apapun kepada Rasul-Mu." (HR. Muslim no. 2445, dalam kitab Fadhaa'ilu as-Shahaabah, bab Fadhaa'ilu Aisyah radhiallahu'anha)

Seperti diketahui bahwa tidak ada satupun dari istri-istri Rasulullah yang dapat menyaingi rasa cinta Rasulullah terhadap Aisyah, namun kali ini Aisyah harus mengalah karena taktik Hafshah yang juga ingin mendapatkan keberkahan yang sama dari Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.

Dan dikarenakan kekalahannya ini, Aisyah radhiallahu'anha sampai rela memasukkan kakinya kedalam semak agar digigit kalajengki atau ular agar Aisyah memiliki alasan untuk bisa memanggil Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.

Begitulah, rasa cemburu yang masuk ke hati para Ummahatul Mukminin, namun Allah Subhanahu Wa Ta'ala memberi mereka kemampuan untuk bisa mengontrol rasa cemburu itu hingga tidak mencelakakan madunya. Dan kecemburuan diantara istri itu hal yang biasa terjadi pada rumah tangga yang berpoligami. Rasa cemburu itu biasa dan tidak perlu dicela.

Artikel: My Diary

Baca Juga:
- Kalaulah Bukan Karena Allah Menutupi Aib-Aib Kita
- Hafshah binti Umar radhiallahu'anha
- Lagi-Lagi Ulama Syi'ah Terbongkar Kebodohannya
- Kisah Sahabat yang Memuliakan Tamu Rasulullah
- Saat Rasulullah Pergi
- Haramnya Melakukan TAKHBIB (menggoda) Istri Orang Lain
- Renungan Cinta Untuk Para Istri
- Nasehat Kepada Anak Perempuan Saat Pernikahannya
- Nikah Mut'ah Dengan Adik Sendiri di Hotel
- Sesatnya Syi'ah: Khomeini Mut'ah dengan Anak Kecil

Minggu, 23 Maret 2014

Kalaulah Bukan Karena Allah Menutupi Aib-Aib Kita


Pada zaman Nabi Musa ‘alaihis salam, bani Israel ditimpa musim kemarau yang berkepanjangan. Mereka pun berkumpul mendatangi Nabi mereka. Mereka berkata, “Ya Kaliimallah, berdoalah kepada Rabbmu agar Dia menurunkan hujan kepada kami.” Maka berangkatlah Musa ‘alaihis salam bersama kaumnya menuju padang pasir yang luas. Waktu itu mereka berjumlah lebih dari 70 ribu orang. Mulailah mereka berdoa dengan keadaan yang lusuh dan kumuh penuh debu, haus dan lapar.

Nabi Musa berdoa, “Ilaahi! Asqinaa ghaitsak…. Wansyur ‘alaina rahmatak… warhamnaa bil athfaal ar rudhdha’… wal bahaaim ar rutta’… wal masyaayikh ar rukka’…..”

Setelah itu langit tetap saja terang benderang… matahari pun bersinar makin kemilau… (maksudnya segumpal awan pun tak jua muncul).

Kemudian Nabi Musa berdoa lagi, “Ilaahi … asqinaa….”

Allah Ta'ala pun berfirman kepada Musa, “Bagaimana Aku akan menurunkan hujan kepada kalian sedangkan di antara kalian ada seorang hamba yang bermaksiat sejak 40 tahun yang lalu. Umumkanlah di hadapan manusia agar dia berdiri di hadapan kalian semua. Karena dialah, Aku tidak menurunkan hujan untuk kalian…”

Maka Musa pun berteriak di tengah-tengah kaumnya, “Wahai hamba yang bermaksiat kepada Allah sejak 40 tahun… keluarlah ke hadapan kami…. karena engkaulah hujan tak kunjung turun…”

Seorang laki-laki melirik ke kanan dan kiri… maka tak seorang pun yang keluar di hadapan manusia… saat itu pula ia sadar kalau dirinyalah yang dimaksud…..

Ia berkata dalam hatinya, “Kalau aku keluar ke hadapan manusia, maka akan terbuka rahasiaku… Kalau aku tidak berterus terang, maka hujan pun tak akan turun.”

