Rabu, 26 Februari 2014

Wajah-Wajah CALEG SYI'AH 2014


TAHUKAH ANDA, ORANG-ORANG SYIAH YANG MENCALONKAN DIRI UNTUK MENJADI WAKIL RAKYAT 2014-2019 MEWAKILI ANDA DI SENAYAN JIKA TERPILIH NANTINYA?
-------------------------------------------------

Saudaraku, kenali orang-orang syiah yang akan menjadi wakilmu jika mereka terpilih nantinya oleh-orang yang memilihnya. jangan sampai mereka terpilih untuk menjadi anggota legislatif yang menuju ke senayan!!!

Masih minoritas saja pemeluk agama syiah sudah berani membantai rakyat muslim indonesia, dan melarang kajian islam yang membedah kesesatan dan kekafiran syiah apalagi orang-orang syiah menduduki kursi legislatif.. maka kehancuran dalam pembuatan undang-undang produk syiah akan di berlakukan di indonesia!..

Oleh karena itu warga yang DAPIL- nya di sisi orang-orang siyah, maka anda mempunyai kewajiban untuk menggeser posisi caleg syiah untuk tidak masuk di dalam senayan!

ANDA HARUS BERJUANG SAUDARAKU!!!! 
SEBELUM INDONESIA DIKUASAI OLEH ORANG2 SYIAH DIDIKAN IRAN!!! 
SEBELUM ANAK-ANAKMU DISEMBELIH SEPERTI KEJADIAN DISURIAH HARI INI!!!

Silahkan klik nama-nama penganut agama syi'ah dibawah ini, untuk mengetahui siapa mereka sebenarnya:

10/. Muhsin Labib 

-------------


Baca Juga:
- Canda 

Minggu, 23 Februari 2014

Ia Datang Bukan Untuk Bertanya


Ketika Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menceritakan kisah perjalanannya yang ajaib dalam peristiwa Isra' Mi'raj kepada kaumnya, yang terdiri dari orang-orang Quraisy, penduduk Makkah terpecah menjadi tiga golongan.

Sebagian besar adalah orang-orang kafir yang makin tidak percaya kepada Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wasallam, bahkan menganggapnya gila. Golongan kedua adalah orang-orang yang tadinya beriman, tetapi kemudian murtad begitu mendengar Rasulullah bercerita, mereka menganggap bahwa Isra' Mi'raj nya Rasulullah adalah hal yang bukan-bukan dan tidak masuk akal sama sekali. Hanya sebagian besar saja makin kuat imannya. Antara lain sahabat Abu Bakar Ash-Shidiq. Bahkan, jika ada yang bertanya kepadanya apakah Abu Bakar memercayai keterangan Muhammad yang mustahil itu, sahabat tersebut menjawab, “Lebih dari itu pun, kalau yang bercerita Muhammad, aku pasti percaya,” tegas. Tak ada keraguan.

Akibat keadaan yang menyedihkan itu, Nabi dengan sedih tertunduk di depan Ka'bah sambil terus memikirkan kaumnya yang keras kepala. Ia sangat kasihan kepada mereka. Bagaimana nasib-nasib orang-orang kafir itu di akhirat kelak kalau terus-terusan membangkang kepada kebenaran Allah Subhanahu Wa Ta'ala?

Tiba-tiba datanglah salah seorang pemuka Quraisy—anak muda yang berbadan tinggi besar serta tegap. Seraya menghardik dengan suara keras, ia bertanya kepada Nabi, “Aku dengar kau baru terbang ke langit, hai Muhammad?”

Nabi mendongak. Ia tersenyum ramah. “Tidak. Aku baru saja diperjalankan oleh Allah untuk menghadap ke hadirat-Nya.”

“Pokoknya kau mengaku terbang ke langit bukan?” desak orang musyrik itu. “Coba sekarang aku ingin melihat buktinya….”

Nabi mengernyitkan dahinya. “Apa maksudmu?” tanyanya.

Orang itu bersikap makin menjengkelkan. Ia berkata dengan nada yang penuh hardikan, “Berdirilah kau, Muhammad!”

Nabi menurut. Ia pun berdiri sebab Nabi adalah pemimpin yang sangat sabar dan tasamuh, penuh toleransi kepada siapa saja.

“Angkat sebelah kakimu, yang kanan!” perintah pemuda jagoan itu dengan kasar dan sangat kurang ajarnya.

Nabi tetap menurut. Diangkatnya kakinya yang kanan.

“Sekarang angkat pula kakimu yang kiri. Yang kanan, jangan diturunkan…,” lanjut si kafir itu.

Rasulullah menarik nafas panjang di dadanya. Ia berkata dengan rendah hati, “Bila kuangkat pula kaki yang kiri, sedangkan yang kanan masih di atas, aku bakal jatuh terguling…”

“Ha ha ha ha,” si pemuda tiba-tiba tertawa terbahak-bahak dengan suara yang keras dan penuh dengan nada puas serta kemenangan.

“Apa yang lucu? Kenapa kau tertawa?” tanya Rasulullah keheranan.

“Ha ha ha, Muhammad. Inilah buktinya bahwa engkau pembohong. Tukang bual yang besar mulut. Mengangkat dua kaki dari atas tanah satu jengkal saja tidak mampu. Apalagi terbang ke langit… ha ha ha ha ha…..”

Nabi masih saja tetap tenang. Ia memandangi pemuda itu, namun sejurus kemudian ia berkata, “Barangkali kalau kau ingin bukti lebih lanjut, datangilah sahabatku Ali bin Abi Thalib. Dia masih muda dan sebaya denganmu. Mungkin dia bisa menerangkan yang cocok dengan keinginanmu tentang perjalanan Isra Miraj-ku…”

Si pemuda mengangguk-angguk kepalanya. “Hmmm, baik. Aku akan datangi dia!” ujarnya.

Maka dicarilah Ali bin Abi Thalib radhiallahu'anhu oleh orang musyrik yang sombong dan kasar itu. Waktu itu, Ali sedang berkumpul bersama beberapa sahabat lainnya. Orang kafir itu memanggil Ali, dan Ali mendekatinya.

“Ada perlu apa kau panggil aku, ha?” tanya Ali.

“Begini, “jawab si pemuda kafir itu dengan sombong. “Aku baru saja mendatangi saudaramu yang gila, si Muhammad itu. Aku tanya, apakah betul dia baru terbang ke langit. Dia menjawab betul. Kusuruh buktikan dia dengan cara mengangkat kedua kakinya bersama-sama, satu jengkal saja dari atas tanah, tetapi dia menjawab tidak bisa. Nah, aku ejek dia, aku tertawakan dia seketika saking lucunya, karena ia nyata-nyata berbohong kan? Nah, ia menyuruhku untuk datang kepadamu. Katanya, kau Ali, dapat menjelaskan peristiwa Isra' Mi'raj kepadaku lebih terang dan jelas lagi. Karena engkau seusia denganku. Apakah itu benar?”

Ali mendelik. Sekian detik ketika ia mendengar perkataan orang di hadapannya, ia mendengus. Tanpa mengeluarkan sepatah kata jua, ia dengan cepat, hampir tidak kelihatan oleh mata, mencabut pedangnya.
Orang kafir itu kebingungan. “Kenapa kau cabut pedangmu?” Sambil berkata seperti itu, ia pun dengan begitu saja hendak mengeluarkan goloknya.

Namun, gerakannya tidak cukup cepat dibandingkan dengan sebatan pedang Ali. WUSSHHHHHH!!!! Sekali gerak, Ali mengarahkan pedangnya ke leher orang kafir itu. Darah memuncrat. Sejenak kemudian si pemuda itu terkapar. Ali mengelap-elap pedangnya yang bersimbah darah.

Para sahabat yang menyaksikan peristiwa itu cepat-cepat mendatangi Ali bin Abi Thalib dengan cemas dan keheranan. Mereka menegur dengan keras, “Hai, anak Abi Thalib, alangkah gegabahnya kau! Kejam dan tak berprikemanusiaan! Bukankah Rasulullah menyuruhmu menerangkan kepadanya tentang peristiwa Isra Miraj, bukan untuk membunuhnya?”

Ali melirik ke arah mereka. Dengan tenang, ia mengacungkan pedangnya tegas ke arah mayat yang masih membujur bersimbah darah itu, “Dia ini, Rasulullah sendiri yang bercerita, orang kafir ini tidak percaya. Malah menghina dan mengejeknya. Padahal Rasulullah yang mengalami peristiwa itu sendiri, berarti keterangan beliau lebih jelas dan gamblang daripadaku. Tutur kata beliau juga halus dan sopan dibandingkan dengan diriku. Ceritanya lebih terperinci karena beliaulah yang mengetahui rahasia Isra' Mi'raj dengan pasti. Apalagi kalau sekadar Ali bin Abi Thalib yang bercerita, tak bakal dia percaya. Kedatangannya bukan hanya ingin bertanya  mencari tahu. Ia hanya ingin mengejek dan merendahkan keimanan kita. Maka satu-satunya jalan agar dia percaya, mati dulu baru dia tahu terhadap perkara-peraka yang ghaib selama ini!

Para sahabat akhirnya mengangguk-angguk menyetujui pendirian Ali bin Abi Thalib radhiallahu'anhu, karena agama memang merupakan pegangan hidup yang tidak layak dijadikan sebagai bahan pergunjingan atau ejekan.

Sumber: www.islampos.com
--------------

My Diary

Baca Juga:
- Syaikh bin Baz dan Seorang Pencuri
- Kisah Kalung Permata dan Gadis Cantik
- Canda
- Nasehat Indah
- Bahagia dan Rasa Puas??
- Surat Cinta Untuk Suamiku
- Dengan Hati
- Kenangan Umrah di Madinah
- Mandul

Syaikh bin Baz dan Seorang Pencuri


Oleh: Syaikh Mamduh Farhan al Buhairy

Salah seorang murid Syaikh ‘Ibn Utsaimin rahimahullah menceritakan kisah ini kepadaku. Dia berkata: “Pada salah satu kajian Syaikh Utsaimin rahimahullah di Masjidil Haram, salah seorang murid beliau bertanya tentang sebuah masalah yang didalamnya ada syubhat, beserta pendapat dari Syaikh Bin Baz rahimahullah tentang masalah tersebut. Maka Syaikh Utsaimin menjawab pertanyaan penanya serta memuji Syaikh bin Baz rahimahullah.

Di tengah-tengah mendengar kajian, tiba-tiba ada seorang lelaki dengan jarak kira-kira 30 orang dari arah sampingku kedua matanya mengalirkan air mata dengan deras, dan suara tangisannya pun keras hingga para muridpun mengetahuinya. Di saat Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah selesai dari kajian, dan majelis sudah sepi aku melihat kepada pemuda yang tadi menangis. Ternyata dia dalam keadaan sedih, dan bersamanya sebuah mushhaf.

