Tidak ada yang bisa membalas jasa kedua orangtua. Bahkan bila kita mengumpulkan harta didunia ini dan mempersembahkan kepada kedua orangtua kita, itu belum cukup untuk membalas jasa mereka yang telah merawat dan mendidik kita dari kecil bahkan hingga kita menghembuskan nafas terakhir.
Sepanjang waktu dan sepanjang usia kedua orangtua, mereka tidak pernah lupa untuk selalu memberikan yang terbaik yang mereka mampu dan tak pernah sedikitpun melupakan untuk selalu membahagiakan kita. Alangkah tidak berbaktinya bila kita tidak ingat akan semua kasih sayang mereka, bersikap acuh, dan tidak berbakti kepada mereka.
Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:Seseorang
datang menghadap Rasulullah saw. dan bertanya: Siapakah manusia yang
paling berhak untuk aku pergauli dengan baik? Rasulullah saw. menjawab:
Ibumu. Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah saw. menjawab:
Kemudian ibumu. Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah saw.
menjawab: Kemudian ibumu. Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah
saw. menjawab lagi: Kemudian ayahmu. (Shahih Muslim No.4621)
Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra., ia berkata:Seseorang
datang menghadap Nabi saw. memohon izin untuk ikut berperang. Nabi saw.
bertanya: Apakah kedua orang tuamu masih hidup? Orang itu menjawab:
Ya. Nabi saw. bersabda: Maka kepada keduanyalah kamu berperang (dengan
berbakti kepada mereka). (Shahih Muslim No.4623)
Bahkan berbakti kepada orangtua lebih utama daripada sholat sunat dan perkara sunat lainnya.
Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Seorang yang
bernama Juraij sedang salat di sebuah tempat peribadatan, lalu
datanglah ibunya memanggil. (Kata Humaid: Abu Rafi` pernah menerangkan
kepadaku bagaimana Abu Hurairah ra. menirukan gaya ibu Juraij memanggil
anaknya itu, sebagaimana yang dia dapatkan dari Rasulullah saw. yaitu
dengan meletakkan tapak tangan di atas alis matanya dan mengangkat
kepala ke arah Juraij untuk menyapa.) Lalu ibunya berkata: Hai Juraij,
aku ibumu, bicaralah denganku! Kebetulan perempuan itu mendapati
anaknya sedang melaksanakan salat. Saat itu Juraij berkata kepada diri
sendiri di tengah keraguan: Ya Tuhan! Ibuku ataukah salatku. Kemudian
Juraij memilih meneruskan salatnya. Maka pulanglah perempuan tersebut.
Tidak berapa lama perempuan itu kembali lagi untuk yang kedua kali. Ia
memanggil: Hai Juraij, aku ibumu, bicaralah denganku! Kembali Juraij
bertanya kepada dirinya sendiri: Ya Tuhan! Ibuku atau salatku.
Lagi-lagi dia lebih memilih meneruskan salatnya. Karena kecewa,
akhirnya perempuan itu berkata: Ya Tuhan! Sesungguhnya Juraij ini adalah
anakku, aku sudah memanggilnya berulang kali, namun ternyata dia
enggan menjawabku. Ya Tuhan! Janganlah engkau mematikan dia sebelum
Engkau perlihatkan kepadanya perempuan-perempuan pelacur. Dia berkata:
Seandainya wanita itu memohon bencana fitnah atas diri Juraij niscaya
ia akan mendapat fitnah. Suatu hari seorang penggembala kambing
berteduh di tempat peribadatan Juraij. Tiba-tiba muncullah seorang
perempuan dari sebuah desa kemudian berzinalah penggembala kambing itu
dengannya, sehingga hamil dan melahirkan seorang anak lelaki. Ketika
ditanya oleh orang-orang: Anak dari siapakah ini? Perempuan itu
menjawab: Anak penghuni tempat peribadatan ini. Orang-orang lalu
berbondong-bondong mendatangi Juraij. Mereka membawa kapak dan linggis.
Mereka berteriak-teriak memanggil Juraij dan kebetulan mereka menemukan
Juraij di tengah salat. Tentu saja Juraij tidak menjawab panggilan
mereka. Akhirnya mulailah mereka merobohkan tempat ibadahnya. Melihat
hal itu Juraij keluar menemui mereka. Mereka bertanya kepada Juraij:
Tanyakan kepada perempuan ini! Juraij tersenyum kemudian mengusap
kepala anak tersebut dan bertanya: Siapakah bapakmu? Anak itu tiba-tiba
menjawab: Bapakku adalah si penggembala kambing. Mendengar jawaban
anak bayi tersebut, mereka segera berkata: Kami akan membangun kembali
tempat ibadahmu yang telah kami robohkan ini dengan emas dan perak.
Juraij berkata: Tidak usah. Buatlah seperti semula dari tanah. Kemudian
Juraij meninggalkannya. (Shahih Muslim No.4625)
Bagi yang belum pernah merasakan nikmat dan indahnya berbakti kepada orang tua
Bagi yang belum maksimal berbakti kepada mereka
Ketauhilah…bahwa ternyata dalam usaha untuk
melaksanakan bakti terdapat seni!