Maka hatinya pun gundah gulana… air matanya pun menetes….. menyesali perbuatan maksiatnya… sambil berkata lirih, “Ya Allah… Aku telah bermaksiat kepadamu selama 40 tahun… selama itu pula Engkau menutupi ‘aibku. Sungguh sekarang aku bertaubat kepada Mu, maka terimalah taubatku…”

Tak lama setelah pengakuan taubatnya tersebut, maka awan-awan tebal pun bermunculan… semakin lama semakin tebal menghitam… dan akhirnya turunlah hujan.

Musa pun keheranan, “Ya Allah, Engkau telah turunkan hujan kepada kami, namun tak seorang pun yang keluar di hadapan manusia.”

Allah Ta'ala berfirman, “Aku menurunkan hujan kepada kalian oleh sebab hamba yang karenanya hujan tak kunjung turun.”

Musa berkata, “Ya Allah… Tunjukkan padaku hamba yang taat itu.”

Allah Ta'ala berfirman, “Ya Musa, Aku tidak membuka ‘aibnya padahal ia bermaksiat kepada-Ku, apakah Aku membuka ‘aibnya sedangkan ia taat kepada-Ku?!”

(Kisah ini dikutip dari buku berjudul “Fii Bathni al-Huut” oleh Syaikh DR. Muhammad Al ‘Ariifi, hal. 42)

Subhaanallah… Kalaulah bukan karena Allah menutupi aib-aib kita…

Sumber: Mulim.co.id
------------------

My Diary

Baca Juga:
- Hafshah binti Umar radhiallahu'anha
- Jadilah Pema'af
- Nasehat Indah
- Senyuman
- Kenangan Umrah di Madinah
- Berbakti dan Mengharapkan Ridho Suami Berbalas Pahala
- Haruskan??
- Danau Tiberias dan Rahasia Dajjal
- Kisah Muallaf Seorang Wanita Karena Celana Dalam
- Hanzhalah bin Abi Amir, Seorang Syahid yang Dimandikan Malaikat
- Sepenggal Cerita Antara Muslimah Perancis Bercadar dengan Muslimah Imigran Arab tak Berjilbab

Hafshah binti Umar radhiallahu'anha


Ummahatul Mukminin Hafshah binti Umar bin Khattab radhiallahu'anha, seorang istri dan wanita ahli puasa dan tahajjud yang menjadi istri Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam di surga.

Keluarga Hafshah binti Umar
Ayahnya adalah Al-Faruq. Seorang laki-laki yang tumbuh dalam kesederhanaan, kesederhanaan yang berbasis kekuatan, dan kekuatan yang berbasis keadilan dan kasih sayang. Dia adalah laki-laki yang dilahirkan oleh bani Jazirah Arab dan dipelihara oleh Islam.

Ibu Hafshah radhiallahu'anha adalah Zainab binti Mazh'un, saudara perempuan dari seorang sahabat Rasulullah shallallahu'alahi wasallam yang utama, Utsman bin Mazh'un radhiallahu'anhu, yang ketika dia meninggal dunia, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam mendatangi dan menciumnya sampai air mata beliau mengalir membasahi pipi Utsman. Dialah yang paling pertama dikuburkan di pemakaman kaum musimin. Dialah yang ketika putri Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam meninggal, beliau berkata kepadanya; "Ikutilah orang terbaik yang telah mendahului kita, Utsman bin Mazh'un." (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Sa'ad dan Al Hakim, dia tidak berkata apa-apa tentang kedudukan hadits ini. Sedangkan menurut Adz-Dzahabi, sanadnya baik)

Bibi Hafshah radhiallahu'anha adalah Fatimah binti Khattab radhiallahu'anha. Dia termasuk wanita yang paling pertama masuk Islam bersama suaminya Sa'id bin Zaid, satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga.