Akupun lebih mendekat hingga  kemudian aku bertanya kepadanya setelah kuucapkan salam: “Bagaimana kabarmu wahai akhi, apa yang membuatmu menangis?”
Maka diapun menjawab dengan bahasa yang mengharukan: “Jazakallahu khairan.”
Akupun mengulangi pertanyaanku sekali lagi: “Apa yang membuatmu menangis akhi?”
Diapun menjawab dengan tekanan suara yang haru: “Tidak ada apa-apa, sungguh aku telah ingat Syaikh bin Baz, maka akupun menangis.”
Kini menjadi jelas bagiku dari penuturannya bahwa dia dari Pakistan, sedang dia mengenakan pakaian orang Saudi.

Dia meneruskan keterangannya: “Dulu aku mempunyai sebuah kisah bersama Syaikh bin Baz rahimahullah, yaitu sepuluh tahun yang lalu aku bekerja sebagai satpam pada salah satu pabrik batu bata di kota Thaif. Suatu ketika datang sebuah surat dari Pakistan kepadaku yang menyatakan bahwa ibuku dalam keadaan kritis, yang mengharuskan operasi untuk penanaman sebuah ginjal. Biaya operasi tersebut membutuhkan tujuh ribu Riyal Saudi (kurang lebih 17,5 juta Rupiah). Jika tidak segera dilaksanakan operasi dalam seminggu, bisa jadi dia akan meninggal. Sedangkan beliau sudah
berusia lanjut. Saat itu, aku tidak memiliki uang selian seribu Riyal, dan aku tidak mendapati orang yang mau memberi atau meminjami uang. Maka akupun meminta kepada perusahaan untuk memberiku pinjaman, Mereka menolak, Aku menangis sepanjang hari.

Dia adalah ibu yang telah merawatku dan tidak tidur karena aku. Pada situasi yang genting tersebut, aku memutuskan untuk mencuri pada salah satu rumah yang bersebelahan dengan perusahaan pada jam dua malam. Beberapa saat setelah aku melompati pagar rumah, aku tidak merasa apa- apa kecuali para polisi tengah menangkap dan melemparkanku ke mobil mereka. Setelah itu duniapun terasa menjadi gelap. Tiba-tiba, sebelum shalat subuh para polisi mengembalikanku ke rumah yang telah kucuri. Mereka memasukkanku ke sebuah ruangan kemudian pergi.

Tiba-tiba ada seorang pemuda yang menghidangkan makanan seraya berkata: “Makanlah, dengan membaca bismillah!” Aku pun tidak mempercayai apa yang tengah kualami. Saat adzan shalat subuh, mereka berkata kepadaku, “Wudhu’lah untuk shalat!” Saat itu rasa takut masih menyelimutiku. Tiba-tiba datang seorang lelaki yang sudah lanjut usia dipapah  salah seorang pemuda masuk menemuiku. Kemudian dia memegang tanganku dan mengucapkan salam kepadaku seraya berkata: “Apakah engkau sudah makan?” Akupun menjawab: “Ya, sudah.”

Kemudian dia memegang tangan kananku dan membawaku ke masjid bersamanya. Kami shalat subuh. Setelah itu aku melihat lelaki tua yang memegang tanganku tadi duduk di atas kursi di bagian depan masjid, sementara jama’ah shalat dan banyak murid mengitarinya. Kemudian syaikh tersebut memulai berbicara menyampaikan sebuah kajian kepada mereka. Maka akupun meletakkan tanganku diatas kepalaku karena malu dan takut. Ya, Alloh, apa yang telah aku lakukan? Aku telah mencuri di rumah Syaikh bin Baz rahimahullah. Sebelumnya aku telah mendengar nama beliau, dan beliau telah terkenal di negeri kami, Pakistan.

Setelah Syaikh bin Baz selesai dari kajian, mereka membawaku ke rumah sekali lagi. Syaikh pun memegang tanganku, dan kami sarapan pagi dengan dihadiri oleh banyak pemuda. Syaikh mendudukanku di sisi beliau.
Di tengah makan beliau bertanya kepadaku: “Siapakah namamu?”
Kujawab: “Murtadho.”
Beliau bertanya lagi: “Mengapa engkau mencuri?”
Maka aku ceritakan kisah ibuku.
Beliau berkata: “Baik, kami akan memberimu 9000 Riyal.”
Aku berkata kepada beliau: “Yang dibutuhkan Cuma 7000 Riyal.”
Beliau menjawab: “Sisanya untukmu, tetapi jangan lagi mencuri wahai anakku.”

Aku mengambil uang tersebut, dan berterima kasih kepada beliau dan berdoa untuk beliau. Aku pergi ke Pakistan, lalu melakukan operasi untuk ibuku. Alhamdulillah, beliau sembuh. Lima bulan setelah itu, aku kembali ke Saudi, dan langsung mencari keberadaan Syaikh bin Baz rahimahullah. Aku pergi rumah beliau. Aku mengenali beliau dan beliaupun mengenali aku. Kemudian beliaupun bertanya tentang ibuku.

Aku berikan 1500 Riyal kepada beliau, dan beliau bertanya, “Apa ini?”
Kujawab: “Itu sisanya.”
Maka beliau berkata: “Ini untukmu.”
Kukatakan: “Wahai Syaikh, saya memiliki permohonan kepada anda.”
Maka beliau menjawab: “Apa itu wahai anakku?”
Kujawab: “Aku ingin bekerja pada anda sebagai pembantu atau apa saja, aku berharap dari anda wahai Syaikh, janganlah menolak permohonan saya, mudah-mudahan Allah menjaga anda.”
Maka beliau menjawab: “Baiklah.”
Akupun bekerja di rumah Syaikh hingga wafat beliau.

Selang beberapa waktu dari pekerjaanku di rumah Syaikh, salah seorang pemuda yang mulazamah kepada beliau memberitahuku tentang kisahku ketika aku melompat ke rumah beliau hendak mencuri di rumah Syaikh.

Dia berkata: “Sesungguhnya ketika engkau melompat ke dalam rumah, Syaikh bin Baz saat itu sedang shalat malam, dan beliau mendengar sebuah suara di luar rumah. Maka beliau menekan bel yang beliau gunakan untuk membangunkan keluarga untuk shalat fardhu saja. Maka mereka terbangun semua sebelum waktunya. Mereka merasa heran dengan hal ini. Maka beliau memberitahu bahwa beliau telah mendengar sebuah suara. Kemudian mereka memberi tahu salah seorang menjaga keamanan, lalu dia menghubungi polisi. Mereka datang dengan segera dan menangkapmu.

Tatkala Syaikh mengetahui hal ini, beliau bertanya: “Kabar apa?”
Mereka menjawab: “Seorang pencuri berusaha masuk, mereka sudah menangkap dan membawanya ke kepolisian.”
Maka Syaikhpun berkata sambil marah: “Tidak, tidak, hadirkan dia sekarang dari kepolisian, dia tidak akan mencuri kecuali dia orang yang membutuhkan.”
Maka di sinilah kisah tersebut berakhir.

Aku katakan kepada pemuda tersebut, "Sungguh matahari sudah terbit, seluruh umat ini terasa berat, dan menangisi perpisahan dengan beliau. Berdirilah sekarang, marilah kita sholat dua rakaan dan berdoa untuk Syaik rahimahullah. Mudah-mudahan Allah merahmati Syaikh bin Baz dan Ibnu Utsaimin dan menempatkan keduanya di keluasan surga-Nya. Aamiin."

Dikutip dari Majalah Qiblati edisi 02 tahun III (11-2007M/ 10-1428H)
-----------

Artikel: My Diary

Baca Juga:

Kisah Kalung Permata dan Gadis Cantik


Ibnu Abi Al-Fawaris berkata, "Aku pernah mendengar Abu Bakar bin Abdul Baqi bercerita, 'Aku tinggal di Makkah. Suatu hari, rasa lapar menderaku. Tidak ada sesuatu pun yang dapat kumakan untuk mengusir rasa lapar itu. Aku pun keluar rumah untuk mencari sesuatu. Tiba-tiba aku melihat kantong sutra yang diikat dengan tali pita sutra tergeletak di jalanan. Kantong itu kemudian kuambil dan ku bawa ke rumah. Sesampainya di rumah, aku buka tali ikat kantong itu dan ternyata didalamnya berisi kalung permata yang sangat indah.

Seingatku, belum pernah aku melihat kalung seindah itu seumur hidupku. Aku lalu keluar lagi untuk mencari sosok pemilik kantong itu. Dari jauh kulihat seorang laki-laki tua sedang membawa sekantong uang sambil berteriak-teriak, "Siapa pun yang menemukan sebuah kantong yang berisi kalung permata, maka uang 500 dinar ini sebagai hadiah bagi yang mengembalikannya kepadaku." Hatiku berbisik, "Saat ini aku sedang kelaparan. Kebetulan kantong laki-laki tua itu ada padaku. Alangkah baiknya bila kantong itu kuberikan kepadanya dan ia memberiku uang 500 dinar. Lalu, uang itu dapat kubelikan makanan."

Aku segera memanggil laki-laki tua itu, "Hei kakek, ke sini!" Aku lalu membawa kakek itu ke rumahku. Ia kemudian menyebutkan ciri-ciri kantongnya yang hilang, mulai dari warnanya, tali pengikatnya dan jenis kalung permata yang ada di dalamnya. Semua ciri yang disebutkan oleh si kakek persis seperti kantong yang kutemukan. Akupun mengambil kantong itu dan memberikannya kepada si kakek. Dengan wajah senang, si kakek kemudian memberikan kepadaku uang 500 dinar sebagai hadiah. Tetapi aku menolaknya.

Aku berkata kepadanya, "Sudah menjadi kewajibanku mengembalikan kantong ini kepada pemiliknya. Karenanya, tidak pantas aku memungut hadiah apa pun darinya." Kakek itu berkata, "Kamu harus terima uang ini." Ia terus mendesakku untuk menerima uang itu, tetapi aku tetap menolaknya. Si kakek kemudian pergi.

Beberapa tahun kemudian, aku keluar dari Makkah dan menaiki perahu. Sampai di tengah laut, ombak raksasa menerpa perahu yang kunaiki, sehingga perahu pun pecah dan semua penumpang tenggelam. Barang-barang muatan juga ikut musnah ditelan ombak raksasa itu.

Allah masih melindungiku. Dari semua penumpang, hanya aku yang selamat dengan berpegangan pada kayu pecahan perahu tersebut. Dengan kayu itu, aku berusaha mencari daratan. Tidak tahu kemana arah yang hendak kutuju. Akhirnya, aku terdampar di sebuah pulau yang berpenghuni. Aku pun mencari sebuah masjid di pulau itu. Setelah ketemu, aku menunaikan sholat dan membaca Al-Qur'an. Tanpa disangka-sangka, setiap orang yang masuk ke masjid pasti mendekatiku untuk mendengarkan bacaan Al-Qur'anku. Selesai membaca, sebagin dari mereka berkata kepadaku, "Ajari kami membaca Al-Qur'an."