Seni bagaimana bertutur kata yang baik…mencari
kata-kata yang tidak menyakiti orang tua.
Seni bagaimana membuat orang tua selalu tersenyum
bahkan kalau bisa tertawa riang gembira.
Seni bagaimana menahan rasa ingin makanan dan
minuman yang tersedia karena dikira orang tua juga menginginkannya.
Seni bagaimana berusaha mencari makanan dan
minuman yang diinginkan oleh orang tua, meskipun terkadang harus kepanasan,
kehujanan.
Seni bagaimana lebih mendahulukan mereka
dibandingkan anak dan istri tanpa menelantarkan anak dan istri.
Seni bagaimana menjaga perasaan orang tua.
Seni bagaimana bersikap tawadhu’ di depan orang
tua.
Seni ketika menafkahi orang tua, bagaimana kita
harus lebih beriman kepada janji Allah Ta’ala dalam hal memberikan nafkah,
meskipun terkadang kita dalam keadaan sulit dan kepepet.
Seni bagaimana agar orang tua tidak malu menerima
pemberian kita, anaknya.
Dari sinilah akhirnya, semoga kita lebih
memahami:
1- Kenapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyuruh seseorang lebih mendahulukan berbakti kepada orang tuanya dibandingkan
berjihad ( sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhari)
عن عَبْدَ اللَّهِ بْنَ
عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ ( جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَأْذَنَهُ فِي الْجِهَادِ فَقَالَ أَحَيٌّ
وَالِدَاكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ
).
Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu
‘anhuma berkata; “Pernah seseorang mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam lalu ia minta izin untuk berjihad, Lalu Beliau bertanya: “Apakah kedua
orang tua masih hidup?” Orang itu menjawab:”Iya”. Beliau bersabda: “Berjihadlah
dalam mengurus keduanya.” (HR. Bukahri)
2-
Kenapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seseorang
untuk tetap diam bersama ibunya, karena pada kedua kaki ibunya terdapat surga.
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ
جَاهِمَةَ، أَنَّ جَاهِمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنِّي أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ فَجِئْتُ أَسْتَشِيرُكَ. قَالَ: «أَلَكَ وَالِدَةٌ؟» قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «اذْهَبْ فَالْزَمْهَا، فَإِنَّ الْجَنَّةَ عِنْدَ رِجْلَيْهَا» هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ
وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ.
Artinya: “Mu’awiyah bin Jahimah meriwayatkan
bahwa Jhimah radhiyallahu ‘anhu pernah mendatangi Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam, ia berkata: “Sungguh aku ingin berperang, dan aku datang
meminta petunjuk kepada engkau?”, beliau bersabda: “Apakah kamu memiliki ibu?”,
ia menjawab: “Iya”, beliau bersabda: “Pergilah dan tinggallah bersamanya,
karena sesungguhnya surga pada kedua kakinya.” (HR. Al Hakim, beliau
berkata: “ Hadits ini adalah yang shahih sanadnya dan belum disebutkan oleh
kedua imam (Yaitu Imam Bukhari dan Muslim).
3-
Kenapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seorang
pemuda yang telah membuat ibunya menangis untuk kembali membuatnya tertawa.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَمْرٍو قَالَ ( أَتَى رَجُلٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي جِئْتُ أُرِيدُ الْجِهَادَ مَعَكَ أَبْتَغِي وَجْهَ اللَّهِ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَقَدْ أَتَيْتُ وَإِنَّ وَالِدَيَّ لَيَبْكِيَانِ قَالَ فَارْجِعْ إِلَيْهِمَا فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا
).
Artinya: “Abdullah bin ‘Amr berkata: “Seseorang
pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ia berkata: Wahai
Rasulullah, sungguh aku datang ingin berjihad bersama, aku berharap wajah Allah
dan kehidupan ahirat, dan aku telah datang dalam keadaan kedua orang tuaku
benar-benar menangis?”, beliau menjawab: “Kalau begitu, kembalilah kepada
keduanya, buatlah mereka berdua tertawa sebagaimana kamu telah membuat mereka
berdua menangis.” (HR. Ibnu Majah, Abu Daud dan An Nasai)
Sobat …
Sungguh pemandangan yang terindah, yang sangat
sulit dilupakan bagi seorang anak shalih. semoga Allah Ta’ala membantu kita
mewujudkannya. Allahumma amin.
—
Sumber : Sabtu, 18 Jumadal Ula 1434H, Perjalanan Ke
Madinah Nabawiyyah
Penulis: Ustadz
Ahmad Zainuddin, Lc
Artikel Muslim.Or.Id
Dari artikel 'Seni
Berbakti pada Orang Tua — Muslim.Or.Id'
-------------------------------------
Artikel : My Diary
Tidak ada komentar:
Posting Komentar