Saudara Hafshah radhiallahu'anha adalah seorang ahli ibadah yang zuhud, bertaqwa, wara' dan ahli ilmu. Dialah Abdullah bin Umar radhiallahu'anhu yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam; "Abdullah adalah laki-laki yang shalih." (Hadits Muttafaq alaihi; diriwayatkan oleh Al-Bukhari (3741) dalam kitab Al-Manaaqib, bab Manaaqib Abdullah bin Umar Ibn al-Khattab, dan Muslim dalam kitab Fadhaa'il as-Shahaabah, bab Fiqh Fadh'ail Abdullah Ibn Umar al-Khattab)

Ibunda Aisyah radhiallahu'anha berkata tentang Abdullah bin Umar; "Aku tidak melihat orang yang lebih cepat menjalankan perintah dari pada Ibnu Umar." ("Sairu A'laim Nubala" karya Adz-Dzahabi (3/211)

Menjadi Ummahatul Mukminin
Sebelum menikah dengan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, Hafshah binti Umar radhiallahu'anha pernah menikah dengan Khunais bin Hudzafah, saudara dari Abdullah bin Hudzafah. Akan tetapi ketika terjadi Perang Badar, Khunais yang ikut dalam perang tersebut mendapat luka yang sangat banyak disekujur tubuhnya yang akhirnya sahabat yang utama ini menemui ajalnya setelah mengerahkan segenap jiwa dan raganya untuk membela agama Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Setelah meninggalnya Khunais bin Hudzafah, yang membuat Hafshah binti Umar radhiallahu'anha menjadi janda. Umar bin Khattab radhiallahu'anhu pun ikut sedih dan sakit hatinya melihat putrinya Hafshah menjadi janda pada usianya yang masih sangat belia, yaitu pada usia delapan belas tahun.

Dia khawatir, posisi putrinya sebagai janda akan membunuh masa mudanya, merusak keceriaannya dan mengganggu kebeliaannya. Dia pun senantiasa merasakan kesedihan yang sangat dalam setiap kali masuk ke dalam rumahnya dan menyaksikan putrinya larut dalam kesedihannya. Setelah berpikir panjang, dia pun berinisiatif untuk mencarikan suami pengganti untuk Hafshah radhiallahu'anha. Umar bin Khattab mencoba menghubungi para teman dekatnya.

Pertama kali dia menawarkan putrinya kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu'anhu, namun Abu Bakar tidak memberikan jawaban apa-apa. Dia lalu menawarkannya kepada Utsman bin Affan radhiallahu'anhu, namun Utsman berkata, 'Nampaknya aku tidak ingin menikah dalam waktu dekat.' Umar begitu terpukul oleh sikap kedua sahabatnya itu. Sehingga diapun mengadukan hal itu kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Tak disangka, Rasulullah berkata kepadanya; "Hafshah akan dinikahi oleh orang yang lebih dari Utsman dan Utsman akan menikahi orang yang lebih baik dari Hafshah." Lalu Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam meminang Hafshah untuk dirinya. Maka Umar pun menikahkan putrinya dengan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (9/152-153) dalam bab An-Nikah, dan Ibnu Sa'ad dalam kitab "Ath-Thabaqaf (8/82)

Kemudian Rasulullah pun menikahkan Utsman bin Affan dengna putrinya Ummu Kultsum setelah wafatnya saudari Ummu Kultsum, Ruqayyah.

Ketika Umar telah menikahkan Hafshah dengan Rasulullah. Abu Bakar datang kepadanya untuk meminta ma'af. Dia berkata, 'Jangan marah kepadaku. Karena sesungguhnya Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam pernah menyebut akan menikahi Hafshah. Dan aku tidak ingin membocorkan rahasia beliau. Kalau saja Rasulullah tidak ingin menikahinya, aku pasti akan menikahinya.' (Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Al-Bukhari (5122) dalam kitab An-Nikah, bab Aradhu al-Insaan Ibnatahu au Ukhtahu 'Alaa Ahli Al-Khair. Ini adalah potongan dari hadits sebelumnya)

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menikahi Hafshah pada tahun ketiga hijriah sebelum terjadi Perang Uhud dan beliau memberinya mahar sebesar empat ratus dirham. Pernikahan tersebut merupakan kehormatan dan kebaikan yang luar biasa bagi Hafshah dan ayahnya Umar bin Khattab radhiallahu'anhuma.

Kedudukannya yang Mulia
Hafshah binti Umar radhiallahu'anha menempati posisi yang mulia di dalam hati Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Bahkan kedudukannya dibandingkan para istri Rasulullah yang lain juga termasuk lebih tinggi.