Dengan senang hati, aku pun mengajari semua jamaah di masjid itu cara membaca Al-Qur'an yang baik. Dari kegiatan mengajar itu, aku diberi uang yang sangat banyak oleh mereka. Beberapa waktu kemudian, aku mencoba mengamati tulisan khat pada Al-Qur'an di masjid itu. Tiba-tiba, mereka bertanya kepadaku, "Apakah kamu bisa menulis khat yang baik?" Aku menjawab, "Insya Allah bisa." Mereka berkata, "Kalau begitu, ajarilah kami cara menulis khat yang baik." Bahkan, semua anak kecil dan para pemuda di pulau itu ikut belajar menulis khat, sehingga tabungan uangku semakin banyak.

Pada suatu kesempatan, mereka mendekatiku dan berkata, "Di pulau kami ini ada seorang gadis yatim. Ia berwajah cantik dan memiliki harta yang banyak. Kami ingin engkau menikahi gadis itu." Mendengar tawaran itu, aku menolaknya. Mereka berkata, "Pokoknya engkau harus menikahinya." Mereka terus mendesakku, sehingga aku pun menerima tawaran mereka.

Keesokan harinya, gadis tersebut dirias dan diperlihatkan kepadaku. Dengan perasaan malu, aku mencoba mengangkat pandanganku ke wajahnya. Aku sangat kaget karena kalung yang dulu pernah ketemukan ternyata berjuntai indah di leher gadis itu. Perhatianku pun hanya tertuju pada kalung itu. Tiba-tiba, mereka mengagetkanku, "Wahai guru, hati gadis ini hancur lantaran engkau hanya memperhatikan kalungnya dan tidak memperhatikan wajahnya." Aku pun menceritakan kepada mereka mengenai ihwal kalung itu. Tiba-tiba mereka semua berteriak mengumandangkan tahlil dan takbir hingga seluruh penduduk pulau itu berkumpul.

Didorong rasa heran, aku bertanya kepada mereka, "Ada apa dengan kalian?" Mereka menjawab, "Kakek tua yang mengambil kalung darimu itu adalah ayah gadis ini. Ia pernah berkata, 'Di dunia ini aku belum pernah melihat seorang muslim yang lebih baik daripada laki-laki yang mengembalikan kalung ini kepadaku.' Ia juga berdo'a, 'Ya Allah, pertemukan lagi aku dengan laki-laki itu dan akan kunikahkan ia dengan putriku.' Dan sekarang, apa yang menjadi harapannya telah dikabulkan oleh Allah."

Aku ikut terharu mendengar cerita mereka. Aku pun menikahi gadis itu dengan dianugerahi dua anak. Tidak lama setelah itu, gadis yang sudah menjadi istriku itu meninggal dunia, sehingga kalung permatanya diwariskan kepadaku dan dua anakku. Selang beberapa tahun kemudian kedua anakku juga meninggal dunia, sehingga kalung permata itu diwariskan kepadaku. Aku lalu menjual kalung itu seharga 100.000 dinar. Harta yang kalian lihat sekarang ini merupakan sisa dari uang itu."

Sumber: Buku Golden Stories, karangan: Mahmud Musthafa Sa'ad & Dr Nashir Abu Amir Al-Hamidi, penerbit: Pustaka Al-Kautsar Jakarta
------------

Artikel: My Diary

Baca Juga:
- Canda
- Syi'ah Mencela Rasulullah
- Kecerdasan Abu Hanifah
- Zina Adalah Hutang
- Kalaulah Bukan Karena Allah Menutupi Aib-Aib Kita
- Kisah Nyata: Wanita Syi'ah Makassar Ajak Mut'ah Seorang Ikhwan
- Jagalah Lisan (Perkataan)
- Do'a Dapat Mengubah Takdir

Jumat, 21 Februari 2014

Canda


Nu'aiman dan Hadiah untuk Rasulullah
Tidaklah Nu'aiman masuk ke Madinah sekejap pun kecuali ia membeli sesuatu di sana, kemudian ia membawanya kepda Rasulullah shallallahu'alahi wasallam sambil berkata, "Ya Rasul, oleh-oleh ini kuhadiahkan untukmu."

Tiba-tiba, sang pemilik oleh-oleh itu datang meminta uang kepada Nu'aiman. Tanpa sungkan-sungkan, Nu'aiman langsung membawanya kepada Rasulullah dan berkata, "Ya Rasul, tolong bayarkan uang oleh-oleh tadi kepada orang ini."

Rasulullah berkata, "Bukankah kamu telah menghadiahkannya kepadaku?"

Nu'aiman menjawab, "Demi Allah, aku tidak mempunyai uang (untuk membayarnya), tetapi aku ingin engkau memakannya." Mendengar jawaban Nu'aiman, Rasulullah tertawa. Beliau kemudian memerintahkan untuk memberikan uang kepada pemilih oleh-oleh tadi.

Rasulullah dan Orang Paling Miskin
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, "Ada seorang laki-laki membatalkan puasanya pada bulan Ramadhan (karena bersetubuh dengan istrinya di siang hari). Rasulullah kemudian menyuruhnya untuk memerdekakan budak atau berpuasa selama dua bulan atau memberi makan kepada enam puluh fakir miskin. Ia (laki-laki yang membatalkan puasa) menjawab, "Aku tidak mampu yang Rasulullah."

Rasulullah kemudian mengabil seikat kurma dan berkata, "Ambillah kurma ini dan shadaqahkanlah!"

Laki-laki itu menjawab, "Ya Rasulullah, tidak ad orang yang lebih miskin daripada aku." Mendengar jawaban laki-laki itu, Rasulullah tertawa hingga gigi taring beliau terlihat.

Kemudian Rasulullah berkata, "Kalau begitu, ambil saja kurma ini!" (HR. Ahmad)

Abu Thayyib dan Tukang Sepatu
Suatu Ketika, Abu Thayyib menyerahkan sepatunya kepada tukang sepatu untuk diperbaiki. Setiap kali Abu Thayyib datang ke rumah tukan sepatu untuk melihat apakah sepatunya sudah diperbaiki, si tukang sepatu selalu bilang, 'Iya, akan ku perbaiki sekarang." Tetapi, Abu Thayyib melihat sepatunya selalu direndam di bak air.

Karena tidak kunjung selesai juga, akhirnya Abu Thayyib datang ke rumah tukang sepatu untuk yang terakhir kalinya. Begitu melihat sepatunya masih direndam di bak air, Abu Thayyib berkata kepada si tukang sepatu, "Aku menyerahkan sepatu ini kepadamu untuk diperbaiki, bukan untuk diajari berenang."

Orang Badui dan Urat Lambungnya
Suatu hari, seorang badui menghadiri jamuan Yaxid bin Mazid. Melihat kedatangan orang badui itu, Yazid berkata kepada teman-temannya, "Berilah jalan untuk saudara kalian yang baru datang ini."

Orang badui itu berkata, "Tidak perlu kalian memberi jalan kepadaku, karena urat lambungku panjang."

Begitu sang badui mengulurkan tangannya untuk mengambil makanan, tiba-tiba si badui itu mengeluarkan angin (kentut) dengan suara yang keras.

Mendengar itu, Yazid tertawa sambil berkata, "Oh saudaraku, sepertinya urat lambungmu sudah putus."

Al-A'masy dan Anaknya yang Bodoh
Al-A'masy memiliki seorang anak laki-laki yang bodoh.
Suatu hari, A'masy menyuruhnya, "Nak, tolong belikan tali jemuran,"
Sang anak bertanya, "Berapa panjangnya, Ayah?"
A'masy menjawab, "Sepuluh hasta,"
Sang anak bertanya lagi, "Kalau lebarnya berapa, Ayah?"
A'masy menjawab, "Selebar musibah yang menimpaku karena punya anak sepertimu."

Insya Allah!
Suatu hari, seorang laki-laki pergi ke basar hendak membeli keledai. Ditengah jalan, ia bertemu dengan temannya. Si teman kemudian bertanya kepadanya, "Kamu mau kemana?"
Ia menjawab, "Mau ke pasar untuk beli keledai."
Si teman berkata, "Katakanlah Insya Allah!"
Laki-laki itu menjawab, "Dalam kondisi seperti ini, tidak perlu lagi mengatakan Insya Allah. Uang sudah di saku dan keledai sudah di pasar."

Sesampainya di pasar, laki-laki itu mencari keledai. Pada saat mencari-cari keledai, tiba-tiba uangnya ada yang mencuri. Ia lalu pulang dengan wajah yang sedih. Ditengah jalan, ia bertemu lagi dengan temannya tadi. Si teman bertanya kepadanya, "Kamu terlihat sedih, kenapa?"
Ia menjawab, "Uangku, Insya Allah dicuri orang."
Si teman berkata, "Kalau sudah hilang, tidak perlu lagi bilang Insya Allah!"

Nu'aiman dan Siwaibith
Diriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata, "Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu'anhu pernah keluar berdagang ke Syam. Ia pergi bersama Nu'aiman dan Suwaibith bin Harmalah, kedua-duanya pernah ikut Perang Badar. Saat itu, Suwaibith membawa bekal makanan. Tiba-tiba, Nu'aiman mendekatinya dan berkata, "Berikan makanan itu kepadaku." Suwaibith menjawab, "Tidak, tunggu sampai Abu Bakar datang," Nu'aiman adalah sosok laki-laki jenaka yang suka melawak. Ia berkata kepasa Suwaibith, "Sungguh, aku akan benar-benar marah kepadamu."

Ketika mereka berjalan melewati suatu kaum, Nu'aiman berkata kepada kaum itu, "Apakah kaliam mau membeli budak dariku?"
Mereka berkata, "Iya, kami mau membelinya."
Nu'aiman berkata, "Tetapi budakku itu pandai bicara. Dia akan berkata kepada kalian, 'Aku sudah merdeka.' Karenanya, jika ia berkata begitu, biarkan saja dan jangan kalian ganggu dia."
Mereka menjawab, "Kalau begitu, budakmu akan kami beli seharga sepuluh qalaish (unta yang masih bujang)."

Nu'aiman pun menyetujuinya. Ia langsung menggiring onta itu dan mengikatnya. Nu'aiman berkata kepada mereka, "Ambillah budak ini..!"
Mereka berkata kepada Suwaibith, "Kamu telah kami beli."
Suwaibith menjawab, "Nu'aiman itu berbohong. Aku ini orang merdeka."
Mereka menjawab, "Iya, tadi kami sudah diberitahu keadaanmu."
Mereka kemudian mengikat leher Suwaibith dan langsung membawanya pergi.

Tidak lama kemudian, Abu Bakar datang. Ia diberi tahu kejadian yang sebenarnya oleh Nu'aiman. Segera saja, ia mengajak kawan-kawannya menuju tempat orang yang membeli Suwaibith. Sesampainya di sana, mereka (orang-orang yang membeli Suwaibith) diberi tahu bahwa Nu'aiman hanya bercanda. Akhirnya, onta-onta itu dikembalikan lagi dan Suwaibith pun diminta kembali.

Setelah kembali ke Madinah, mereka (Abu Bakar dan rombongan) datang menemui Nabi dan menceritakan lelucon yang dilakukan Nu'aiman. Mendengar lelucon itu, Rasulullah dan para sahabat yang lain tertawa. (Ibnu Katsir, Usudul Ghabah, V/368)
-----------

Sumber: Buku Golden Stories, karangang: Mahmud Mushtafa Sa'ad dan Dr. Nashir Abu Amir Al-Humaidi, penerbit: Pustaka Al-Kautsar Jakarta.

