Senin, 24 November 2014

Ceramah Agama Islam: Wanita Mulia Penghuni Surga

Penceramah: Ustadz Aunur Rofiq ghufran. Lc

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 الدنيا متاع وخير متاعها المرأة الصالحة “
Dunia itu adalah keindahan dan kesenangan dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah wanita yang shalihah.” (HR Muslim)

 Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan wanita yang cantik, wanita yang muda/ tua, wanita yang hitam/ putih, tetapi beliau mengatakan “wanita yang shalihah“. Wanita yang shalihah adalah kunci kebahagiaan dalam satu keluarga, bahkan juga kunci kebahagiaan dalam suatu masyarakat.






Sumber: Youtube

Artikel: My Diary


Balasan Mengerikan Bagi Penghina Sahabat Nabi

Izzuddin Yusuf Al-Mushili mengisahkan:

Dulu kami punya teman, namanya Asy-Syams Ibnul Hasyisyi, dia biasa MENCELA sahabat Abu Bakar dan Umar -radhiallahu'anhuma- dan ia berlebihan dalam hal itu.

Maka kukatakan kepadanya; 'Ya Syams, sungguh buruk bila kamu mencela mereka, apalagi kamu sudah tua! Apa urusanmu dengan mereka, mereka sudah tiada sejak 700 tahun, dan Allah berfirman (yang artinya); "Itulah umat yang telah lalu."

Tapi jawaban dia; 'Demi Allah, demi Allah... Abu Bakar, Umar dan Utsman benar-benar di neraka.'

Dia mengatakan itu di depan khalayak ramai, sehingga berdiri bulu kudukku, maka kuangkat tanganku ke langit, dan kukatakan, "Ya Allah, Dzat Penakluk seluruh hamba-Nya, wahai Dzat yang tiada satupun yang samar bagi-Nya, aku memohon kepada-Mu... Bila 'ANJING' ini berada di atas kebenaran, maka turunkanlah kepadaku tanda kekuasaan-Mu. Sebaliknya, apabila dia zholim (dalam tindakannya), maka turunkanlah kepadanya SEKARANG JUGA sesuatu yang bisa menjadikan mereka tahu, bahwa dia dalam kebatilan."

Maka, dua matanya membengkak hingga hampir saja keluar, badannya menghitam hingga seperti aspal yang membengkak dan keluar dari kerongkongannya sesuatu yang dapat mematikan burung.

Lalu dia dibwa ke rumahnya, tapi tidak sampai 3 hari dia mati, dan tidak ada seorangpun yang bisa memandikannya, karena perubahan yang terjadi pada badan dan kedua matanya. Lalu dia dikuburkan -semoga Allah tidak merahmatinya-...

Kisah ini benar adanya, dan terjadi pada tahun 710 H.

[Kitab Dzail Tarikhil Islam, karya Imam As-Sakhowi Asy-Syafi'i (W 902 H), hal: 117]

Diterjemahkan oleh Ustadz Abu Abdillah Addariny, MA

Sumber: kisahmuslim,com 

Artikel: My Diary


Minggu, 23 November 2014

Wanita Yahudi Meracuni Rasulullah

Setelah Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam merasa tenang karena sudah bisa menaklukkan Khaibar, tiba-tiba muncul Zainab binti Al-Harits, istri Sallam bin Misykam di hadapan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam sambil menyodorkan daging domba yang sudah dipanggang.

Sebelumnya Zainab binti Al-Harits pernah menanyakan, bagian mana dari daging domba yang paling disukai Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Ada yang mengabarkan kepadanya bahwa beliau menyukai bagian paha. Maka dia menyusupkan racin lebih banyak ke bagian ini, lalu mengirimkannya.

Setelah mengirimkannya, beliau menggigit untuk satu kunyahan, namun kemudian memuntahkannya lagi dan tidak menelannya. Kemudian Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam memanggil Zainab binti Al-Harits. Setelah ditanya, dia mengakui perbuatannya.

"Apa yang mendorongmu berbuat seperti itu?" Tanya Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.

Dia menjawab; 'Aku pernah berkata sendiri, 'Kalau memang Muhammad seorang raja, maka aku ingin menghabisinya. Jika dia seorang Nabi tentu akan ada pemberitahuan kepadanya."