Sehingga ibunda Aisyah radhiallahu'anha pernah berbicara tentang Hafshah; 'Dialah yang menyaingiku diantara para istri Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.' ("As-Sair" karya Adz-Dzahabi (2/227)

Namun kehidupan para istri Rasulullah radhiallahu'anhuma memang tidak sepi dari perasaan mereka sebagai manusia biasa. Mereka juga memiliki rasa cemburu dan saling berlomba mendapatkan perhatian Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan cintanya. Karena itu Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam berusaha meredam hal itu lewat ajaran agama di rumahnya bersama para istrinya, para sahabatnya dan umatnya. Beliau berusaha merangkul semua pihak untuk mengantarkan mereka kepada jalan kebaikan.

Berikut ini adalah situasi yang menjelaskan kepada kita bagaiman rasa cemburu diantara para istri Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam itu terkadang mencuat ke permukaan. Kemudian kita juga akan melihat bagaiman cara Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam meredam persoalan itu dengan penuh kebijaksanaan dan kasih sayang.

Dalam kitab shahih Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Aisyah radhiallahu'anha, dia berkata: "Bahwa Nabi shallallahu'alaihi wasallam berada di rumah Zainab binti Jahsy, lalu di sana beliau meminum madu. Kemudian aku dan Hafshah bersepakat, siapa pun diantara kami berdua yang ditemui Nabi shallallahu'alaihi wasallam, ia harus mengatakan kepada beliau: 'Sesungguhnya aku mencium bau maghfir (pohon bergetah yang rasanya manis tapi berbau tidak sedap) darimu, apakah engkau telah memakannya?.' Kemudian beliau menemui beliau menemui salah seorang dari kami dan segera melontarkan pertanyaan terssebut kepada beliau. Beliau menjawab: "Tidak! Tetapi aku baru saja meminum madu di rumah Zainab binti Jahsy. Aku t idak akan mengulanginya lagi." Maka turunlah firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala: "Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah kepadamu," sampai firman-Nya "Jika kamu berdua bertaubat." yaitu Aisyah dan Hafshah radhiallahu'anhuma. Sedang firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala: "Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafshah) tentang suatu peristiwa," ialah berkenaan dengan sabda beliau: "Melainkan aku baru saja meminum madu." (Hadits Muttafaq alaihi. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (4912) dalam kitab Tafsir Al-Qur'an, bab "Yaa Ayyuha an-Nabiyy, Lima Tuharrima maa Ahallallahu Laka", dan Muslim (1474) dalam kitab At-Thalaaq, bab Wujub al-Kaffaarah 'alaa Man Harraman Imra'atahu wa lam Yanwa al-Thalaaq.)

An-Nasa'i dan Al-Hakim meriwayatkan dari hadits Anas radhiallahu'anhu bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam memiliki seorang budak perempuan yang digaulinya. Aisyah dan Hafshah radhiallahu'anhuma selalu mempersoalkan itu sampai Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam mengharamkan budak perempuan itu atas dirinya. Maka Allah Subhanahu WaTa'ala menurunkan ayat:
"Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (At-Tahrim: 1)

Berpacu Dalam Memperoleh Ridha Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam
Hafshah binti Umar radhiallahu'anha hidup bersama Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dalam suasana yang bahagia. Fase itu merupakan fase terbaik dari hidupnya. Setiap hari semakin bertambah ilmunya, pemahaman agamanya dan ketaatannya kepada Allah Ta'ala. Bagaimna tidak, dia langsung mendapat asupan dari sumber yang murni.

Dia selalu berlomba dengan para istri Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam untuk memperoleh ridha beliau. Dia tidak pernah berhenti berusaha untuk memasukkan kebahagiaan kedalam hati Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, menjadikannya semakin dekat kepada Allah Ta'ala. Dia Banyak belajar dari Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam tentang ketaatan beliau kepada Allah yang membuatnya semakin dekat dengan Sang Maha Pencipta.

Sesungguhnya Hafshah Adalah Istri Rasulullah di Surga
Suatu hari Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam pernah menjatuhkan talak atas Hafshah radhiallahu'anhu. Maka hatinya terasa remuk dan dunia terasa gelap gulita. Dia tidak percaya bahwa suaminya yang amat dicintai dan juga nabinya itu telah menjatuhkan talak atasnya. Tiba-tiba datang Malaikat Jibril menyuruh Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam kembali kepada Hafshah.

