Rabu, 25 September 2013

Neraka, kematian dan Hari Kiamat.


Saat membaca ayat-ayat yang mengandung ancaman, mereka tak kuasa menahan air mata. Mereka begitu takut siksaan Allah.

Mengangis saat membaca al-Qur'an adalah hal yang disunnahkan. Ini sesuai dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang bermakna, "Dan mereka menyungkur atas muka merka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu'." (Al Isra' [17]:109)

Demikianlah keadaan para sahabat  Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Mereka orang-orang yang paling mudah tersentuh saat mentadabburi kandungan al-Qur'an. Mereka tak kuasa membendung air mata saat membaca ayat-ayat yang menjelaskan keadaan surga, neraka, kematian dan hari kiamat.

Tangisan Abu Bakar as-Shiddiq
Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu'anhu, sahabat yang paling dekat dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, adalah orang yang paling suka mencucurkan air mata saat membaca al-Qur'an. Dikisahkan oleh al-Bukhari dalam sebuah riwayat, saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sakit, ia memerintahkan para sahabat untuk shalat bersama Abu Bakar ash-Shiddiq.

Namun, Aisyah radhiallahu'anha menyarankan, "Sesungguhnya Abu Bakar, kalau menempati posisi Anda (sebagi imam shalat), orang-orang tidak akan mendengar suaranya disebabkan tangisannya." Dalam keterangan lain, Imam al-Baihaqi meriwayatkan, sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang bergelar ash-Shiddiq ini memiliki sebuah masjid di halaman rumah beliau di Makkah. Di tempati itulah beliau melakukan shalat dan membaca al-Qur'an. Saat itu wanita musyrikin takjub dengan bacaan beliau. Ia lalu mendengarkan dan melihat sahabat Nabi ini. Terlihatlah Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu'anha yang sudah tak mampu lagi menahan air matanya saat melantunkan ayat-ayat Allah Subhanahu Wa Ta'ala itu.

Tangisan Umar bin al-Khattab
Tak jauh berbeda dengan Abu Bakar ash-Shiddiq, sahabat Rasulullah, Umar bin al-Khattab radhiallahu'anhu juga demikian. Ia sangat menghayati apa yang ia baca.

Diriwayatkan oleh imam al-Baihaqi bahwa suatu saat Umar bin al-Khattab membaca surat Yusuf ketika menjadi iam shalat Shubuh. Saat sampai ayat ke 86, yang maknanya, "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah, aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku." air mata beliau mengalir membasahi janggutnya. Kejadian itu tidak sekali saja. Di tempat lain, menurut riwayat, beliau juga mengalami hal yang sama saat melakukan shalat Isya'. Bahkan, beliau kerap jatuh sakit setelah mengalami hal ini. Beliau terpaksa berdiam diri di rumah dalam satu atau dua hari.

Sebuah riwayat lain menceritakan, Umar bin al-Khattab pernah ditanya oleh seseorang ketika beliau kedapatan menangis, "Mengapa anda menangis wahai Amirul Mukminin?" Umar menjawab: "Aku ingat firman Allah Azza wa Jalla dalam kitab-Nya." Lalu beliau membaca ayat ke 3 dan 4 dari surat Al Ghasyiah yang menjealskan keadaan orang-orang kafir saat mereka berada dalam neraka. "(Mereka) bekerja keras lagi kepayahan, memasuki apai yang sangat panas." Kisah ini disebutkan dalam Tafsir Ibhu Katsir (7/275).

Tangisan Abdullah bin Umar
Sifat Umar menurun juga kepada putra beliau, Abdullah bin Umar radhiallahu'anhu. Ada beberapa ayat yang kalau beliau membacanya, beliau pasti menangis. Yakni, ayat-ayat di akhir surat al Baqarah, yang bermakna, "... Dan jika kami menampakkan apa yang ada di hatimu atau menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan denganmu mengenai perbuatan itu... " (al-Baqarah [2]: 284), sebagaimana disebutkan dalam Sifat ash Shafwa (1/294)

Tidak hanya ketika membaca ayat tersebut Ibnu Umar radhiallahu'anhu tersedu-sedan saat membaca firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang maknanya, "Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah..." (al-Hadid[57]: 16), ia juga bercucuran air mata. Begitu juga saat membaca surat al Muthaffifin ayat ke 6 yang bermakna, "Hari dimana manusia berdiri menghadap Rabb Semesta Alam." Ibnu Umar radhiallahu'anhu tidak sanggup lagi melanjutkan bacaannya karena air matanya sudah tumpah.