Setelah itu Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam meninggalkan wanita itu. Sementara saat itu Bisyr bin Al-Barra' bin Ma'rur yang juga mengambil daging tersebut, mengunyah dan menelannya, hingga dia meninggal karenanya.

Ada beberapa riwayat yang berbeda, apakah wanita itu dilepas begitu saja ataukah dibunuh. Namun kemudian banyak yang sepakat bahwa memang wanita itu dilepas pada awal mulanya. Tetapi setelah Bisyr meninggal gara-gara memakan daging itu, maka wanita tersebut dibunuh sebagai qishash.[1]

Anas bin Malik radhiallahu'anhu juga menceritakan:

أن امرأة يهودية أتت رسول الله صلى الله عليه وسلم بشاة مسمومة، فأكل منها، فجيء بها إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فسألها عن ذلك فقالت: أردت لأقتلك! قال: “ما كان الله ليسلطك على ذاك” أو قال: “عليّ”، قالوا: ألا نقتلها؟ قال: “لا”، قال أنس: فما زلت أعرفها في لهوات رسول الله صلى الله عليه وسلم (متفق عليه). 

"Bahwa ada seorang wanita Yahudi datang kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dengan membawa seekor kambing (bakar) yang telah diracuni. Kemudian Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam memakan sebagian darinya, lalu Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam mengutus seseorang untuk memanggil wanita (yang memberi kambing) itu dan wanita itu pun datang. Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam segera bertanya kepadanya tentang hal itu.
Wanita itu menjawab: 'Saya ingin membunuhmu.'
Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Allah tidak menguasakanmu untuk hal itu." atau "...atasku (yakni membunuhku-pent)."
Para sahabat bertanya; 'Perlukah kita membunuh wanita ini?'
"Jangan." jawab Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.
Anas radhiallahu'anhu berkata; 'Saya melihat bekas racun itu senantiasa berada dilangit-langit mulut Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam." (Muttafaq 'alaihi)

Maksudnya, bekas racun tersebut tetap ada hingga Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam wafat. Allahu'alam.[2]
_______________
footnote:
[1] Buku Sirah Nabawiyah, karangan; Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, penerbit: Pustaka Al-Kautsar Jakarta, hal: 456

Artikel: My Diary


Sabtu, 22 November 2014

Kesabaran dan Kepasrahan Ummu Sulaim

Setelah Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menikahkan Abu Thalhah dengan Ummu Sulaim dengan mahar keIslaman Abu Thalhah, mereka pun hidup dengan bahagia dan dikaruniai seorang anak yang menambah kebahagiaan mereka. Anak itu kemudian dinamai Abu Umair. Dia tumbuh menjadi anak yang manis dan memberi kebahagiaan kepada kedua orangtuanya. Dia diberi seekor burung agar bisa bermain dan bercanda dengan burung itu. Hingga Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam pernah datang dan berkata kepadanya; "Hai Abu Umair, apa yang sedang dilakukan oleh Nughair (sebutan untuk burung itu)?"

Namun Allah Subhanahu waTa'ala Maha Berkehendak untuk menguji keduanya (Ummu Sulaim dan Abu Thalhah radhiallahu'anhuma) dengan bayi yang manis ini. Sang anak jatuh sakit, dan kian hari sakitnya semakin parah.

Suatu saat, Abu Thalhah pergi dan pada waktu itu meninggalkan anak mereka. Ummu Sulaim menghadapi kematian sang anak dengan penuh kesabaran dan kerelaan hati atas ketetapan Allah Subhanahu waTa'ala. Maka dia berkata: 'Alhamdulillah, Inna lillahi wainna ilaihi roji'un (Segala puji bagi Allah. Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami pasti akan kembali kepada-Nya).'

Tentang hal ini Anas bin Malik radhiallahu'anhu menceritakan kisah tersebut dengan lengkap.

Dari Anas bin Malik radhiallahu'anhu dia berkata; 'Putra Abu Thalhah dari Ummu Sulaim meninggal dunia, Ummu Sulaim lalu berkata kepada keluarganya; 'Jangan kalian ceritakan kepada Abu Thalhah tentang anaknya sampai aku sendiri yang memberitahunya.'