Diceritakan dalam sebuah hadits bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menjatuhkan talak satu atas Hafshah, Kemudian Beliau kembali kepadanya atas suruhan Malaikat Jibril. Jibril berkata: 'Dia adalah ahli puasa, ahli tahajjud dan akan menjadi istrimu di surga.' (Diriwayatkan oleh Abu Daud (2283) dan Ibnu Majah (2016). Al-Arna'uth berkata: 'Ini hadits shahih')

Dikutip dari Buku Wanita Pilihan di Zaman Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, bab Hafshah binti Umar radhiallahu'anha, karangan: Syaikh Muhammad Hasan, penerbit: Pustaka as-Sunnah, Jakarta.
--------------

Artikel: My Diary

Baca Juga:
- Lagi-Lagi Ulama Syi'ah Terbongkar Kebodohannya
- Rumah Tangga Nabawi
- Aqidah Syi'ah Tentang Taqiyyah
- 52 Kiat Agar Istri Makin Sayang
- "Madu" itu Pahit
- Neraka, Kematian dan Hari Kiamat
- Potrer Hinanya Kaum Wanita Dimata Syi'ah
- Saudariku, Milikilah Sedikit Rasa Malu

Jumat, 21 Maret 2014

Lagi-Lagi Ulama Syi'ah Terbongkar Kebodohannya

Artikel sebelumnya tentang terbongkarnya kebodohan ulama syi'ah; Kebodohan Ulama Syi'ah Terbongkar Dalam Dialog.

Pada sebuah perdebatan sunni-syiah, seorang alim syiah itsna asyariyyah yang bernama Syauqi Ahmad menyatakan bahwasanya “Dahulunya dia adalah seorang sunni akan tetapi berpindah menjadi syiah karena
satu sebab, yakni karena dalam kitab sunni disebutkan sebuah hadits bahwasanya Allah turun ke langit dunia. Adapun dalam kitab syiah maka kita tidak akan menemui hadits seperti itu. Sehingga berubahlah agamanya menjadi syiah yang mana semula dia adalah sunni”

Maka lantas syaikh Khalid Al Wushobi membantahnya, dengan berkata:
قال أنه تحول من السنة إلى الشيعة بسبب حديث, الحديث و هو موجود عند أهل السنة أن الله ينزل من السماء الدنيا. أما الشيعة فلا يوجد عندهم ذلك. طيب, السؤال: ياإخوة أنا و الله متحير. إذا وجد فعلا حديث النزول عند الاثني عشرية, وين سيتحول ؟؟ أنا أنصحه يذهب إلى البوذية. ما يوجد عندهم هذا الحديث. أنا أنصحه يذهب إلى البوذية.
“Dia berkata bahwasanya dia berpindah dari sunni menjadi syiah karena satu hadits, dan hadits tersebut ada dalam kitab Ahlussunnah.Bahwasanya Allah turun ke langit dunia. Adapun syiah maka tidak ada hadits tersebut bagi mereka. Thoyyib, Maka pertanyaannya: Ya ikhwah, demi Allah saya bingung dengan orang ini. Jika ternyata benar-benar ada hadits turunnya Allah ke langit dunia dalam ajaran syiah itsna asyariyyah, maka dia akan berpindah ke agama mana ?? Saya nasihati dia untuk pergi ke agama budha. Tidak ada dalam ajaran budha hadits ini, saya nasihati dia berpindah ke ajaran budha”

Maka tatkala syaikh Khalid ingin membuktikannya langsung dari kitab syiah yang menunjukkan bahwasanya dalam ajaran mereka terdapat riwayat Allah turun ke langit dunia, Alim Syiah “Syauqi Ahmad” seketika takut dan merasa cemas dan ingin memotong perkataan syaikh Khalid karena takut dipermalukan. Maka Moderator Ustadz “Muhammad Shobir” berkata kepada Syauqi Ahmad:
الأخ شوقي لا تنفعني, لا تنفعني كن علميا الوقت أمامك. الأخ شوقي اسمع اسمع سجل ملاحظاتك.
“Wahai Al Akh Syauqi tidak berguna sikapmu (memotong perkataan orang), tidak berguna sikap mu. Jadilah orang yang ilmiyyah. Waktu (berbicara syaikh kholid ) berjalan terus didepanmu. Al Akh Syauqi dengarkan dan dengarkan dia. Tulis saja apa yang menjadi perhatianmu (untuk dibantah)”