Pernah suatu saat, seperti dikisahkan dalam Sifat Ash-Shafwa (1/294-295), Ibnu Umar radhiallahu'anhu meminum air yang telah didinginkan. Rasanya begitu sejuk dan menyegarkan. Namun setelah meminumnya, tiba-tiba Ibnu Umar menangis tersedu-sedu. Saat ada yang bertanya mengapa beliau menangis, Ibnu Umar radhiallahu'anhu menjawab, ia ingat sebuah ayat yang termaktub dalam al-Qur'an yang menceritakan betapa orang-orang kafir di neraka sangat menginginkan seteguk air. Namun, mereka tidak mendapatkannya.

Ayat ini tidak lain ayat ke 54 surat as-Saba' yang artinya, "Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka inginkan." Ibnu Umar berkata," Saya tahu ahli neraka tidak menginginkan apa-apa kecuali air. Ini didasarkan atas firman Allah Ta'ala yang artinya, "Limpahkanlah sedikit air atau dari apa yang telah dirizkikan Allah kepada kami." (al 'Araf[7]: 50).

Tangisan Umar bin Abdul Aziz
Apa yang terjadi terhadap Ibnu Umar radhiallahu'anhu juga terjadi kepada Umar bin Abdul Aziz radhiallahu'anhu, khalifah dari kalangan Tabi'in yang zuhud. Diriwayatkan suatu saat beliau melaksanakan shalat malam. Saat membaca firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang maknanya, "Maka Aku peringatkan kalian dengan api yang menyala-nyala," (al Lail[92]: 14), beliau tidak mampu meneruskannya. Beliau menangis tersedu-sedu. Dalam bacaannya, beliau berusaha mengulangi bacaanya hingga 2 atau 3 kali. Tetap saja tikda mampu mengulangnya. Akhirnya, beliau berpindah membaca surat lainnya.

Pernah suatu saat, seorang laki-laki membaca ayat ke 13 surat al Furqan dia hadapan kalifan sekaligus ulama ini. Ayat tersebut bermakna, "Dan apabila mereka ditempatkan di tempat yang sempit di neraka dengan belenggu, mereka di sana mengharapkan kebinasaan." Setelah mendengarkan ayat itu, beliau langsung menangis. Suara isakan beliau terdengar cukup keras hingga akhirnya beliau meninggalkan majelis dan masuk ke dalam rumah. Setelah itu mereka yang ada di majelis membubarkan diri.

Di kesempatan lain, ketika Umar bin Abdul Aziz mengimami shalat, beliau melewati ayat ke 24 d ari surat as Shafaat. Ayat tersebut bermakna, "Hentikan mereka (di tempat perhentian), sesungguhnya mereka akan ditanya." Ayat ini menggambarkan bagaimana orang-orang zalim dan kafir ditunjukkan jalan ke neraka dan dimintai pertanggungjawaban. Umar bin Abdul Aziz radhiallahu'anhu menangis tersedu sedan. Beliau tidak sanggup melanjutkan lagi bacaannya.

Kejadian serupa terjadi saat Umar bin Abdul Aziz meminta putranya membacakan surat Qaf. Saat bacaan sampai ayat ke 19 yang maknanya, "Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang dahulu hendak kau hindari." beliau menangis.

Lalu, seperti dikisahkan Ibnu Al Jauzi dalam Manaqih Umar bin Abdul Aziz, beliau meminta sang putra mengulangi kembali bacaannya. Seperti sebelumnya, tatkala sampai pada ayat-ayat kematian, beliau menangis kembali.

Sumber : Majalah Suara Hidayatullah, terbitan Oktober 2009/Syawal 1430 H, hal: 84-85
-----------------
Artikel : My Diary

Baca juga :
- Aqidah Rafidhah tentang imam-imam mereka
- Sisi kesamaan antara Yahudi dan Rafidhah
- Mut'ah dengan putri ulama Syi'ah menyebabkan kekal di Neraka bersama Iblis
- Anak lelaki kulit hitam bermata biru
- Perkenalkan, kami ini Muslim

Selasa, 24 September 2013

Aqidah Rafidhah tentang Imam-imam Mereka


Orang-orang Rafidhah mengaku bahwa para imam merka adalah ma'shum (terjaga dari kesalahan dan dosa) serta mengetahui yang ghaib.