Abu Thalhah pun datang. Maka Ummu Sulaim menyiapkan untuknya makan malam, Abu Thalhah pun makan dan minum. Kemudian Ummu Sulaim berhias untuknya dengan riasan yang sangat cantik yang belum pernah dilakukannya sebelumnya. Maka Abu Thalhah pun berjima' dengan Ummu Sulaim.

Setelah Ummu Sulaim melihat Abu Thalhah telah kenyang dan telah berjima' dengannya, dia berkata; 'Wahai Abu Thalhah, menurutmu kalau suatu kaum meminjamkan ke keluargamu suatu pinjaman lalu mereka memintanya kembali, apakah mereka boleh menolak untuk mengembalikannya?'
Jawab Abu Thalhah; 'Tidak.'
Ummu Sulaim berkata; 'Kalau begitu ikhlaskanlah putramu.'

Anas berkata; 'Abu Thalhah pun marah dan berkata; 'Engkau membiarkanku bersenang-senang dengan bersetubuh denganmu, lalu baru kau beritahu keadaan anakku.' Abu Thalhah pun keluar dan menemui Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Dia menceritakan yang telah terjadi. Maka Nabi berkata; "Semoga Allah memberkahi kalian berdua atas apa yang terjadi pada malam kalian berdua."

Anas berkata; 'Ummu Sulaim pun hamil lagi.'

Anas berkata; 'Waktu itu Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam sedang berada dalam perjalanan, sementara Ummu Sulaim ikut bersama beliau. Apabila Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam kembali ke Madinah setelah melakukan perjalanan, beliau tidak akan langsung masuk menemui istrinya malam hari (kecuali setelah memberitahu mereka. Maka beliau akan singgah terlebih dahulu di Masjid dan shalat dua rakaat. Ini adalah bagian dari adab agar sang istri bersiap-siap terlebih dahulu untuk menyambut sang suami). Maka ketika telah dekat ke Madinah, Ummu Sulaim merasakan sakit ingin melahirkan, sehingga Abu Thalhah pun bertahan untuk menjaganya sementara Rasulullah shallallahu'alahi wasallam melanjutkan perjalanan.'

Anas berkata; 'Abu Thalhah berkata, 'Engkau Maha Tahu ya Allah, bahwa aku lebih suka keluar bersama rasul-Mu ketika dia keluar dan masuk bersamanya ketika dia masuk. Sedangkan saat ini aku harus bertahan sebagaimana Engkau ketahui.' Ummu berkata; 'Wahai Abu Thalhah, sakit yang aku rasakan tadi telah hilang. Mari kita lanjutkan perjalanan.' Kami pun melanjutkan perjalanan.

Anas berkata; 'Ummu Sulaim kembali merasakan sakit dan melahirkan ketka kami telah sampai ke Madinah. Maka tak lama kemudian Ummu Sulaim pun melahirkan seorang putra. Ibuku berkata kepadaku; 'Hai Anas, jagalah anak ini, jangan sampai ada yang menyusuinya sampai engkau bawa dia kepada Nabi shallallahu'alaihi wasallam.''

Ketika pagi menjelang, aku pun membawanya kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Tiba-tiba aku bertemu dengan beliau di jalan, beliau sedang berjalan bersama Maisam. Ketika keduanya melihatku, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam berkata; "Nampaknya Ummu Sulaim telah melahirkan." Jawabku; 'Ya.' Maka Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam pun menurunkan Maisam. Lalu aku ikut dengan beliau hingga sampai ke rumahnya, dan meletakkan anak Ummu Sulaim di kamar beliau. Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam lalu meminta beberapa biji kurma ajwah (kurma terbaik Madinah). Lalu beliau mengunyah sedikit bagian kurma itu sampai lunak, kemudian disuapkan pada sang bayi (ditahnikkan), sehingga sang bayi mengemutnya. Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam berkata; "Lihat, bagaimana orang Anshar sangat menyukai kurma." Anas berkata; 'Rasullah shallallahu'alaihi wasallam lalu mengusap wajah sang bayi dan menamainya Abdullah.' [1]

Seorang anak laki-laki dari Anshar berkata; 'Setahuku keduanya memiliki anak sembilan orang anak, semuanya hafal Al-Qur'an.' [2]