Tatkala Sauqi Ahmad mulai diam barulah Syaikh Kholid Al Wushabi mengeluarkan kitab-kitab syiah yang menjadi bukti bahwasanya dalam kitab-kitab mereka terdapat hadits bahwasanya Allah turun ke langit dunia.
Pertama beliau mengeluarkan kitab Wasa’il Asy Syiah milik Al Amili dan kitab ini adalah pegangan syiah dan rujukan mereka, didalam kitab ini disebutkan riwayat dari Abi Abdillah alaihissalam,:
فان ربك ينزل في أول ليلة الجمعة إلى سماء الدنيا يضاعف فيه الحسنات ، ويمحو فيه السيئات ، وإن الله واسع كريم
“Sesungguhnya Rabbmu turun pada awal malam jum’at ke langit dunia, dia melipat gandakan kebaikan dan menghapus keburukan, sesungguhnya Allah maha luas rahmatNya dan maha mulia” 182/5

Ini dari kitab Wasa’il Asy Syiah. Kemudian Syaikh Khalid mengeluarkan kitab Al Kafi milik Al Kulaini, disebutkan dalam kitab ini sebuah riwayat:
وأنه ينزل كل ليلة في النصف الاخير من الليل إلى السماء الدنيا
Dan bahwasanya Allah turun setiap malam dipertengahan malam terakhir ke langit dunia” Al Kafi 1/183

Kemudian syaikh Khalid mengeluarkan kitab Furu’ Al Kafi, dan riwayatnya sama dengan riwayat pertama dalam Wasa’il Asy Syiah. Tatkala syaikh Khalid selesai memaparkan beliau berkata:
الذي أريده الآن, أين سينتقل شوقي ؟ هو انتقل من السنة إلى الشيعة بسبب هذا الحديث. وين سينتقل ؟؟

“Yang kami mau sekarang adalah kemana Syauqi akan berpindah ?? Dia berpindah dari sunnah ke syiah disebabkan hadits ini, sekarang dia akan berpindah kemana ??”

Lantas, Syauqi Ahmad berkilah karena malu yang mana sikapnya berkilah membuat diri ini sedikit tertawa dan tergelitikkan. Begitulah syiah jika sudah mepet dan buntu akal pikirannya.

Lihat video disini, pada menit ke 09 detik ke 43 hingga menit ke 13 detik 58: 


Selain dari kitab ini, kami dapat membuktikannya juga dari kitab-kitab syiah lain yang mu’tamad seperti “Bihar Al Anwar” milik Al Majlisi, kitab “Musnad Al Imam Ar Ridha” Milik  Azizullah, kitab “Syajarah Tuba” milik Muhammad Mahdi Al Hairi, Kitab “Khatimah Al Mustadrak” milik Mirza An Nuri.

Sumber:
--------------

My Diary

Baca Juga:

Dunia Syi'ah Gempar, Dikabarkan Mullah Mereka Menjadi Ulama Sunni


SYIAH TIMUR TENGAH DIKAGETKAN OLEH WAJAH AYATULLAH / MARJA' (ULAMA TERTINGGI RUJUKAN) MEREKA YANG KINI BERWAJAH SEORANG ULAMA SUNNI

Semalam, jam 9 Waktu Mekkah ِِِAl-Mukarramah, Penganut agama syiah imamiyah itsna 'asyariyah / ja'fariyah Timur Tenagh, digemparkan oleh TV Wesal Arab Saudi yang menyajikan salah satu acara "terpanas" yang pasti membuat kuping kaum syiah dan para ulama mereka memerah.

Pasalnya, tamu dalam acara tersebut adalah salah seorang mantan ayatollah syiah, ulama hadis, fiqh dan ushul agama syiah sekaligus sebagai marja' (ulama rujukan tertinggi) dalam komunitas syiah, yang kini berwajah sebagai seorang ulama sunni yang sangat handal. Semalam ia muncul untuk pertama kalinya secara resmi sebagai seorang ulama sunni ,setelah sebelumnya ia kerap muncul sebagai ulama syiah yang berserban hitam ala syiah.

Ini merupakan taqdir yang sangat luar biasa, sebab seorang marja' dalam agama syiah adalah ulama tertinggi ,semua fatwa dan ucapannya diamalkan laksana wahyu ,dan tak perlu ditanya tentang dalil dari semua fatwanya. Derajat Marja' ini, lebih tinggi dari derajat keulamaan lainnya dalam agama syiah, hatta derajat ulama mujtahid muthlaq ataupun presiden.