Dikutip oleh al-Kulaini dalam bukunya Ushulul Kaafi, Imam Ja'far ash-Shadiq berkata, "Kami adalah gudang ilmunya Allah dan kami penerjemah perintah Allah serta kami kaum yang ma'shum, diwajibkan taat kepada kami, dan dilarang menyelisihi kami dan kami menjadi saksi atas perbuatan manusia di bawah langit dan di atas bumi." [1]

Al-Kulaini pun berpendapat dalam buku yang sama, bab: Para Imam Dapat Mengetahui Apa Saja Jika Menghendakinya, dari Ja'far ia berkata: "Imam bisa mengetahui apa saj jika memang menghendakinya dan mereka mengetahui kapan mereka mati dan tidak mati melainkan karena keinginan sendiri." [2]

Al-Khaemini-orang binasa-dalam bukunya Tahrirul Wasilah mengatakan: "Sesungguhnya imam kita mempunyai kedudukan terpuji dan derajat yang tinggi, memiliki kekuasaan penciptaan, yang semua makhluk tunduk kepada kekuasaan dan kekuatannya." Dia juga mengatakan: "Sesungguhnya kita (imam yang dua belas) memiliki keadaan-keadaan tertentu bersama Allah yang tidak dimiliki oleh seorang malaikat yang dekat dengan Allah atau nabi yang diutus." [3]

Bahkan orang-orang Rafidhah keterlaluan dalam mengagungkan imam-imam mereka, sampai melebihkan mereka di atas semua nabi kecuali Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Sebagaimana dikatakan oleh al-Majlisi dalam bukunya Mir'aatul 'Uquul: "Dan sesungguhnya mereka lebih utama dan lebih mulia daripada semua nabi kecuali Nabi kita Muhammad." [4]

Pengkultusan mereka tidak hanya sampai di sini saja, mereka mengatakan juga bahwa para imam mereka memiliki kekuasaan penciptaan, sebagaimana di katakan oleh al-Khuu'iy dalam bukunya Mishbahul Faqabah: "Seperti sudah tidak ada keraguan lagi akan kekuasaan mereka terhadap semua makhluk, berdasarkan yang dipahami dari riwayat-riwayat yang ada, karena mereka itu adalah perantara dalam penciptaan dan semua yang ada tercipta karena adanya mereka. Karena merekalah semua ada, seandainya bukan karena mereka, manusia tidak akan diciptakan. Maka manusia tercipta untuk mereka dan dengan mereka tercipta manusia. Merekalah perantara dalam penambahan makhluk, bahkan mereka itu mempunyai kekuasaan penciptaan di bawah Sang Pencipta. Maka kekuasaan ini setara dengan kekuasaan Allah terhadap makhluk." [5]

Kita berlindung kepada Allah dari sikap melampaui batasa dan kesesatan ini. Bagaimana mungkin para imam mereka adalah perantara dalam penciptaan? Bagaimana para imam tersebut adalah sebab penciptaan makhluk? Dan bagaimana mereka adalah sebab penciptaan semua manusia? Bagaimana mungkin manusia tercipta untuk para imam itu? Sedangkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وما خلقت الجن والإنس إلاّ ليعبدون. الذاريات:56
"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah-Ku." (Adz-Dzariyat: 56)

Kita berlindung kepada Allah dari keyakinan-keyakinan sesat ini yang jauh dari al-Qur'an dan Sunnah yang suci.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: "Rafidhah menyangka bahwa urusan agama diserahkan kepada para ulama dan ahli ibadah di antar mereka. Halal adalah yang menurut mereka halal dan haram adalah yang menurut merka haram, serta konsep keagamaan adalah yang mereka syariatkan." [6]

Jika anda wahai pembaca yang budiman ingin mengetahui kekafiran, kemusyrikan dan pengkultusan yang berlebih-lebihan yang diyakini oleh orang-orang Rafidhah, bacalah bait-bait berikut ini yang dilantunkan oleh tokoh kontemporer mereka yang bernama Ibrahim al-Amili tentang penyanjungan terhadap Ali bin Abi Thalib radhiallahu'anhu.:

Wahai Abu Hasan, engkau adalah Tuhan
Dan tanda kekasaan-Nya yang tinggi
Engkau adalah yang mengerti semua yang ghaib
Tidaklah ada sesuatu yang tersembunyi darimu
Engkaulah yang menggerakkan perjalanan semua yang ada
Dan milikmu lah samudera-samudera yang luas
Milikmu segala urusan, bila engkau menghendaki engkau hidupkan besok
Dan bila engkau menghendaki engkau cabut nyawa

Penyair lain yang bernama Ali bin Sulaiman al-Mazidi ketika memuji Ali bin Abi Thalib radhiallahu'anhu berkata dalam bait-bait syairnya:

Abu Hasan, engaku suami sang perawan
Engkau berda di sisi Allah dan diri Rasul
Purnama kesempurnaan dan matahari kecerdasan
Hamba Rabb dan engkau adalah raja
Nabi memanggilmu pada hari Kudair
Memberi ketetapan untukmu pada hari Ghadir
Bahwa engkau pemimpin kami Mukminin
Dan mengalungkan kepemimpinannya di lehermu
Kepadamu kembali segala urusan
Engkau mengetahui segala yang terdapat di dalam dada
Engkaulah yang membangkitkan penghuni kubur
Kiamat ada dalam ketetapanmu
Engkau maha mendengar lagi maha mengetahui
Maha kuasa atas segala sesuatu
Jika bukan karenamu, bintang tak akan berjalan
Dan tidak akan ada planet yang beredar
Engkau mengetahui segala makhluk
Dan engkau yang berbicara dengan Ash-habul Kahfi
Jika bukan karenamu, maka Musa tidak akan berbicara dengan Allah
Maha suci zat yang menjadikanmu
Engkau mengetahui rahasia namamu dia alam raya
Cintamu bagaikan matahari di pelupuk mata
Murkamu pada orang-orang yang membencimu
Bak bara dan tidak ada keberuntungan bagi mereka yang membecimu
Maka siapa yang telah berlalu dan yang akan datang
Siapakah para Nabi, siapakah para Rasul
Apa pula pena lauh mahfuzh, apa pula alam raya
Semua menghamba dan menjadi budakmu
Aku Hasa, wahai pengatur alam
Gua pelindung orang-orang terusur, tempat berteduh para musafir
Pemberi minum bagi pencintamu pada Hari Kiamat
Mengacuhkan orang yang mengingkarimu pada Hari Kebangkitan
Abu Hasa, wahai Ali yang agung
Kecintaanku padamu menjadi penerang dalam kuburku
Namamu bagiku menjadi penghibur di kala susah
Cintaku padamu jalan menuju surga
Engkau penambah bekal bagi diriku
Tatkala datang keputusan Ilah yang mulia
Ketika penyeru mengumandangkan, bersegeralah, bersegeralah
Tidak mungkin engkau meninggalkan orang yang berlindung kepadamu

Apakah mungkin seorang Muslim yang komitmen kepada agamanya membuat syair seperti ini? Demi Allah, sesungguhnya orang-orang jahiliyah dulu pun tidak pernah terperosok ke dalam kesyirikan, kekafiran dan berlebih-lebihan sebagaimana keterperosokan yang dialami oleh penganut Rafidhah sesat ini.
__________________
footnote:
[1] Ushuulul Kaafi, 1/165
[2] Ushuulul Kaafi, dalam Kitabul Hujjah, 1/258
[3] Al-Khameini, Tahrirul Wasilah, 52,94
[4] Al-Majlisi, Mir'aatul 'Uquul fi Syarhi Akhbarir Rasul, 2/290
[5] Abul Qasim al-Khuu'iy, Mishbahul Faqabah, 5/33
[6] Minhajus Sunnah, hal. 1/482

Sumber : Buku Inilah Kesesatan Aqidah Syi'ah, karangan Syaikh Abdullah bin Muhammad As-Salafi, hal. 45-52
--------------------------
Artikel : My Diary 

Baca juga :
- Sisi kesamaan antara Yahudi dan Rafidhah 
- Aqidah Rafidhah tentang para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
- Larangan membalas cacian
- Dampak buruk nikah Mut'ah 
- Mengenal Utsman bin Affan radhiallahu'anhu

Sabtu, 21 September 2013

Sisi Kesamaan Antara Yahudi dan Rafidhah


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah radhiallahu'anhu berkata: "Bukti kesamaan antara Yahudi dan Rafidhah adalah bahwa fitnah yang ada pada Rafidhah itu persis dengan fitnah yang ada pada Yahudi, yaitu jika orang Yahudi mengatakan yang layak memimpin kekuasaan hanyalah keluarga Daud, begitu juga menurut Rafidhah, tak layak memegang imamah (kepemimpinan) kecuali anak keturunan Ali."

Orang Yahudi mengatakan: "Tak ada jihad di jalan Allah sampai Dajjal keluar dan pedang turun di tangan." Sementara orang Rafidhah mengatkana: "Tidak ada jihad di jalan Allah sampai Imam Mahdi (Imam ke dua belas mereka) keluar dan ada yang mengomandokan dari langit."

Orang-orang Yahudi mengakhirkan shalat sampai munculnya bintang-bintang, seperti orang-orang Rafidhah mengakhirkan shalat Maghrib sampai muncul bintang-bintang. Sedangkan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengingkari hal itu:

لا تزال أمتي على فطرة ما لم يؤخروا المغرب إلى اشتباك النخوم 
"Ummatku masih dalam keadaan fitrah, selama tidak mengakhirkan shalat Maghrib sampai munculnya bintang." [1]

Orang-orang Yahudi memutarbalikkan Taurat dan merubahnya, sebagaiman orang Rafidhah memutarbalikkan al-Qur'an dan merubahnya.

Orang-orang Yahudi tidak berpendapat bolehnya mengusap al-Khuf (sepati bot) saat wudhu sebagaiman orang-orang Rafidhah.