Sungguh merupakan keturunan yang diberkahi, sungguh merupakan pahala yang besar di dunia bagi orang yang bersabar atas musibah yang menimpanya. Di tambah lagi dengan kebaikan yang menunggunya di surga nanti, sebuah tempat yang tidak pernah dilihat oleh mata, tak pernah didengar oleh telinga, dan tak pernah terlintas dalam pikiran seorang manusia pun. [3]

__________________________
footnote:
[1] Diriwayatkan oleh Muslim (2144) dari Anas radhiallahu'anhu

[2] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (3/269) dalam kitab Al-Janaaiz dan Muslim (14/124-125)

[3] Ashaabur Rasul, karya Syaikh Muhammad Hassan (1/458-459)

Sumber: Buku Wanita Pilihan di Zaman Rasulullah, karangan: Syaikh Muhammad Hassan, penerbit: Pustaka As-Sunnah, hal: 503-505

Artikel: My Diary


Ummu Sulaim, Maharnya adalah Islam

Siapa yang belum mengenal Ummu Sulaim?

Ummu Sulaim adalah seorang perempuan di zaman Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, yang Allah Ta'ala berikan ilmu, kefaqihan, keikhlasan, kejernihan hati, kemuliaan, dan keberanian.

Dialah perempuan yang hatinya dirasuki oleh keimanan sejak saat-saat awal dia mendengar Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.
Dia adalah perempuan yang berdiri membela Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan lebur bersama pasukan kaum muslimin di medan pertempuran.
Dia adalah perempuan yang khusyu', sabar, berhati mulia, dan salah satu perawi yang memiliki kedudukan mulia.
Dialah yang dilihat oleh Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam di surga.
Dia adalah Ummu Sulaim radhiallahu'anha, perempuan yang disebut oleh Abu Naim: 'Ummu Sulaim, perempuan yang tunduk kepada hukum Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan ikut memikul senjata dalam berbagai pertempuran/peperangan.'

Perempuan istimewa ini bernama Ummu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub Al-Anshariyah. Dia adalah ibu dari Anas bin Malik radhiallahu'anhu, pelayan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang nama aslinya, ada yang menyebut Sahlah, Rumailah, Rusmaishah, Malikah, Ghumaisha' dan Rumaisha'

Kali ini, kita tidak bercerita tentang bagaimana beraninya Ummu Sulaim di medan pertempuran. Kali ini, kita bercerita tentang cinta Abu Thalhah kepada Ummu Sulaim yang penuh dengan keimanan kepada Rabbnya. Kisah cinta yang sangat menyentuh jiwa.

Maharnya adalah Islam

Kisah bermula dari orang-orang di Madinah senantiasa membicarakan Anas dan ibunya dengan penuh takjub dan penghormatan. Hal tersebut sampai ke telinga Abu Thalhah, sehingga muncul perasaan suka dalam hatinya. Maka Abu Thalhah pun datang melamar Ummu Sulaim dan menawarkan kepadanya mahar yang mahal. Namun Abu Thalhah terkejut ketika ternyata Ummu Sulaim menolaknya dengan penuh hormat dan berkata; 'Aku tidak mungkin menikah dengan seorang musyrik. Tidakkah engkau tahu, wahai Abu Thalhah, tuhan-tuhan kalian itu dibuat oleh budak keluarga kalian. Jika kalian menyulut api, pasti akan terbakar.'[1]

Abu Thalhah pun merasa hatinya begitu sempit. Maka dia pun pergi dan hampir tidak mempercayai apa yang dilihat dan didengarnya. Akan tetapi cintanya yang tulus membuatnya kembali pada keesokan harinya dengan membawa mahar yang lebih banyak, berharap Ummu Sulaim akan melunak dan menerimanya.