Artikel: My Diary

Baca Juga:
- Rumah Tangga Nabawi
- Mengapa Rasulullah Menikahi Zainab binti Jahsy?
- Umar bin Khattab radhiallahu'anhu
- Mengenal Utsman bin Affan radhiallahu'anhu
- Inilah Hikmah Dibalik Cobaan yang Belum Engkau Tahu


Selasa, 18 Februari 2014

Rumah Tangga Nabawi


Uraian tentang rumah tangga Nabawi ini dapat kita paparkan menurut masing-masing dari istri-istri Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.

1. Khadijah binti Khuwailid
Rumah tangga Nabawi yang dibangun di Makkah sebelum hijrah bersama Khadijah binti Khuwailid. Rasulullah menikah dengan Khadijah pada usia 25 tahun, sedangkan Khadijah sendiri berumur 40 tahun. Khadijah adalah wanita pertama yang dinikahi Rasulullah. Selama membina rumah tangga dengan Khadijah, Rasulullah tidak menikah dengan wanita lain. Dari Khadijah inilah Rasulullah mendapatkan putra dan putri. Tapi tidak seorang pun dari putra Rasulullah yang hidup. Adapun putri-putri Rasulullah dari Khadijah adalah; Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fathimah. Zainab dinikahi oleh anak bibinya, Abul Ash bin Ar-Rabi', sebelum hijrah. Sedangkan Ruqayyah dan Ummu Kultsum dinikahi oleh Utsman bin Affan, tidak secara bersamaan. Sedangkan Fathimah dinikahi oleh Ali bin Abu Thalib pada waktu antara Perang Badr dan Perang Uhud. Dari pernikahan Fathimah dan Ali ini lahir Hasan, Husain, Zainab dan Ummu Kultsum.

Sebagaimana yang sudah diketahui, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam berbeda dengan umatnya, dengan diperbolehkan bagi beliau untuk menikahi wanita lebih dari empat orang. Banyak tujuan dari pernikahan Rasulullah ini. Wanita yang pernah terikat perkawinan dengan Rasulullah ada tiga belas orang. Sembilan orang meninggal dunia sepeninggal beliau, dua orang meninggal dunia saat beliau masih hidup, yaitu Khadijah dan Zainab binti Khuzaimah, ibu para fakir miskin. Dan dua istri yang belum pernah dijamah Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.

2. Saudah binti Zam'ah
Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menikahinya pada bukan Syawal tahun kesepuluh dari nubuwah, tepatnya beberapa hari setelah Khadijah meninggal dunia. Sebelumnya Saudah menikah dengan sepupunya sendiri yang bernama As-Sakran bin Amru, yang kemudian meninggal dunia.

3. Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq
Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menikahinya pada bulan Syawwal tahun kesebelas dari nubuwah, selang setahun setelah menikahi Saudah atau dua tahun lima bulan sebelum hijarah. Rasulullah menikahinya saat Aisyah masih berusia enam tahun, lalu hidup bersama Rasulullah pada bulan Syawwal, tujuh bulan setelah hijrah ke Madinah, yang saat itu umurnya sembilan tahun. Aisyah adalah seorang gadis dan Rasulullah tidak menikahi gadis kecuali dengan Aisyah. Aisyah termasuk orang-orang yang amat dicintai Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan merupakan wanita yang paling banyak ilmunya di tengah umat.

4. Hafshah binti Umar bin Al-Khattab
Hafshah binti Umar bin Al-Khattab ditinggal mati suaminya, Khunais bin Hudzafah As-Sahmi, pada waktu antara Perang Badr dan Uhud, lalu dinikahi Rasulullah pada tahun 3 H.

5. Zainab binti Khuzaimah
Zainab binti Khuzaimah berasal dari Bani Hilal bin Amir bin Sha'sha'ah, yang dijuluki Ummul Masakin (ibunda orang-orang miskin), karena kasih sayang dan kemurahan hatinya terhadap mereka. Sebelum itu Zainab adalah istri Abdullah bin Jahsy, yang mati syahid pada Perang Uhud, lalu dinikahi Rasulullah pada tahun 4 H. Namun dia meninggal dunia dua atau tiga bulan setelah pernikahan ini.

6. Hindun binti Abu Umayyah (Ummu Salamah)
Sebelumnya Hindun binti Abu Umayyah adalah istri Abu Salamah yang meninggal dunia pada bulan Jumdats Tsaniyah tahun 4 H, lalu dinikahi Rasulullah pada bulan Syawwal pada tahun yang sama.

7. Zainab binti Jahsy bin Rayyab
Zainab binti Jahsy bin Rayyab berasal dari Bani Asad bin Khuzaimah dan putri bibi Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam sendiri. Sebelumnya dian adalah istri Zaid bin Haritsah, yang dianggap sebagai putra sendiri oleh Rasulullah. Zaid menceraikannya, lalu Allah Subhanahu Wa Ta'ala menurunkan ayat Al-Qur'an yang tertuju langsung kepada diri Rasulullah,
"Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia." (Al-Ahzab:37)
Ada juga beberapa ayat dari surat Al-Ahzab lainnya yang menjelaskan masalah anak angkat. Rasulullah menikahinya pada bulan Sya'ban 6 H.

8. Juwairiyah binti Al-Harits
Bapaknya adalah pemimpin Bani Mushthaliq dari Khuza'ah. Tadinya Juwairiyah ada diantara para tawanan Bani Mushthaliq, yang kemudian menjadi bagian Tsabit bin Qais bin Syamms. Lalu Rasulullah menebus dirinya dan menikahinya pada bulan Sya'ban 6 H.

9. Ramlah binti Abu Sufyan (Ummu Habibah)
Sebelumnya Ramlah binti Abu Sufyan adalah istri Ubaidillah bin Jahsy. Bersama suaminya, dia hijrah ke Habasyah. Namun, disana Ubaidillah murtad dan masuk agama Nashrani dan juga mennggal disana. Sekalipun suaminya murtad, Ummu Habibah tetap teguh dalam Islam. Tatkala Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam mengutus Amr bin Umayyah Adh-Dhamiri untuk menyerahkan surat beliau kepada Raja Najasyi pada bulan Muharram 7 H, beliau juga menyampaikan lamaran kepadanya.

10. Shafiyah binti Huyai bin Akhtab
Shafiyah binti Huyai bin Akhtab berasal dari Bani Israil, yang sebelumnya dia salah seorang dari tawanan Khaibar. Lalu Rasulullah memilihnya untuk diri beliau sendiri, membebaskannya dan menikahinya setelah penaklukan Khaibar pada tahun 7 H.

11. Maimunah binti Al-Harits
Maimunah binti Al-Harits adalah Ummu Fadl, Lubabah binti Al-Harits. Rasulullah menikahinya pada bulan Dzulqa'dah 7 H saat umrah qadha' setelah habis masa iddahnya.

Mereka inilah para wanita yang pernah dinikahi Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan beliau hidup bersama mereka. Ada dua orang diantara mereka yang meninggal dunia saat Rasulullah hidup, yaitu Khadijah dan Zainab binti Khuzaimah, yang berarti Rasulullah meninggal dunia dengan meninggalkan sembilan lainnya menjadi janda.

Sedangkan dua wanita lainnya tidak hidup bersama Rasulullah, salah seorang diantaranya dari Bani Kilab dan satunya dari Kindah, yang dikenal dengan nama Al-Juwainiyah. Namun ada perbedaan pendapat mengenai masalah ini, tapi tidak akan dibahas disini.

Adapun wanita yang Rasulullah nikahi bukan sebagai wanita merdeka adalah Mariyah Al-Qibthiyah, yang dihadiahkan Al-Muqaiqis dan melahirkan putra bernama Ibrahim, namun kemudian meninggal dunia selagi masih kecil di Madinah semasa hidup Rasulullah, pada tanggal 28 atau 29 Syawwal 10 H, bertepatan dengan tanggal 27 Januari 632 M. Selain Mariyah, adalah Raihanah binti Zaid An-Nadhiriyah atau Al-Qurzhiyah, yang sebelumnya termasuk tawanan Quraizhah. Rasulullah memilihnya untuk dirinya sendiri. Ada yang berpendapat dia juga termasuk istri Rasulullah, yang dimerdekakan lalu dinikahi. Pendapat pertama ditegaskan Ibnul Qayyim. Sedangkan Abu Ubaidah menambahi dua wanita lainnya, yaitu Jamilah yang termasuk tawanan dan Jariyah yang dihadiahkan Zainab binti Jahsy kepada Rasulullah.

Siapapun yang mengamati kehidupan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam ini tentu mengetahui secara pasti bahwa perkawinan beliau dengan sekian banyak wanita ini, justru pada masa-masa akhir hidup beliau, setelah mewati 30 tahun dari masa muda beliau, yang pada masa itu hanya bertahan bersama wanita yang justru lebih tua, yaitu Khadijah, lalu Saudah. Tentu Rasulullah mengetahui bahwa perkawinan ini tidak sekedar didorong gejolak didalam diri dan mencari kepuasan dari sekian banyak wanita, tetapi disana ada berbagai tujuan yang hendak diraih dengan perkawinan tersebut.

Tujuan yang bisa dibaca, mengapa Rasulullah berbesan dengan Abu Bakar dan Umar, dengan menikahi Aisyah dan Hafshah, mengapa Rasulullah menikahkan Fathimah dengan Ali bin Abu Thalib, menikahkan Ruqayyah menyusul Ummu Kultsum (setelah Ruqayyah meninggal) dengan Utsman bin Affan, mengisyaratkan bahwa Rasulullah ingin menjalin hubungan yang benar-benar erat dengan empat orang tersebut, yang dikenal paling banyak berkorban untuk kepentingan Islam pada masa-masa kritis, yang berkata kehendak Allah Subhanahu Wa Ta'ala akhirnya masa-masa kritis ini dapat dilewati dengan selamat.

Diantara tradisi bangsa Arab adalah menghormati hubungan perbesanan. Keluarga besan menurut mereka merupakan salah satu pintu untuk menjalin kedekatan antara beberapa suku yang berbeda. Menurut anggapan mereka, mencela dan memusuhi besan merupakan aib yang dapat mencoreng muka. Maka dengan menikahi beberapa wanita yang menjadi Ummahatul Mukminin, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam hendak mengenyahkan gambaran permusuhan beberapa kabilah terhadap Islam.

Setelah Ummu Salamah dari Bani Makhzum dinikahi Rasulullah yang satu perkampungan dengan Abu Jahl dan Khalid bin Walid, membuat sikap Khalid bin Walid tida ksegarang sikapnya sewaktu Perang Uhud. Bahkan akhirnya Khalid bin Walid masuk Islam tak lama setelah itu dengan penuh kesadaran dan ketaatan. Begitu pula Abu Sufyan yang tidak berani menghadap Rasulullah dengan permusuhan setelah Rasulullah menikahi putrinya, Ummu Habibah. Begitu pula yang terjadi dengan Bani Mushthaliq dan Bani Nadhir, yang tidak lagi melancarkan permusuhan setelah Rasulullah menikahi Juwairiyah dan Shafiyah. Bahkan Juwairiyah merupakan wanita yang paling banyak mendatangkan barakah bagi kaumnya. Setelah dia dinikahi Rasulullah, para sahabat membebaskan 100 keluarga dari kaumnya. Karena itu para sahabat saat itu berkata, "Mereka dalah para besan Rasulullah shallallahu'alaih wasallam." Tentu saja hal ini sangat mengundang simpati manusia dan berkesan di dalam jiwa.