Orang-orang Yahudi membenci malaikat JIbril. Mereka mengatakan ia musuh kami dari folongan malaikat, sebagaimana Rafidhah mengatakan malaikat Jibril alaihissalam salah alamat ketika menyampaikan wahyu kepada Muhammad shallallahu alaihi wasallam. [2]

Rafidhah sama dengan orang Nashrani dalam masalah maskawin, yaitu wanita-wanita Nashrani tidak berhak mendapatkan maskawin karena mereka hanya untuk dipakai bersengan-senang (mut'ah), seperti Rafidhah melakukan nikah Mut'ah dan menghalalkannya.


Tetapi orang-orang Yahudi dan Nashrani memiliki dua keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang-orang Rafidhah:

1/. Bila orang-orang Yahudi ditanya tentang siapa sebaik-baik pemeluk agama kalian? Mereka akan menjawab para sahabat Nabi Musa 'alaihissalam.

2/. Bila orang-orang Nashrani ditanya siapa sebaik-baik pemeluk agama kalian? Mereka akan menjawab para sahabat setia Nabi Isa 'alaihissalam.

Tetapi jika orang Rafidhah ditanya tentang siapa yang paling buruk dari pemeluk agama kalian? Mereka menjawab para sahabat Muhammad shallallahu alaihi wasallam. [3]

Syaikh Abdullah al-Jumaili dalam kitabnya Badzlul Majhud fi Musyabahatir Rafidhati lil Yahud beberapa kemiripan antara Rafidhah dengan orang Yahudi:
Orang Rafidah dan Yahudi selalu mengkafirkan serta menghalalkan darah dan harta orang-orang yang selain mereka. Beliau (Syaikh Abdullah al-Jumaili) berkata, bahwa orang Yahudi membagi manusia menjadi dua: Yahudi dan Umamiyyun. Umamiyyun artinya orang-orang yang bukan Yahudi. Orang yang beriman hanyalah orang Yahudi saja, sedang orang Umamiyyun adalah orang-oarng kafir, penyembah berhala, tidak mengetahui Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Dalam kitab Talmud dikatakan: "Setiap golongan yang bukan Yahudi adalah penyembah berhala. Ini sesuai dengan ajaran Hakhomat." Bahkan Isa al-Masih alaihissalam pun tak luput mereka kafirkan sebagaimana dalam kitab Talmud, mereka mensifati Nabi Isa dengan perkataan: "Kafir, tidak mengerti Allah." Ini seperti keyakinan orang Rafidhah hanya mereka kaum Mukminin, sedangkan kaum Muslimin yang lain adalah murtad yang mendapatkan bagian Islam sedikitpun. Kaum Rafidhah ini mengkafirkan kaum Muslimin karena dianggap belum menjalankan ajararan al-Wilayah yang mereka yakini. karena ajaran ini termasuk dalam salah satu rukun Islam mereka. Maka setiap yang belum menjalankan ajaran al-Wilayah ini, mereka nyatakan sebagai kafir dan seperti orang yang belum mengucapkan dua kalimat Syahadat, atau meninggalkan shalat. Bahkan ajaran al-Wilayah ini menurut mereka lebih penting dari semua rukun Islam sebagaimana diriwayatkan oleh al-Barqi dari Abu Abdillah alaihissalam, dia mengatakan: "Tidaklah seorang pun berada di atas agama Nabi Ibrahin kecuali kita dan pengikut kita, sedang semua manusia yang lain adalah lepas darinya." Dan dalam kitab Tafsir al-Qummi, diriwaytkan dari Abu Abdillah alaihisalam bahwa dia berkata: "Tidak berada di atas agama Islam orang yang bukan golongan kita dan bukan golongan mereka (Syi'ah yang lain) sampai Hari Kiamat." [4]
____________________
footnote:
[1] H.R Imam Ahmad (4/147, 5/417, 422), Abu Dawud (4/8) dan Ibnu Majah dalam az-Zawaid dengan sanad hasan.
[2] Bagian sekta Rafidhah bernama al-Gharibiyyah mengatakan Jibril telah berkhianat disebabkan telah menyampaikan wahyu kepada Muhammad shallallahu alaihi wasallam, sebab yang berhak membawa risalah Islam ini adalah Ali lbin Abi Thalib, dengan sebab ini mereka mengatakan al-Amin (Jibril telah berkhianat dan menghalangi wahyu dari Ali). Renungkanlah wahai saudaraku Muslim, bagaimana mereka menyangka Jibril telah berkhianat sedangkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah mensifatinya dengan al-Amin (terpercaya) dengan firman-Nya:
نزل به الروح الأمين. الشعرا: 193 
"Telah turun kepada Jibril yang dipercaya." (Asy-Syu'ara:193)
Dan firman-Nya yang lain:
مطاع ثم أمين. التكوير: 21 
"Ditaati dan dipercaya." (At-Takwir:21)
Lalu apa komentar anda tentang aqidah yang diyakini oleh orang-orang Rafidhah?
[3] Ibnu Taimiyah, Minhajus Sunnah, 1/24
[4] Abdullah al-Jumaili, Badzlul Majhud fi Musyabahatir Rafidhati lil Yahud, 2/559, 568. Untuk keterang lebih lanjut berkaitan dengan golongan RAfidhah ini yang mengkafirkan golongan-golongan kaum Muslimin, silahkan lihat buku saya asy-Syi'ah al Itsna 'Asyriyyah wa Takfiruhum li 'Umumil Muslimin (Kelompok Syi'ah al-Itsna 'Asyriyah dan bagaimana mereka mengkafirkan semua kaum Muslimin).