Akan tetapi Ummu Sulaim sang da'iyah dan cerdas, yang menyaksikan dunia datang silih berganti di depan matanya, baik harta, kedudukan, dan pemuda, merasakan bahwa benteng keislaman dalam hatinya jauh lebih kuat dari seluruh kenikmatan duniawi.  Maka dia pun berkata dengan penuh santun; 'Orang seperti dirimu tidak layak ditolak, wahai Abu Thalhah, akan tetapi engkau adalah orang kafir sementara aku perempuan muslimah, aku tidak boleh menikah denganmu.'
Abu Thalhah berkata; 'Ini mahar untukmu.' 
Ummu Sulaim bertanya, 'Apa mahar-ku?'
Abu Thalhah menjawab, 'Emas dan perak,'
Ummu Sulaim berkata, 'Aku tidak menginginkan emas dan perak, aku hanya ingin ke-Islaman-mu.'
Abu Thalhah bertanya, 'Siapa yang harus ku temui untuk itu?'
Jawab Ummu Sulaim, 'Temui Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.'

Maka Abu Thalhah pun pergi menemui Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam yang kala itu sedang duduk bersama para sahabatnya. Ketika Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam melihat kedatangan Abu Thalhah, beliau berkata kepada para sahabatnya, "Abu Thalhah datang kepada kalian, di matanya terdapat semangat keIslamana." Abu Thalhah pun datang dan menceritakan apa yang dikatakan Ummu Sulaim kepadanya. Maka Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam pun menikahkannya dengan Ummu Sulaim dengan mahar keIslamannya.

Dalam riwayat lain disebutkan: 'Orang seperti tidak pantas ditolak, wahai Abu Thalhah, akan tetapi engkau adalah orang kafir sementara aku perempuan muslimah, aku tidak boleh menikah denganmu. Jika engkau masuk Islam, itulah maharku dan aku tidak akan meminta yang lain darimu.'[2]

Kata-kata tersebut merasuk ke dalam hati Abu Thalhah dan memenuhi rongga tubuhnya. Ummu Sulaim telah benar-benar mencuri hatinya. Dia bukanlah perempuan yang mudah tergoda oleh bujuk rayu, akan tetapi dia adalah perempuan yang cerdas yang amat mengerti kedudukannya. Apakah Abu Thalhah akan menemukan perempuan yang lebih baik dari dirinya untuk menjadi istrinya dan ibu dari anak-anaknya?

Tanpa terasa, dia selalu mengulang-ulang; 'Aku telah sama denganmu, aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.'

Ummu Sulaim lalu berkata kepada Anas dengan hati yang gembira karena Allah Subhanahu waTa'ala telah menurunkan hidayah kepada Abu Thalhah lewat tangannya. 'Bangunlah, hai Anas, nikahkan Abu Thalhah.' Maka Anas pun menikahkan Abu Thalhah dengan ibunya dengan mahar keIslaman Abu Thalhah.

Tsabit meriwayatkan perkataan dari Anas; 'Aku tidak pernah mendengar ada perempuan yang mendapat mahar yang lebih mulia dari pada Ummu Sulaim. Maharnya adalah Islam.'[3]

Ummu Sulaim adalah contoh istri yang shalihah, dia menunaikan hak suami dengan sebaik-baiknya, disamping dia juga contoh ibu yang penyayang, pendidik hebat dan da'iyah.

Dilain waktu kita akan bercerita tentang bagaimana lembut dan cerdiknya Ummu Sulaim menghibur suaminya (Abu Thalhah) ketika anak mereka meninggal dan bagaimana mereka sangat mengutamakan tamu.

_________________________
footnote:
[1] Lihat At-Thabaqaat, Ibnu Sa'ad, (8/312) dan yang sepertiitu di Al-Ishabah. Ibnu Hajar, (8/243). Begitu juga di Al-Hiyah, (2/59) dan sanadnya shahih.

[2] Diriwayatkan oleh Nasa'i, (6/114) dengan sanad yang shahih. Hadits ini memiliki banyak periwayatan. Lihat Al-Ishabah, (8/243)

[3] Diriwayatkan oleh Nasa'i dalam kitab Sunan (6/114) dengan sanad shahih.

Sumber: Buku Wanita di Zaman Rasulullah, karangan: Syaikh Muhammad Hassan, penerbit: Pustaka As-Sunnah, hal: 496-498.