Lebih besar dari itu, Nabi shallallahu'alaihi wasallam sudah diperintahkan untuk membersihkan dan memberdayakan manusia sebelaum mereka mengenal sedikit pun etika peradaban yang wajar dan bagaimana ikut andil dalam membangun masyarakat yang maju.

Prinsip-prinsip yang menjadi dasar untuk membangun masyarakat Islam, tidak memberikan peluang bagi kaum laki-laki untuk bercampur baur dengan kaum perempuan. Tidak mungkin memberdayakan kaum wanita seketika pada waktu itu pula, sementara pada saat yang sama prinsip ini sama sekali tidak boleh diabaikan. Padahal pemberdayaan kaum wanita tidak lebih sedikit daripada pemberdayaan kaum laki-laki, karena boleh dikatakan lebih kuat dan lebih dominan.

Maka tidak ada pilihan lagi bagi Rasulullah kecuali memilih beberapa wanita denga usia yang berbeda-beda dengan kelebihan masing-masing guna mewujudkan tujuan ini. Dengan begitu Rasulullah bisa membesihkan diri mereka, mendidik dan mengajarkan syariat dan hukum-hukum serta memberdayakan mereka dengan berbagai pengetahuan Islam. Lebih jauh lagi, Rasulullah bisa membekali mereka untuk mendidik para wanita di pedalaman yang masih Badui atau yang sudah beradab, yang tua maupun yang muda, sehingga mereka sudah cukup mewakili dakwa terhadap seluruh kaum wanita.
-----------------

Sumber: Buku Sirah Nabawiyah, karangan: Syaikh Shfiyyurrahman Al-Mubarakfuri, penerbit: Pustaka Al-Kautsar Jakarta.

Artikel: My Diary

Baca Juga:
- Mengapa Rasulullah Menikahi Zainab binti Jahsy?
- Kecerdasan Abu Hanifah
- Syi'ah Mencela Rasulullah
- Kisah Sahabat yang memuliakan Tamu Rasulullah
- 1 Kambing Menjadi 4000 Kambing
- Mujahidah Berbaju Besi
- Syi'ah Aneh Tapi Nyata
- Kisah Cerdiknya Seorang Pemuda yang Ikhlas
 

Mengapa Rasulullah Menikahi Zainab binti Jahsy?


Para Ummahatul Mukminin mempunyai keutamaan yang amat besar dalam mengajarkan berbagai kondisi kehidupan rumah tangga kepada manusia, terutama Aisyah radhiallahu'anha. Aisyah meriwayatkan sekian banyak perbuatan dan ucapan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.

Kemudian ada juga suatu pernikahan yang dimaksudkan untuk menghapus tradisi jahiliyah yang terlanjur mengakar, yaitu tentang anak angkat. Menurut kepercayaan bangsa Arab jahiliyah, bagi bapak angkat berlaku seluruh hak dan hal-hal yang diharamkan seperti bagi anak kandungnnya sendiri. Kepercayaan ini sudah mengakar kuat di dalam hati mereka dan tidak bisa dihapuskan begitu saja. Tetapi kepercayaan ini bertentangan dengan prinsip yang telah ditetapkan Islam dalam masalah pernikahan, cerai, warisan dan lain-lain. Kepercayaan mereka ini ternyata lebih banyak mendatangkan kerusakan dan hal-hal negatif, yang kemudian dihapus oleh Islam dan tidak berlaku lagi di tengah masyarakat.

Untuk mengenyahkan kepercayaan ini, Allah Subhanahu Wa Ta'ala memerintahkan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam untuk menikahi putri bibi beliau, Zainab binti Jahsy, yang sebelumnya menjadi istri Zaid. Karena tidak ada kecocokan antara Zaid dan Zainab, maka Zaid ada niat untuk menceraikannya. Peristiwa ini terjadi pada saat berbagai golongan sudah menunjukkan ketundukannya kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan kaum Muslimin. Sebenarnya Rasululah khawatir terhadap makar orang-orang munafik, musyrik dan Yahudi, yang bisa menimbulkan dampak kurang baik terhadap jiwa orang-orang Muslim yang lemah. Maka Rasulullah ingin agar Zaid tidak usah menceraikan istrinya, agar beliau tidak mendapat ujian karena masalah ini.

Tidak dapat diragukan, keragu-raguan dan kebimbangan Rasulullah ini tidak selaras sama sekali dengan posisi Rasulullah yang diutus sebagai Rasul. Karena itu Allah menghardik beliau dengan berfirman,
"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya. 'Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah', sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, yang sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti," (Al-Ahzab:37)
Akhirnya Zaid menceraikan istrinya, Zainab, lalu Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menikahinya pada saat terjadi pengepungan terhadap Bani Quraizhah, setelah habis masa iddahnya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala mewajibkan pernikahan ini dan tidak memberikan kepada Rasulullah untuk menentukan pilihan. Bahkan Allah sendiri yang mengatur pernikahan ini, dengan berfiman,
"Maka tatkala Zaid telah mengkahiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya). Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya dari istrinya." (Al-Ahzab:37)
Hal ini dimaksudkan agar penghapusan aturan yang berlaku sebelumnya tidak hanya dengan ucapan belaka tetapi juga dengan perbuatan nyata.
"Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah." (Al-Ahzab:5)
"Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi." (Al-Ahzab:40)
Berapa banyak tradisi yang sudah terlanjur berlaku dan mengakar, tidak bisa dihapus begitu saja hanya dengan ucapan, tetapi harus juga dibarengi dengan tindakan nyata orang yang mengajak kepada perubahan itu. Hal ini tampak jelas dalam tindakan kaum Muslimin saat di Hudaibiyah. Di sana ada orang-orang Muslim yang keadaannya seperti yang dilihat dan dituturkan Urwah bin Mas'ud, bahwa setiap kali Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam mengeluarkan dahak, maka dahak itu pasti jatuh ke tangan salah seorang di antara mereka, karena di menadahinya. Dia juga melihat bagaimana mereka saling berebut sisa air wudhu Rasulullah, hingga hampir saja mereka bertengkar. Mereka adalah orang-orang yang berlomba-lomba untuk berbaiat, menyatakan kesiapannya untuk mati atau tidak lari. Di tengah-tengah mereka bahkan ada Abu Bakar dan Umar. Tetapi tatkala Rasulullah memerintahkan agar para sahabat ini bangkit menyembelih kurban, tak seorang pun di antara mereka yang mau melaksanakan perintah beliau. Setelah meminta pendapat Ummul Mukminin Hindun binti Abu Umayyah atau yang lebih dikenal dengan nama Ummu Salamah, tanpa berbicara dengan seorang pun di antara mereka, Rasulullah bertindak sendiri. Melihat Rasulullah menyembelih kurban, mereka langsung bangkit dan menyembelih kurban mereka. Dengan peristiwa ini, tampak jelas perbedaan antara pengaruh tindakan dengan perkataan untuk menghapus sebuah tatanan yang sudah mapan sekalipun.

Orang-orang munafik menyebarkan isu dan desas desus yang mecam-macam berkaitan dengan pernikahan ini, dan seperti perkiraan semula, mereka menimbulkan pengaruh yang tidak baik terhadap jiwa orang-orang Muslim yang lemah. Terlebih lagi Zainab adalah istri Rasulullah yang kelima. Sementara orang-orang Muslim tidak diperkenankan menikah lebih dari empat orang, dan Zaid sendiri sudah dianggap seperti anak sendiri bagi Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Karena menikahi janda anak sendiri (anak angkat dalam budaya jahiliyah dianggap sebagi anak sendiri) dianggap perbuatan yang keji. Maka di dalam surat Al-Ahzab Allah Subhanahu Wa Ta'ala menurunkan dua topik sekaligus yang tuntas, dengan begitu para sahabat menjadi tahu bahwa anak angkat tidak mempunyai pengaruh khusus dalam Islam, dan Allah memberi keluasaan bagi Rasulullah untuk menikahi beberapa orang wanita, yang tidak diperkenankan bagi orang lain karean beberapa tujuan tertentu.
--------------------

Sumber: Buku Sirah Nabawiyah, karangan: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, penerbit: Pustaka Al-Kautsar Jakarta

Artkel: My Diary

Baca Juga:
- Kecerdasan Abu Hanifah
- Aqidah Syi'ah Tentang Taqiyyah
- Saat Rasulullah Pergi
- Aku Ingin Bertemu Umar bin Khattab
- Fakta Tentang Ka'bah yang Coba Disembunyikan Dunia
- Sungai di Bawah Laut

Kecerdasan Abu Hanifah


Ada seorang laki-laki bertanya kepada Abu Hanifah,
"Wahai Abu Hanifah, bagaimana pendapatmu mengenai seorang laki-laki yang berkata seperti ini, 'Aku tidak mengharap surga dan tidak takut pada neraka. Aku akan memakan bangkai dan darah. Aku membenarkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani. Aku benci terhadap sesuatu yang hak (benar). Aku lari dari rahmat Allah. Aku juga meminum khamr. Aku bersaksi terhadap sesuatu yang tidak kulihat. Aku mencintai fitnah. Aku sholat tanpa berwudhu'. Aku tidak mandi setelah mengalami junub. Dan aku suka membunuh manusia.'"

Sebelum menjawab pertanyaan itu, Abu Hanifah melihat kepada para hadirin dan berkata, "Jika menurut kalian bagaimana?" Mereka menjawab, "Itu jelas orang kafir." Mendengar jawaban mereka, Abu Hanifah tersenyum. Sejenak kemudian beliau berkata, "Itu adalah tanda orang mukmin." Mendengar jawaban Abu Hanifah, para hadirin terheran-heran dan bertanya, "Kenapa bisa begitu?"

Abu Hanifa berkata,
"Yang dimaksud aku tidak mengharap surga dan tidak takut pada neraka itu benar, karena ia berharap dan takut hanya kepada Pencipta surga dan neraka.

Yang dimaksud aku suka memakan bangkai dan darah, itu berarti ia memakan bangkai ikan dan belalang serta memakan hati dan limpa.

Yang dimaksud aku membenarkan orang-orang Yahudi dan Nasrani, itu artinya ia membenarkan ucapan orang Yahudi dan Nasrani ketika berkata bahwa mereka tidak akan selamat.

Yang dimaksud aku benci terhadap sesuatu yang hak (benar), itu artinya ia membenci kematian, karena datangnya kematian merupakan sesuatu yang hak (benar).

Yang dimaksud aku lari dari rahmat Allah adalah ia lari ketika kehujanan dan hujan merupakan rahmat Allah.

Yang dimaksud aku juga meminum khamr adalah bahwa ia juga meminum khamr pada saat darurat (ketika tidak ada lagi minuman/air selain khamr.red).