Sumber : Buku Inilah Kesesatan Aqidah Syi'ah, karangan : Syaikh Abdullah bin Muhammad As-Salafi, hal : 39-43
---------------------
Artikel : My Diary

Baca juga :
- Aqidah Rafidhah tentang para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
- Jujur itu Surga
- Ketika cinta berbuah Surga
- Hari Jum'at dan Dajjal
- Jilbab lebih menjaga dirimu

Jumat, 20 September 2013

Aqidah Rafidhah tentang para Sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.


Aqidah Rafidhah berpijak di atas prinsip mencaci, mencela dan mengkafirkan para sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Al-Kulaini menyebutkan dalam bukunya Furu'ul Kaafi yang diriwayatkan dari Ja'far alaihissalam: "Semua orang murtad (keluar dari Islam) sepeninggal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, kecuali tiga orang," kemudian saya bertanya kepadanya: "Siapakah ketika sahabat itu? Ia menjawab: "Al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari dan Salman al-Farisi." [1]

Al-Majlisi dalam kitab Biharul Anwar mengisahkan bahwa seorang budak Ali bin Husain berkata: "Aku pernah bersamanya saat dia menyendiri, aku katakan: "Aku punya hak yang harus kamu penuhi, kecuali jika kau beritahukan kepadku tentang dua orang ini: tentang Abu Bakar dan Umar." Dia menjawab: "Kedua-duanya kafir, dan kafir juga orang yang mencintai keduanya." "Diriwayatkan juga dari Abu Hamzah ats-Tsumali bahwa dia pernah bertanya kepada Ali bin Husain tentang kedua orang itu (Abu Bakar dan Umar), maka dia menjawab: "Keduanya kafir, dan kafir juga orang yang setia kepada mereka." [2]

Dalam tafsir al-Qummi, saat menafsirkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam surat an-Nahl ayat 90:
وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغى
"... dan Allah melarang dari perbuatan kejji, kemungkaran dan permusuhan."

Mereka menafsirkan: الفحشاء (perbuatan keji) adalah Abu Bakar, المنكر (kemungkaran) adalah Umar dan البغى (permusuhan) adalah Utsman. [3]

Al-Majlisi dalam kita Biharul Anwar mengatakan: "Riwayat yang menunjukkn kafirnya Abu Bakar dan Umar radhilallahu'anhuma beserta orang-orang yang sejenis dengan keduanya, pahala orang yang melaknat dan berlepas diri dari mereka dan riwayat bid'ah mereka sangat banyak jika disebutkan di satu jilid ini, atau bahkan seandainya dalam buku berjilid-jilid. Namun apa yang kami paparkan sudah cukup bagi orang yang ingin diberi hidayah oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala ke jalan yang lurus." [4]

Bahkan al-Majlisi dalam kitab Biharul Anwar menyebutkan beberapa riwayat yang menyatakan bahwa Abu Bakar, Umar, Utsman dan Mu'awiyah radhiallahu'anhuma, semuanya berada dalam peti-peti dari api neraka. Wal'iyadzu billah. [5]

Mereka (Syi'ah) juga mengatakan dalam kitab mereka Ihqaqul Haq karya al-Mar'asyi: "Ya Allah berikanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya. Laknatilah kedua patung Quraisy, kedua Jibt [6], dan Thaghut-nya dan kedua anak perempuan mereka" (maksudnya: Abu Bakar, Umar, Aisya dan Hafshah). [7]

al-Majlisi dalam risalahnya yang berjudul al-'Aqa'id mengatakan: "Di antara perkara yang termasuk fundamental agama imamiyyah ini adalah menghalalkan nikah mut'ah, haji tamattu' dan berlepas diri dari tiga orang (Abu Bakar, Umar dan Utsman). Mu'awiyah, Yazid bin Mu'awiyah dan setiap orang yang memerangi Amirul Mukminim (Ali bin Abi Thalib)." [8]