Artikel My Diary


Jumat, 21 November 2014

Hari Terakhir dari Kehidupan Rasulullah

Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa tatkala orang-orang Muslim sedang melaksanakan shalat subuh pada hari senin, sementara Abu Bakar menjadi imam, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam yang sedang sakit keras tidak menampakkan diri kepada mereka. Beliau hanya menyibak tabir kamar Aisyah dan memandangi mereka yang sedang berbaris dalam shaf-shaf shalat. Kemudian Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam tersenyum. Abu Bakar mundur ke belakang hendak berdiri sejajar dengan shaf, karena ia mengira Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam akan keluar untuk sholat dan menjadi imam. Anas menuturkan, orang-orang Muslim bermaksud hendak menghentikan shalat karena merasa gembira dengan keadaan Rasulullah. Namun beliau memberi isyarat dengan tangan agar mereka menyelesaikan shalat. Kemudian beliau masuk ke bilik dan menurunkan tabir.

Setelah itu Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam tidak mendapatkan waktu shalat berikutnya.

Waktu dhuha semakin menanjak, Nabi shallallahu'alaihi wasallam memanggil putrinya, Fathimah. Lalu beliau membisikkan sesuatu kepadanya hingga dia menangis. Kemudian beliau mendoakan Fathimah. Setelah itu beliau membisikkan sesuatu kepadanya hingga dia tersenyum.

Di kemudian hari kami menanyakan kejadian ini kepada Fathimah. Dia menjawab, 'Nabi shallallahu'alaihi wasallam membisiki aku bahwa beliau akan meninggal dunia, lalu aku pun menangis. Kemudian beliau membisiki aku lagi, berisi kabar gembira bahwa akulah anggota keluarga beliau yang pertama kali akan menyusul beliau. Maka aku pun tersenyum.'

Nabi shallallahu'alaihi wasallam juga mengabarkan kepada Fathimah bahwa dia adalah pemimpin wanita semesta alam.

Fathimah bisa melihat penderitaan yang amat berat pada diri Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Maka dia berkata, 'Alangkah menderitanya engkau wahai ayah!'

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menjawab, "Tidak ada penderitaan atas ayahmu setelah hari ini."

Kemudian beliau memanggil Hasan dan Husain lalu memeluk keduanya dan memberi nasehat yang baik-baik. Beliau juga memanggil para istri beliau, memberi nasehat dan peringatan kepada mereka.

Rasa sakit beliau semakin bertambah berat. Ditambah lagi pengaruh racun yang disusupkan dalam daging oleh wanita Yahudi yang beliau makan sewaktu di Khaibar (Perang Khaibar), hingga beliau bersabda, "Wahai Aisyah, aku masih merasakan sakit karena makanan yang sempat ku cicipi di Khaibar. Inilah bagiku untuk merasakan bagaimana terputusnya nadiku karena racun tersebut."
(HR. Bukhari secara mu'allaq)

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam juga memberikan nasehat kepada orang-orang. "Shalat, shalat dan budak-budak yang kalian miliki." Beliau menyampaikan wasiat ini hingga beberapa kali, maksudnya perintah untuk memperhatikan dua hal ini.

Detik-detik terakhir

Tibalah detik-detik terakhir dari hidup Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Aisyah menarik tubuh beliau ke pangkuannya. Tentang hal ini Aisyah pernah berkata, 'Sesungguhnya di antara nikmat Allah yang dilimpahkan kepadaku, bahwa Rasulullah shallallah'alaihi wasallam meninggal dunia di rumahku, pada hari giliranku, berada dalam rangkuhan dadaku, bahwa Allah meyatukan antara ludahku dan ludah beliau saat wafat.'

Abdurrahman bin Abu Bakar (kakak laki-laki Aisyah) masuk sambil memegang siwak. Saat itu aku merengkuh tubuh beliau. Kulihat beliau melirik ke siwak di tangan Abdurrahman. Karena aku tahu beliau amat suka kepada siwak, maka aku bertanya, 'Apakah aku boleh mengambil siwak itu untuk engkau?'

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam mengiyakan dengan isyarat kepala. Maka aku menggosok dengan pelan-pelan sekali. Di dekat tangan beliau saat itu ada bejana berisi air. Beliau mencelupkan kedua tangan ke dalam air lalu mengusapkannya ke wajah, sambil bersabda, "Tiada Illah selain Allah. Sesungguhnya kematian itu ada sekaratnya."