Yang dimaksud aku mencintai fitnah adalah ia mencintai harta dan anak, padahal keduanya termasuk fitnah.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah fitnah (cobaan) bagimu."

Yang dimaksud aku bersaksi terhadap sesuatu yang tidak kulihat, artinya ia bersaksi kepada Allah, para malaikat, para nabi dan rasul, padahal ia tidak melihatnya.

Yang dimaksud aku sholat tanpa berwudhu' adalah ia membaca shalawat kepada Nabi tanpa perlu berwudhu'.

Yang dimaksud aku tidak mandi setelah mengalami junub artinya ketika ia tidak menjumpai air untuk mandi.

Yang dimaksud aku senang membunuh manusia adalah ia senang membunuh orang-orang kafir, karena dalam sebuah ayat-Nya, Allah menyebut orang-orang kafir dengan sebutan manusia. sebagaimana firman-Nya,
"Sesungguhnya manusia (orang-orang kafir) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerangmu (Muhammad)." (Ali Imran:173)
------------------

Sumber: Buku Golden Stories, karangan: Mahmud Musthafa Sa'ad dan Dr. Nashir Abu Amir Al-Humaidi, penerbit: Pustaka Al-Kautsar Jakarta

Artikel: My Diary

Baca Juga:
- Syi'ah Mencela Rasulullah
- Kisah Sahabat yang Memuliakan Tamu Rasulullah
- Mujahidah Berbaju Besi
- Zina Adalah Hutang
- Boleh Jadi Aku Tidak Akan Bertemu Kalian Lagi
- Nasehat untuk Isteri yang Kedua
- Perubahan Kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka'bah

Senin, 17 Februari 2014

Syi'ah Mencela Rasulullah


Keledai menjadi periwayat hadits agama Syi'ah
Dari Amirul Mukminin alaihissalam, sesungguhnya Afir -keledai Rasulullah- berkata kepadanya, "Demi bapak ibuku, -wahai Rasulullah- sesungguhnya bapakku menceritakan kepadaku dari bapaknya dari kakeknya dan bapaknya, "Sesungguhnya dia bersama Nuh di dalam perahu, lalu Nuh berdiri dan mengusap bokongnya seraya berkata, "Kemudian keluar dari tulang sulbi keledai ini keledai yang ditunggangi penghulu dan penutup para nabi." Segala puji bagi Allah yang telah menjadikanku sebagai keledai tersebut." (Ushul al-Kafi, I/237)

Ini benar-benar riwayat bodoh dan tidak masuk akal. Sangat tidak mungkin kalau Rasulullah mendapat perkataan dari seekor keledai, kalau ada, pastinya para sahabat dan periwayat yang lain akan menuliskannya di dalam kitab-kitab shahih mereka.

Syi'ah Mencela Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, Ali bin Abi Thalib radhiallahu'anhu dan Aisyah radhiallahu'anha
1. Ash-Shaduq meriwayatkan dari Ridha alaihissalam tentang firman Allah Ta'ala "Dan ingatlah ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, tahanlan terus istrimu dan bertawakal lah kepada Allah. Sedangkan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah menyatakannya." (Al-Ahzab:37)

Ar-Ridha berkata dalam menafsirkan ayat ini, 'Sesungguhnya Rasulullah pergi menuju rumah Zaid bin Haritsah dalam urusan yang dia inginkan, lalu dia (Rasulullah) melihat istrinya istri Zaid, Zainab) sedang mandi, maka dia berkata kepadanya, "Maha suci Allah yang telah menciptakan kamu." ('Uyunu Akhbar Ar-Ridha, hal 113)

Sungguh kejam fitnah yang mereka (Syi'ah) tujukan kepada Rasulullah.

2. Dari Amirul Mukminin, sesungguhnya dia datang kepada Rasulullah dan di sisinya ada Abu Bakar dan Umar, dia berkata, "Maka saya duduk diantara Nabi dan Aisyah, maka Aisyah berkata, "Tidakkah kau dapatkan selain pahaku dan paha Rasulullah?" Maka dia berkata, "Berlaku lembutlah wahai Aisyah." (Al-Burhan fi Tafsir Al-Qur'an, 4/225)

3. Diwaktu yang lain dia tidak mendapatkan tempat maka Rasulullah memberi isyarat, "Di sini -yakni dibelakangnya- dan Aisyah sedang berdiri di belakang Rasulullah dengan kain. Maka Ali As datang dan duduk diantara Rasulullah dan Aisyah, maka Aisyah berkata sambil marah, "Saya tidak mendapatkan kecuali duburmu, di tempat selain kamarku." Maka Rasulullah marah dan berkata, "Wahai Humaira, janganlah kau menyakitiku dengan menyakiti saudaraku." (Kitab Salim bin Qais, hal 179)

4. Al-Majilis meriwayatkan , sesungguhnya Amirul Mukminin berkata, "Saya bepergian bersama Rasulullah dan tidak ada pelayan selain diriku Beliau mempunyai selimut yang tidak berselimut dengannya selain saya, Rasulullah dan Aisyah. Rasulullah tidur diantara saya dan Aisyah. Dan di atas kami bertiga tidak ada lagi selimut yang lain. Jika Rasulullah bangun untuk sholat (sholat malam), beliau menyingkap selimut dengan tangannya dari bagian tengah, yaitu antara saya dan Aisyah hingga selimut tersebut menyentuh tempat tidur yang ada di bawah kami." (Bihar Al-Anwar, 40/2)

Apakah mungkin Rasulullah meridhoi Ali untuk duduk dan tidur dikamar istrinya, Aisyah? Tidakkah Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam merasa cemburu kepada istrinya, teman pendamping hidupnya, ketika membiarkannya satu kasur dan selimut dengan anak pamannya yang bukan mahramnya? Lalu bagaimana mungkin Amirul Mukminin, Ali radhiallahu'anhu ridho dengan hal tersebut. Sungguh Syi'ah membuat celaan dan fitnah yang sangat kejam.

5. Sayid Ali Gharwi salah seorang pembesar ulama di kota ilmu berkata, "Sesungguhnya Nabi shallallahu'alaihi wasallam kemaluannya akan masuk neraka, karean dia menyetubuhi wanita musyrik." Yang dimaksud dengan wanita musyrik adalah Aisyah dan Hafshah.

Hal ini merupakan makian terhadap Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, karena kalau kemaluan Rasulullah masuk neraka, maka tidak akan ada seorang pun yang masuk surga untuk selamanya.

Seperti inilah sikap orang-orang Syi'ah yang mengaku sebagai umat Islam, mencintai Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan Ahlul Bait, dalam menilai Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Mereka (Syi'ah) membuat tafsiran sendiri, sesuai hawa nafsu mereka, terhadap ayat-ayat Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan menghina Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dengan tafsiran-tafsiran dan riwayat-riwayat karangan mereka.

Setelah ini masih adakah yang mengatakan kalau Syi'ah itu Islam?
Wahai umat Islam, ketahuilah bahwa Syi'ah BUKAN Islam!!!!
------------------

Sumber: Buku Mengapa Saya Keluar dari Syi'ah, Edisi Indonesia, karangan: Sayid Husain Al-Musawi, penerbit: Pustaka Al-Kautsar Jakarta.

Artikel: My Diary

Baca Juga:
- Kisah Sahabat yang Memuliakan Tamu Rasulullah
- 1 Kambing Menjadi 4000 Kambing
- Mujahidah Berbaju Besi
- Guncangan Dasyat Menimpa Syi'ah
- Mengapa Saya Keluar Dari Syi'ah

Minggu, 16 Februari 2014

Kisah Sahabat yang Memuliakan Tamu Rasulullah


Dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu, bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu'alaihi wasallam. Beliau pun mendatangi istri-istri beliau.
Para istri beliau berkata, "Kami tidak punya apa-apa selain air."
Maka Rasulullah berkata kepada orang banyak, "Siapakah yang mau mengajak atau menjamu orang ini?"
Seorang laki-laki Anshar berkata, "Aku."
Sahabat Anshar itu pulang bersama laki-laki tadi menemui istrinya, lalu berkata, "Muliakanlah tamu Rasulullah ini."
Istrinya berkata, "Kita tidak mmiliki apa-apa kecuali sepotong roti untuk anakku."
Sahabat Anshar berkata, "Suguhkanlah makanan kamu itu, lalu matikanlah lampu dan tidurkanlah anakmu."

Ketika mereka hendak menikmati makan malam, maka istrinya menyuguhkan makanan itu. Selanjutnya, ia mematikan lampu dan menidurkan anaknya, kemudian berdiri seakan hendak memperbaiki lampunya, lalu mematikannya kembali. Suami istri hanya menggerak-gerakkan mulutnya (seperti mengunyak sesuatu) seolah keduanya ikut menikmati hidangan. Kemudian keduanya tidur dalam keadaan lapar karena tidak makan malam.

Di pagi harinya, pasangan suami istri itu menemui Rasulullah. Beliau bersabda, "Malam ini Allah tertawa atau terkagum-kagum karena perbuatan kalian berdua."

Maka kemudian Allah menurunkan firman-Nya dalam surat Al-Hasyr ayat 9 yang artinya:
"Dan mereka lebih mengutamakan orang lain (Muhajirin) dari pada diri mereka sendiri sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung."
--------------

Sumber: Buku Golden Stories, karangan: Mahmud Mushtafa Sa'ad dan Dr. Nashir Abu Amir Al-Humaidi, penerbit: Pustaka Al-Kautsar Jakarta

Artikel: My Diary

Baca Juga:
- 1 Kambing Menjadi 4000 Kambing
- Mujahidah Berbaju Besi
- Syi'ah Aneh tapi Nyata
- Dampak Buruk Nikah Mut'ah
- Hajar Aswad, Permata dari Surga
- Nasehat Untuk Putriku
- Ketika Allah Mencintaimu
- Berbakti dan Mengharapkan Ridho Suami Berbalas Pahala

1 Kambing Menjadi 4000 Kambing


Suatu ketika, Al Hasan, Al Husain dan Abdullah bin Ja'far pergi menunaikan ibadah haji. Namun mereka kehabisan bekal di jalan. Ketika rasa lapar dan dahaga melanda di perjalanan, mereka melewati seorang nenek yang sedang berada di gubuknya.

Mereka berhenti dan bertanya, "Apakah di sini ada air minum?"
Nenek itu menjawab, "Ya, ada."

Mereka pun singgah di gubuknya. Nenek itu tidak memiliki harta selain kambing yang ditambatkan di sebelah gubuknya.
Sang nenek mengatakan kepada mereka, "Silahkan memerah susu kambing itu dan minumlah."
Setelah minum, mereka bertanya lagi, "Apakah di sini ada makanan?"
Nenek itu menjawab, "Tidak ada selain kambing ini. Silahkan untuk menyembelihnya dan aku akan menyiapkan keperluan untuk makan kalian."

Salah satu dari mereka bertiga berdiri, kemudian menyembelih kambing tersebut dan mengulitinya. Setelah itu, si nenek memasak daging kambingnya. Setelah matang, mereka pun memakannya sambil menunggu matahari condong ke barat.