Pada tanggal 10 Muharrab, mereka membawa anjing yang diberi nama Umar, kemudian mereka beramai-ramai memukuli dengan tongkat dan melemparinya dengan batu sampai mati, lalu mereka mendatangkan kambing betina yang diberi nama Aisyah, lalu mereka mencabuti bulunya dan memukulinya dengan sepatu sampai mati. [9]

Sebagaimana juga mereka mengadakan pesta merayakan hari kematian Umar bin al-Khattab radhiallahu'anhu dan memberikan penghargaan kepada pembunuhnya. Abu Lu'lu'ah seorang Majusi dengan gelar "Pahlawan Agama." [10] Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala meridhai para sahabat dan Ummahatul Mukminin para istri Rasul shallallahu alaihi wasallam.

Lihatlah wahai kaum Muslimin, betapa besar kebencian dan kotornya sekte ini yang menyimpang dari agama, dan betapa buruk serta kotornya ucapan-ucapan mereka yang dialamatkan kepada manusia-manusia terbaik setelah para nabi, padahal mereka di puji oleh Allah dan Rasul-Nya dan umat telah sepakat akan keadilan dan keutamaannya. Serta sejarah telah mencatat segala kebaikan, kepeloporan dan kesungguhan mereka dalam menegakkan agama Islam.

Sumber : Buku Inilah Kesesatan Aqidah Syi'ah, karangan : Syaikh Abdullah bin Muhammad As-Salafi, hal 33-37
________________
footnote:

[1] Al-Kulaini, Furu'ul Kaafi, 115
[2] Al-Majlisi, Biharul Anwar, juz 69, hal. 137 dan 138. Perlu diketahui bahwa sebenarnya Ali bin Husain dan semua Ahlul Bait berlepas diri dari hal ini, dan ini adalah tuduhan yang dilancarkan orang-orang Rafidhah terhadap Ahlul Bait. Semoga Allah memerangi mereka, bagaimana bisa mereka berpaling.
[3] Tafsir al-Qummi, 1/390
[4] Al-Majlisi, Biharul Anwar, 30/230
[5] Al-Majlisi, Biharul Anwar, 30/236
[6] Jibt adalah sihir, sebutan yang digunakan untuk sihir, tukang sihir, tukang ramal, dukun, berhala dan sejenisnya (editor)
[7] Ihqaqul Haq, 1/337, Pembaca budiman, silahkan lihat do'a Shanamai Quraisy dibagian akhir buku ini.
[8] Al-Majlisi, Risalah al-'Aqaaid, 58
[9] Ibrahim al-Jabhan -semoga Allah menjaganya-, Tahdiduzh Zhalam wa Tanbiihun Hiyaam, 27
[10] Abbas al-Qummi, al-Kuna wal Alqaab, 2/55
---------------------
Artikel : My Diary

Baca juga :

Kamis, 19 September 2013

Jujur itu Surga


Di pinggir kota Makkah, pada zaman ulama salafush shalih dahulu, ada seorang lelaki miskin yang hidup dengan keluarganya. Lelaki itu bernama Amin. Meskipun miskin, Amin adalah orang yang jujur dan baik hati.

Suatu hari dia mencari makanan di dapur. Perutnya terasa sangat lapar. Dia mencari kalau-kalau ada sesuatu yang bisa dimakan untuk mengganjal perutnya. Akan tetapi, sungguh malang, dia tidak mendapatkan apa-apa. Bahkan roti kering dan garam pun tidak ada. Amin bergegas membuka pintu hendak keluar rumah.

"Suamiku, apakah kau akan meninggalkan kami dalam kelaparan tanpa makanan?" tanya istrinya sambil menggendong anaknya yang sedang sakit panas.

"Aku akan pergi ke Ka'bah untuk thawaf dan shalat di sana. Aku akan berdo'a agar Allah membukakan pintu-pintu rezeki untuk kita," jawab Amin lembut.

Amin melangkahkan kaki pergi ke Ka'bah.

Sesampainya di sana, dia thawaf tujuh putaran. Lalu di shalat dua rakaat di depam Maqam Ibrahim. Setelah itu, Amin berdo'a dan menangis di Multazam, yang terletak diantara Hajar Aswad dan Pintu Ka'bah. Dalam do'anya, dia meminta kepada Allah agar diberi kemudahan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Hari itu, Masjidil Haram penuh oleh jamaah haji. Begitu selesai thawaf, shalat dan berdo'a, Amin melangkahkan kaki menuju sumur zam-zam untuk minum. Dia minum sekenyang-kenyangnya, sebagaimana diajarkan oleh Baginda Nabi. Air zam-zamlah yang selama ini setia mengisi perutnya yang lapar. Lalu dia melangkah berniat hendak keluar masjid dan pulang.