Seusai bersiwak, beliau mengangkat tangan atau jari-jarinya, mengarahkan pandangan ke arah langit-langit rumah dan kedua bibir beliau bergerak-gerak. Aisyah masih sempat mendengar sabda beliau pada saat-saat itu, "Bersama orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka dari para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin. Ya Allah, ampunilah dosaku dan rahmatilah aku. Pertemukanlah aku dengan Kekasih yang Maha Tinggi ya Allah, Kekasih yang Maha Tinggi."

Kalimat yang terakhir ini diulang sampai tiga kali dan disusul dengan tangan beliau yang melemah. Inna Lillahi wa inna ilaihi raji'un. Beliau telah berpulang kepada kekasih yang Maha Tinggi.

Hal ini terjadi selagi waktu dhuha sudah terasa panas, pada hari senin tanggal 12 Rabi'ul Awal 11 H, dalam usia 63 tahun lebih empat hari.

Para Sahabat Dirundung Kesedihan

Kabar kesedihan langsung menyebar. Seluruh pelosok Madinah seakan berubah menjadi muram. Anas menuturkan, 'Aku tidak pernah melihat suatu hari yang lebih baik selain dari hari saat Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam masuk ke tempat kami, dan tidak kulihat hari yang lebih buruk dan lebih muram selain dari saat Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam meninggal dunia."

Setelah Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam wafat, Fathimah berkata, 'Wahai ayah, Rabb telah memenuhi doamu. Wahai ayah, surga firdaus tempat kembalimu. Wahai ayah, kepada Jibril kami mengabarkan wafatmu.'[1]

______________
foot note:
[1] Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 2\655

Sumber: Sirah Nabawiyah, karangan: Syeikh Syafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Penerbit: Pustaka Al-Kautsar Jakarta, hal: 573-575

Artikel: My Diary


Selasa, 11 November 2014

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Tidak Mengharamkan yang Halal


Ada diantara kita yang bertanya, mengapa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak memboleh Fathimah dipoligami?

Ketahuilah wahai saudara/i ku, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah mengharamkan yang halal. Kenapa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menolak putrinya, Fathimah di poligami oleh Ali? Inilah alasannya.

Pada suatu hari Ali bin Abi Thalib radhiallahu'anhu meminang putri Abu Jahal. Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengetahui hal itu, beliau marah besar.

Diriwayatkan dari Miswar bin Makhramah radhiallahu'anhu, dia pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda dari atas mimbar:

"Sesungguhnya keluarga Bani Hasyim bin Mughirah meminta restu kalau mereka akan menikahkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib. Tentu saja aku tidak merestui. aku  tidak merestui, sekali lagi aku tidak merestui kecuali jika Ali bin Abi Thalib berkenan menceraikan putriku terlebih dahulu, kemudian menikahi putri mereka tersebut. Karena putriku adalah bagian dari diriku, apa yang mengganggunya akan menggangguku dan apa yang menyakitinya akan menyakitiku."[1]

Dalam riwayat lain yang dikeluarkan oleh Muslim disebutkan:
"Aku bukannya ingin mengharamkan yang halal dan tidak juga menghalalkan yang haram. Demi Allah, putri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak akan berkumpul dalam satu tempat dengan putri musuh Allah selamanya."

Disebutkan juga dalam riwayat lain yang dikeluarkan oleh Muslim;
'Dari Miswar bin Makhramah, 'Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib radhiallahu'anhu meminang putri Abu Jahal. Waktu itu dia telah menikah dengan Fathimah radhiallahu'anha. Ketika Fathimah mendengar hal itu, dia pun mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata kepada beliau, 'Orang-orang mengatakan bahwa engkau tidak marah untuk membela putri-putrimu. Kali ini Ali bermaksud menikahi putri Abu Jahal.''

Miswar berkata; 'Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun langsung bangun. Aku mendengarnya mengucapkan syahadat. Lalu beliau bersabda;
"Amma ba'du, aku nikahkan Abu Al-Ash bin Ar-Rabi'. Dia lalu menceritakan kepadaku dan membenarkanku. Sesungguhnya Fathimah adalah putri Muhammad, darah dagingku. Aku tidak suka kalau mereka menyakitinya. Dia, demi Allah, putri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam tidak akan berkumpul di bawah seorang laki-laki dengan putri musuh Allah Selamanya."