Sebelum mereka melanjutkan perjalanan, mereka berpesan, "Kami adalah orang-orang Quraisy, kami ingin melanjutkan perjalanan ke arah ini. Apabila kami kembali dengan selamat, kami berharap nenek ikut bersama kami. Kami akan membalas kebaikan nenek."

Setelah mereka jauh meninggalkan gubuk tersebut, suami si nenek pulang, dan nenek itu memberitahukan kisah kedatangan tiga orang dari Quraisy serta kambing miliknya. Mendengar kisah itu, suaminya marah dan berkata, "Bagaimana kamu ini! Kamu sembelih kambingku untuk menjamu orang-orang yang kamu sendiri tidak mengenalinya!"
Nenek itu membalas ucapan suaminya, "Mereka adalah dari Quraisy!"

Tidak berselang lama, kakek dan nenek ini terdesak kebutuhan, keduanya terpaksa mennggalkan gubuknya dan mengungsi ke Madinah. Mereka berdua bekerja mengumpulkan kotoran unta lalu menjualnya dan hasilnya digunakan untuk menyambung hidup. Sewaktu nenek tersebut berjalan melewati lorong-lorong di Madinah, Al Hasan bin Ali radhiallahu'anhu sedang duduk di depan pintu rumahnya. Al Hasan melihat nenek itu dan mengenalinya, namun sang nenek sudah lupa. Al Hasan lalu mengutus seseorang untuk memanggil dan mengajak nenek itu menemui dirinya.

Al Hasan berkata, "Wahai nenek, apakah nenek masih mengenali diriku?"
Dengan nada polos nenek menjawab, "Tidak."

Al Hasan berusaha membangkitkan ingatan nenek bahwa dirinya merupakan tamunya yang datang pada waktu itu. Sehingga sang nenek berkata, "Ya Tuhan, jadi kamu orangnya!"

Setelah nenek ingat, Al Hasan lalu membelikan nenek itu seribu kambing dari kambing-kambing zakat, ditambah uang seribu dinar. Al Hasan lalu memerintahkan budaknya mengantarkan nenek ini menemui adiknya Al Husain. Setelah tiba di rumah Al Husain, Al Husain bertanya kepada sang nenek, "Berapakah yang diberikan kakakku kepadamu?" Nenek menjawab, "Seribu kambing dan seribu dinar."

Al Husain kemudian memberi nenek seperti yang diberikan Al Hasan, lalu memerintahkan budaknya mengantarkan nenek ini bertemu Abdullah bin Ja'far. Setelah bertemu Abdullah, Abdullah bertanya kepada nenek itu, "Berapakah yang diberikan Al Hasan dan Al Husain kepadamu?" Nenek menjawab, "Dua ribu kambing dan dua ribu dinar."

Abdullah bin Ja'far kemudian memberikan nenek dua ribu kambing ditambah dua ribu dinar. Abdullah berkata kepada nenek itu, "Seandainya kamu mulai dari aku, tentu kamu akan membuat mereka berdua (Al Hasan dan Al Husain) menjadi repot."

Setelah itu, sang nenek pulang menemui suaminya dengan membawa empat ribu kambing dan uang empat ribu dinar.
-------------

Sumber: Buku Golden Stories, karangan: Mahmud Musthafa Sa'ad dan Dr. Nashir Abu Amir Al-Humaidi, penerbit: Pustaka Al-Kautsar Jakarta

Artikel: My Diary

Baca juga:
- Mujahidah Berbaju Besi
- Syi'ah Aneh tapi Nyata
- Kisah Cerdiknya Seorang Pemuda yang Ikhlas
- Kisah Sedekah yang Salah Alamat
- Waktu-Waktu Do'a Mustajab
- Nasehat Rasulullah kepada Putrinya
- Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu'anha: Cemerlang Menghadapi Fitnah
- 5 Fakta Unik Tentang Ka'bah

Mujahidah Berbaju Besi


Khaulah binti Al-Azwar adalah seorang mujahidah berbaju besi. Sejarah kehidupan Khaulah binti Al-Azwar berhubungan dengan sejumlah tokoh dalam perang Ajnadin. Dalam perang itu, kaum muslimin di bawah pimpinan Khalid bin Walid berperang melawan tentara Romawi di bawah pimpinan Heraklius. Khaulah telah memberikan kontribusinya dalam perang itu sebagaimana yang diberikan para laki-laki. Dia ikut dalam perang itu secara sembunyi-sembunyi untuk membebaskan saudaranya, Dhirar dari penjara.

Diriwayatkan bahwa ketika Dhirar bin Al-Azwar ditahan di Ajnadin, Khalid bin Walid bersama tentaranya berniat untuk membebaskannya. Ketika Khalid bin Walid dan tentara Muslim sedang dalam perjalanan, tiba-tiba seorang penunggang kuda melintasinya dengan membawa tongkat dan tidak kelihatan wajahnya kecuali kedua buji matanya. Penunggang kuda itu berjalan dan ingin melempar tombak sendirian dan tidak perduli dengan orang yang ada dibelakangnya. Ketika Khalid bin Walid melihatnya, dia berkata, "Siapakah penunggang kuda ini? Demi Allah, sungguh dia benar-benar tentara berkuda yang luar biasa."

Khalid kemudian mengikutinya dan tentaranya berada di belakangnya hingga akhirnya mereka bisa mengejar tentara Romawi. Penunggang kuda itu lalu masuk ke barisan tentara Muslim untuk menyerang pasukan Romawi, dan berteriak hingga gemparlah suasana barisan mereka serta membangkitkan semangat tentara Muslim. Suara itu tidak lain berasal dari penunggang kuda yang ketika keluar dari barisan itu, tombaknya telah berlumuran darah. Dia telah berhasil membunuh beberapa orang dari pihak musuh. Penunggang kuda itu kemudian memberanikan diri untuk kedua kalinya dan menembus barisan musuh. Kaum Muslimin merasa sedih dan kasihan melihatnya, karena takut terjadi sesuatu yang buruk terhadapnya. Sementara orang-orang mengira bahwa penunggang kuda itu adalah Khalid bin Walid.

Rafi' bin Umairah bertanya kepada Khalid bin Walid, "Siapa penunggang kuda yang melaju di hadapanmu?" Dia telah mengerahkan jiwa dan tenaganya." Khalid menjawab, "Demi Allah, Aku juga kagum melihatnya."

Ketika orang-orang membicarakannya, penunggang kuda itu keluar seolah-olah dia adalah cahaya api yang menyambar. Setiap kali ada musuh yang mendekatinya, dia mengarahkan tombaknya kepada musuh itu, hingga akhirnya dia tiba di barisan kaum Muslimin, lalu mereka mengerumuninya. Mereka memberinya semangat agar dia mau memberitahukan namanya dan membuka penutup wajahnya. Khalid yang merupakan pemimpin kaum Muslimin memberikan semangat kepadanya. Namun tidak ada jawaban dari penunggang kuda itu. Ketika Khalid tetap bertanya kepadanya, dia menjawab, akan tetapi dia tidak membuka penutup wajahnya. Akhirnya penunggang kuda itu berkata, "Wahai komandan perang, aku tidak menampakkan diriku kepadamu tidak lain karena aku malu kepadamu, karena engkau adalah pemimpin besar, sedangkan aku adalah wanita pingitan. Adapun yang menyebabkan aku demikian, karena hatiku terbakar dan aku sakit hati." Khalid bertanya kepadanya, "Jadi siapakah dirimu?"

Penunggang kuda itu menjawab, "Aku adalah Khaulah binti Al-Azwar. Ketika aku bersama para perempuan dari kaumku, tiba-tiba ada yang datang kepada kami dan memberitahukan bahwa saudaraku ditawan. Maka aku pun menunggang kuda itu dan melakukan seperti apa yang engkau lihat."

Disna Khalid berteriak lantang di tengah tentara-tentaranya, mereka lalu berangkat dan mengajak Khaulah binti Al-Azwar untuk menyerang tentara Romawi. Ketika perang berlangsung, Khaulah berkeliling ke semua tempat untuk mencari kemana tentara Romawi membawa saudaranya. Namun dia tidak mendapatkan jejak maupun kabar tentang saudaranya tersebut. Dia akhirnya tetap ikut berjihad hngga akhirnya berhasil menyelamatkan saudaranya.

Menjadi Tawanan Perang
Khaulah binti Al-Azwar pernah menjadi tawanan dalam perang Shahura bersama para wanita muslimah lainnya. Dia menjadi pelopor dan mampu mengobarkan api perlawanan didalam hati mereka, sekalipun mereka tidak memiliki senjata apapun.

Ketika itu Khaulah berkata, "Ambillah tiang bendera dan kayu-kayu pasak, lalu kita pukulkan kepada penjahat itu, sehingga Allah memberi kia pertolongan atas mereka." Afra' binti Ghaffar berkata, "Demi Allah, apa yang kamu katakan kepada kami telah aku ingat tadi." Maka masing-masing dari wanita itu kemudian mengambil tiang tenda tempat mereka ditawan. Khaulah membawa tiang tenda itu dipundaknya dan diikuti oleh para wanita lainnya. Khaulah berkata kepada mereka, "Jangan sebagian dari kalian berpisah dengan sebagian yang lain. Jadilah seperti kelompok yang melingkar dan janganlah bercerai berai sehingga dapat menyebabkan kalian kalah, karena tombak dan pedang musuh juga dapat menyambar dan melumpuhkan kalian."

Khaulah kemudian menyerang diikuti oleh para wanita lainnya. Mereka berhasil membunuh banyak musuh hingga mereka selamat dari cengkraman tentara Romawi. Khaulah keluar dan berkata,
"Kami adalah anak-anak perempuan pengikut dan masih kemerah-merahan. Akan tetapi serangan kami terhadap musuh itu tidak dapat dipungkiri. Karena kami dalam perang itu seperti api yang menyala, dan pada hari itu kalian merasakan siksaan yang terbesar."
Perang itu telah dicatat oleh sejarah antara Arab dan Romawi. Dalam perang itu, Dhirar ditawan untuk yang kedua kalinya. Maka saudaranya, Khaulah bersedih atas peristiwa yang terjadi dan bertekad untuk membalas dendam kepada tentara Romawi. Khaulah binti Al-Azwar memecah kembali barisan musuh seraya mencari saudaranya. Namun dia tidak berhasil mendapatkannya. Dia lalu berteriak lantang, "Wahai saudaraku, saudari perempuanmu adalah tebusanmu."

Semangat kaum Muslimin kembali bangkit dan mereka mengepung Anthkiyah. Disanalah tentara Romawi membentengi diri bersama para tawanan perang. Dalam perang itu, kaum Muslimin menang dan berhasil membebaskan para tawanan setelah melalui perjuangan yang getir dan pahit. Dhirar kemudian kembali kepada saudarinya dan bergembira atas pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Khaulah binti Al-Azwar meninggal dunia pada masa pemerintahan Khalifah Ustman bin Affan radhiallahu'anhu.

Sumber: Buku 100 Kisah Kepahlawanan Wanita, karangan Imarah Muhammad Imarah, penerbit: Pustaka Al-Kautsar Jakarta.