Biasanya kalau sudah menjadi marja' ; uang jutaan dolar dari hasil "khumus" (baca ; uang haram) akan memenuhi rekening banknya di Swiss ,Jerman, Prancis atau Negara Eropa lainnya. Sebab semua uang khumus-nya kaum syiah, penempatannya diatur oleh seorang marja' sekehendaknya.

Dengan segala kekayaan dan tingginya derajat keulamaan ini, ternyata mantan marja' syiah ini ; Syaikh Al'Allaamah Abu 'Ali Husain Al-Muayyid hafidzhahullah, meninggalkan pangkat tersebut dan lebih memilih untuk menyelamatkan keyakinannya. Baginya pangkat, harta dan kedudukan tinggi tidak berarti jika aqidah dan keyakinannya tidak memiliki dasar dan pondasi yang benar dan abash. Inilah sebabnya, ia "melarikan diri" dari semua harta dan pangkat dunia demi meraih cahaya iman dalam bingkai mazhab ahli sunnah waljama'ah.

Tidak tanggung-tanggung, ia rela meninggalkan semua kerabatnya, orangtuanya yang merupakan salah satu pemuka syiah dari keturunan marga Al-Kaadzhimiyah (marga tertinggi syiah) ia tinggalkan, demikian juga semua anaknya, dan istrinya ,ia tinggalkan sebab mereka semua tidak menyetujui berpindahnya beliau ke mazhab sunni.

Ibu beliau ; anak salah satu marja' syiah ; ayatullah sayid hasan shadar.Sedangkan istrinya ; saudari dari dai syiah populer ,Ammaar Al-Hakim.

Ketika istrinya mengetahui ia telah masuk dalam mazhab sunni, ia meminta cerai dan berkata pada beliau ; "Saya tidak akan pernah rela hidup menjadi istri seorang suami yang mendoakan keridhaan terhadap Aisyah",
Mendengar itu, iapun menjawab ; "Demikian juga aku, tidak mungkin bisa hidup dengan seorang istri yang selalu saja mencaci maki ibundaku, Aisyah radhiyallaahu'anha".

Karena khawatir ditangkap atau dibunuh oleh otoritas dan rezim Iraq dan Iran, beliaupun melarikan diri ke Yordania, lalu pindah ke Libanon, dan sekarang telah hidup di Jeddah, Arab Saudi. Ia mendapatkan suaka dan keamanan di Arab Saudi, dan sekarang beliau menjadi salah satu ulama yang ditugaskan di Rabithah Al-'Aalam Al-islamiy di Jeddah.

Semalam, di Wesal TV beliau mengisahkan perjalanan hidupnya, dari kecil, sewaktu menuntut ilmu di Hawzah Nejf, dan Qum, hingga menjadi ulama rujukan (marja') syiah di Iran dan Iraq secara khusus, dan di dunia secara umum.



 

Link video you tube :

http://youtube.com/watch?v=Y_wObje0heY&list=UUZk2GecS237MmUZpXhv3VEw

https://www.youtube.com/watch?v=Y_wObje0heY&feature=youtube_gdata_player

http://www.youtube.com/watch?v=P3sWjK6QI1E


Sumber:
1/ FP Dukung MUI Keluarkan Fatwa Syi'ah Sesat Dan Haram Di Indonesia
2/ الشيخ حسين المؤيد عبر قناة وصال فى حلقة هامة (Youtube) 
3/ الشيخ حسين المؤيد عبر قناة وصال فى حلقة هامة (Youtube) 
4/ لقاء المرِجع الشيعي السابق حسين المؤيد على قناة وصال (Youtube)
--------------

My Diary

Baca Juga:
- Kebodohan Ulama Syi'ah Terbongkar Dalam Dialog 
- Kecerdasan Abu Hanifah
- Syi'ah Mencela Rasulullah
- Boleh Jadi Aku Tidak Akan Bertemu Kalian Lagi
- Saat Rasulullah Pergi
- Bakti Abu Hurairah r.a Kepada Ibunya
- Hukum Menikah Karena Hamil Duluan
- Mengenal Utsman bin Affan radhiallahu'anhu