Miswar berkata; 'Ali pun membatalkan pinangannya.[2]

Jadi, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengharamkan poligami.
Beliau tidak ingin kalau putri dari musuh Allah menjadi bagian dalam keluarganya.
_______________
footnote:
[1] Diriwayatkan oleh Muslim (94) (2449) dalam kitab Min Fadhaa'il as-Shahabah, bab Keutamaan Fathimah binti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
[2] Imam An-Nawawi berkata; 'Mengenai hadits ini, para ulama mengatakan bahwa haram hukumnya menyakiti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalla ketika masih hidup dengan cara apapun yang dapat menyebabkan beliau tersakiti meskipun hukum asal perbuatan itu mubah.' Namun pendapat ini dibantah oleh ulama yang lain. Mereka berpendapat bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah memberitahukan bahwa Ali boleh saja menikah dengan putri Abu Jahal dengan sabdanya; "Aku tidak mengharamkan yang halal." Akan tetapi beliau melarang untuk mengumpulkan keduanya karena dua sebab yang tercantum dalam hadits tersebut, Pertama: perbuatan itu akan menyakiti Fathimah dan akan membuat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun tersakiti, sehingga celakalah orang yang menyakiti beliau. Maka beliau melarang hal itu karena beliau sangat menyayangi Ali dan Fathimah. Kedua: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam khawatir akan terjadi fitnah atas diri Fathimah disebabkan oleh rasa cemburu. (Muslim bisyarhi Imam An-Nawawi, 16/4)

Sumber: Buku Wanita Pilihan di Zaman Rasulullah, karangan: Syaikh Muhammad Hasan, Terbitan: Pustaka As-Sunnah, hal: 419-420

Artikel: My Diary


BANGUN, HAI ABU THURAB (BAPAKNYA ABU)


Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam sangat menyayangi Ali bin Abi Thalib dan Fathimah radhiallahu'anhuma. Sehingga pada suatu hari Rasulullah mendo'akan Ali, Fathimah, Hasan dan Husain.

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam berseru, "Ya Allah, mereka adalah keluargaku."[1] Dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau berdo'a, "Ya Allah, mereka adalah keluargaku, hilangkanlah dari mereka kotoran dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya."[2]

Pada suatu hari terjadi pertengkaran ringan antara Ali dan Fathimah sebagaimana biasa terjadi pada pada pasangan suami istri. Ali pun marah dan pergi meninggalkan rumah menuju masjid. Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam pun menyelesaikan persoalan mereka dengan penuh kebijaksanaan dan kasih sayang.

Berikut kisahnya;

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam mendatangi rumah Fathimah dan tidak menjumpai Ali di dalamnya. Beliau lalu bertanya kepada Fathimah, "Di mana putra pamanmu?" Fathimah menjawab, 'Telah terjadi sesuatu antara aku dan dia lalu memarahiku dan keluar sehingga tidak tidur siang di sini.' Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam berkata kepada seorang sahabat, "Carilah di mana dia!" Kemudian sahabat itu kembali dan berkata, 'Wahai Rasulullah, Ali sedang tidur di dalam masjid.' Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam lalu pergi ke masjid untuk menemuinya, sementara Ali tengah berbaring dengan sorban yang terjatuh dari sisinya sehingga badannya dipenuhi debu. Kemudian Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam membersihkan debu darinya seraya berkata, "Bangun, hai Abu Thurab! Bangun, hai Abu Thurab."[3]

Dengan sentuhan lembut dari Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan ucapan beliau yang halus, Ali pun melupakan segala sesuatu yang terjadi antara dia dan Fathimah.
_______________
footnote:
[1] Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Al-Baihaqi, dishahihkan oleh Al-Albani dalam kitab Al-Irwa' (6/206)
[2] Diriwayatkan oleh Muslim, (32) (2404) dalam kitab Min Fadhaa'il as-Shahabah
[3] Diriwayatkan oleh Muslim, (38) (2409) dalam kitab Min Fadhaa'il as-Shahabah

Sumber: Buku Wanita Pilihan di Zaman Rasulullah, Karangan: Syaikh Muhammad Hasan, Bab: Fathimah binti Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, hal: 418-419, Terbitan: Pustaka As-Sunnah

Artikel: My Diary