Artikel: My Diary

Baca Juga:
- Syi'ah Aneh Tapi Nyata
- Kisah Cerdiknya Seorang Pemuda yang Ikhlas
- Zina adalah Hutang
- Berbagai Fitnah dan Terbunuhnya Utsman bin Affan radhiallahu'anhu
- Ketika Cinta Berbuah Surga
- Keutamaan Hari Jum'at
- "Madu" itu Pahit

Sabtu, 15 Februari 2014

Syi'ah Aneh tapi Nyata


Batas Urat (menurut syi'ah)
Karaki berkata, bila kamu menutup kemaluanmu maka benar-benar telah menutup aurat (Al Kaafi 6/501 Tahdzibul Ahkam 1/374), sedangkan pantat, yang dianggap aurat adalah lubang dubur, buka dua pantat, dan paha juga bukan termasuk aurat.

Shodiq As berkata, "paha tidak termasuk aurat", bahkan Imam AL Baqir As telah mengecat auratnya dan membalut lubang kemaluannya (Jamial Maqisid Lilkaraki 2/94, Al Mu'tabar karangan Al Hulli 1/222, Muntaha Tolab 1/39, Tahrirul Ahkam 1/202, semua karangan AL Hulli Madarikul Ahkam 3/191)

Abu Hasan Al Madhi: "bahwa aurat itu hanya ada dua, yaitu lubang depan dan lubang belakang, lubang belakang sudah ditutup oleh pantat, apabila kamu telah menutup keduanya maka berarti telah menutup aurat, karena selain itu bukan tempat najis, maka bukanlah aurat seperti betis." (Al Kaafi 6/51, Tahzibul Ahkam 1/374, Wasa'ilusyiah 1/365, Muntaha Tolab 4/269, Al Khilaf karangan tusi 1/396)

Dari Abu Abdullah As berkata, "paha tidak termasuk aurat." (Tahdhibul Ahkam 1/374, Wasa'ilusyiah jilid 1 hal 365)

Kotoran Para Imam Menyebabkan Masuk Surga
Kotoran dan air kencing para imam bukan sesuatu yang menjijikkan dan tidak berbau busuk, bahkan keduanya bagaikan misik yang semerbak. Barangsiapa yang meminum kencing, darah dan memakan kotoran mereka (para imam, red) maka haram masuk neraka dan wajib masuk surga. (Anwar Wilayat Liayatillah Al Akhun Mulla Zaenal Abidin Al Kalba Yakani: th 1419 hal 440)

Kentut dari Imam Bagaikan Bau Misik
Abu Jafar berkata, "ciri-ciri Imam ada 10:
- Dilahirkan sudah dalam keadaan berkhitan.
- Begitu menginjakkan kaki di bumi ia mengumandangkan dua kalimat syahadat.
- Tidak pernah junub.
- Matanya tidur, hatinya terbangun.
- Tidak pernah menguap.
- Melihat apa yang di belakangnya seperti melihat apa yang di depannya.
- Bau kentut dan kotorannya bagaikan misik.
(Al Kaaf 1/319, Kitabul Hujjah Bab Maulidul Aimmah)

Khumaini Memperbolehkan Menyodomi Istri-Istri
Dalam kitab Tahrirul Wasilah, halaman 241-masalah ke 11, Khumaini berkata: "pendapat yang kuat dan terkenal adalah diperbolehkan menyetubuhi istri lewat lubang belakang walaupun hal itu sangat dibenci, Rasulullah bersabda: terkutuklah orang yang menyetubuhi istrinya lewat belakang,"

Meminjam Istri
Diriwayatkan oleh Thusi dari Muhammad bin Abi Jafar berkata, "dihalalkan bagi saudaranya farji istri-istrinya. Ia berkata, boleh-boleh saja, boleh bagi temannya seperti boleh bagi suami terhadap istri-istri sendiri." (Kitabul Istibhsor 3/136)

Diperbolehkan Menyetubuhi Bayi
Khumaini berkata: "semua bentuk menikmati, seperti meraba dengan penuh syahwat, memeluk atau adu paha boleh, walaupun dengan bayi yang sedang menyusui." (Tharirul Wasilah 2/216)

Al Khui, ia memperbolehkan seorang laki-laki memegang-megang atau bermain dengan aurat laki-laki lain atau wanita bermain dengan alat kelamin wanita lain bila sebatas gurau atau canda, sebatas tidak menimbulkan syahwat. (Sirotunnajah fi Ajwibatil Istifta'at jilid 3)

(nasehat dari kami: HATI-HATI bergaul dengan para pengikut Khui yang suka bercanda, red)

Diperbolehkan Melihat Sesuatu yang Diharamkan dari Kaca
Mereka (syi'ah) memperbolehkan melihat kelamin banci mana yang lebih menonjol untuk kepentingan warisan. Mereka berkata, ia boleh melihat dengan kaca, yang dilihat adalah bayangan bukan kemaluannya. (Al Kaafi 7/158)

Muhammad Husein Fadhlullah Memperbolehkan Melihat Wanita-Wanita yang Sedang Telanjang
Fadhlullah berkata pada kitab Annikah juz 1 hal 66, seandainya wanita-wanita itu telah terbiasa keluar dengan pakaian renang, maka diperbolehkan melihatnya. Sama saja halnya melihat aurat yang dibuka sendiri oleh si perempuan, seperti di nude club atau kolam renang, pantai dan sebagainya.

Aku bertanya pada diriku sendiri, Agama apakah ini? Jika anda bertanya, Apakah boleh seorang laki-laki menyetubuhi seorang perempuan, lalu membiarkan perempuan itu pergi ke pelukan laki-laki lain hanya dengan sekedar mengucapkan beberapa kata tentang harga dan waktu atau tentang berapa kali atau kalimat "aku mut'ahkan diriku kepadamu" (matta'ruka nafsi) tanpa saksi atau wali? Tanpa perlu mempersoalkan apakah perempuan itu memiliki suami ataukah dia itu pelacur? Pasti akan dijawab berdasarkan pada sumber yang terkuat dan terpercaya, "boleh". Silahkan lihat kitab Al Kaafi jilid 5/540

Diperbolehkan mut'ah dan bercumbu dengan anak gadis bila sudah berumur 9 tahun (dalam riwayat lain 7 tahun) dengan syarat tidak memasukkan kemaluannya ke kemaluan anak perempuan itu, karena ditakutkan menjadi aib bagi keluarganya -karena sudah tidak perawan lagi- (Al Kaafi jilid 5 hal 462), bukan karena haram dan bukan karena tidak sesuai akhlak.

Setelah membaca ini, silahkan anda membayangkan masa depan akhlak dan perilaku anak perempuan yang dalam umur sekecil itu telah mendapat pengalaman sex dengan melihat alat kelamin laki-laki dan melihat gerakan-gerakan sex laki-laki, sedangkan laki-laki itu telah melaukan segalanya kecuali jima' (coitus). Menurut Syi'ah, jima' dimakruhkan bila dari depan saja, berarti diperbolehkan lewat belakang (anal sex).

Apa ada orang normal yang memperbolehkan seseorang berbuat demikian pada anak perempuannya atau saudaranya, bahkan pada seluruh anak perempuan? Coba bayangkan perasaan anda jika sekiranya hal ini terjadi pada nak perempuan Anda!! Anda hanya perlu membayangkan, tidak perlu lebih dari itu. Hal ini tidak dapat diterima oleh setan sekalipun, bagaimana dikatakan bahwa yang demikian itu adalah perkataan para Imam Ahlul Bait?

Allah Mengunjungi Kuburan Husein
Diriwayatkan oleh Kulaini dan lainnya, bahwa Abu Abdillah memarahi orang yang mengunjunginya, tapi tidak mau berziarah kekuburan Ali. Dia berkata, "kalau kami itu bukan orang Syi'ah, aku tidak pernah akan melihatmu. Mengapa kamu tidak berziarah ke makan yang diziarahi oleh Allah, malaikat dan para nabi?" (Al Kaafi 7/580, Tahzibul Ahkam 6/20, Wasa'ilusyiah 14/375, Biharul Anwar 25/361, Kamiluziyarot hal 38, Kitabul Mazar hal 19)

Mendengar hal ini, salah seorang sahabat Abu Abdillah berkata demikian, "demi Allah, saya berangan-angan seandainya saya menziarahi kubur Ali dan tidak pergi melaksanakan ibadah Haji." (Al Kaafi jilid 4/583)

Barangsiapa Haji Maka Telah Dikunjungi Allah
Barangsiapa telah haji lebih 50 kali, maka setiap hari jum'at dikunjungi oleh Allah. (Faqih man la Yahdhuruhul Faqih 2/217, Wasa'ilusyiah 11/127)

Meminta Pertolongan dari Para Nabi dan Malaikat dalam Sholat
Ucapkan pada akhir sujudmu, Ya Jibril, Ya Muhammad (diulang-ulang)!!, berikan saya kecukupan, sesungguhnya kalian berdua yang memberikan kecukupan dan jagalah saya dengan izin Allah, karena kalian berdua menjaga saya. (Al Kaafi 2/406)

Berlindung Pada Makhluk dan Berbuat Dengan Nama Makhluk
Riwayat Al Kulaini, dari Abu Abdillah ia berkata, aku berlindung pada Rasulullah dari kejelekan dan kebaikan yang kami ciptakan. (Al Kafi 2/391)

Dari Ali Jafar, ia berkata, bila seseorang sedng sakit, maka ucapkanlah (dengan nama Allah, dengan Allah, dengan utusan Allah). (Al Kafi 2/412)

Imamah Menurut Syi'ah/Rafidhah
Imamah adalah sebuah jabatan yang ditentukan dari Allah. Allah telah memilih seorang Nabi dan menentukannya, begitu juga Allah memilih seorang Imam dan mengangkatnya. (Ashlus Syiah wa Ushuluha hal 58)

Allah memilih Ali, akan tetapi Ali berkata, "tinggalkan saya dan cari selain saya, cukup aku menjadi wakil/pembantumu itu lebih baik daripada menjadi Imam/Khalifah." Allah memilih Hasan tapi Hasan menyerahkan kepemimpinan/Imamah pada musuh bebuyutan Syi'ah yaituh Muawiyah. Dengan itu maka Ali dan Hasan telah merontokkan prinsip Imamah dari pondasinya.

Sumber: inilah-bukti-kesesatan-syiah.blogspot.com

Artikel: My Diary

Baca Juga:
- Kisah Cerdiknya Seorang Pemuda yang Ikhlas
- Zina Adalah Hutang
- Boleh Jadi Aku Tidak Akan Bertemu Kalian Lagi
- Sebab Penamaan Syi'ah dengan Rafidhah
- Keutamaan Sholat Subuh
- Do'a Dapat Mengubah Takdir
- Dosa-Dosa yang sering Dianggap Suami Biasa Didalam Keluarga
- Astaghfirullah aladzim, Inilah Manusia yang Menghalalkan Zina
- Imam Syi'ah Muqtadha Ash-Shadr: Zina Bareng di Husainiyah Penuh Berkah