Baru beberapa langkah, kakinya menyenggol sesuatu, Amin berhenti dan melihat apa yang diinjaknya. Ternyata, sebuah kantong berwarna hijau. Dia berjongkok untuk mengambil kantong itu. Setelah dibuka, kantong itu ternyata berisi uang dinar emas yang tidak sedikit jumlahnya. Lalu, Amir membawa uang itu ke rumahnya dengan hati berbunga-bunga.

Begitu sampai di rumah, dia berkata pada istrinya dengan wajah gembir, "Lihat istriku, apa yang aku peroleh hari ini? Lihatlah, aku membawa kantong penuh berisi uang dinar emas!"

"Darimana kau dapatkan knatong berisi uang sebanya itu?" istrinya langsung menyahut.

"Aku menemukannya di dalam Masjidil Haram," jawab Amin.

"Kalau begitu, cepat kau letakkan kembali kantong itu di tempatnya semula. Itu bukan yang milik kita. Itu harta orang lain. Orang yang kehilangan hartanya itu, saat ini pasti sedang sedih. Kantong yang kau temukan itu adalah amanah. Ayolah, cepatlah kau kembalikan kantong itu pada tempatnya. Kita harus jujur dan amanah. Lebih baik aku dan anak-anakku mati kelaparan daripada makan rezeki yang tidak halal!" ucap istrinya tegas.

Amin terkejut mendengar perkataan istrinya itu. Dia terhenyak sesaat. Namun, perlahan dia tersadar dan merasakan bahwa apa yang diucapkan istrinya itu benar. Kantong itu bukan miliknya. Itu milik orang lain. Dia tidak berhak memilikinya.

"Benar! Ini adalah amanah. Aku harus mengembalikannya kepada pemiliknya," kata nuraninya.

Amin pun lantas teringat namanya. Ah, namanya saja Amin. Amin berarti orang yang dapat dipercaya, orang yang bisa menjaga amanah. Dia harus benar-benar seorang Amin seperti akhlak Baginda Nabi. Seketika itu juga dia langsung melangkah menuju Masjidil Haram.

Begitu sampai di dalam masjid, Amin mendengar seorang jamaah haji memakaih pakaian ihram berteriak keras, "Wahai hamba Allah sekalian, wahai jamaah haji, wahai para tetamu Allah, apakah di antar kalian ada yang menemukan kantong hijau milikku?"

Amin mendekat, lalu bertanya pada orang yang berteriak itu, "Apakah kau tahu apa isi kantong itu, Tuan Haji?"

"Ya aku tahu, di dalam kantong hujau itu berisi uang seratus lima puluh dinar," jawab lelaki itu.

Mendengar jawaban itu, Amin yakin bahwa pak haji inilah pemilik kantong itu.

Dia mengeluarkan kantong itu dari balik bajunya dan memberikannya pada lelaki itu seraya berkata, "Kau benar, ambillah kantong ini! Inilah barang yang kau cari-cari itu."

Pak haji menerima kantong itu dengan wajah cerah. Dia lalu menghitung isinya. Ternyata isinya masih utuh, tidak berkurang satu keping pun. Setelah itu, pak haji mengajak Amin duduk di tempat yang agak sepi dn berkata, "Saudaraku, kantong ini sekarang menjadi milikmu, masih ada satu kantong lagi berisi seribu dinar untukmu."

Amin terkejut mendengar perkataan lelaki itu.

Dengan nada bingung dia bertanya, "Bagaiman ini? Aku memberikan kantongmu, lalu kau malah bilang itu jadi milikku? Bahkan, kau menambahkan satu kantong lagi berisi seribu dinar. Aku sama sekali tidak paham maksudmu, Tuan Haji."

Pak Haji menjawab, "Harta itu diberikan kepadaku oleh seorang lelai beriman dari Mesir. Dia mewasiatkan kepadaku agar meletakkan sebagiannya di dalam Masjidil Haram. Jika ada seseorang yang menemukannya dan dengan jujur dia mengembalikan kepadku, aku disuruh memberikan seluruh harta ini kepadanya."

Amin takjub mendengar perkataan lelaki tua itu.

Lalu dia bertanya, "Tetapi mengapa lelaki beriman dari Mesir itu memintamu untuk melakukan hal tadi?"

Pak Haji menjawab, "Dia menginginkan sedekahnya sampai ke tangan orang yang jujur dan amanah. Kau telah mengembalikan kantong itu dengan penuh amanah. Siapa pun yang bisa menjaga amanah, berarti dia dapat dipercaya. Orang seperti itu, selain makan, ia juga akan bersedekah dengan apa yang ada padanya. Orang seperti itu tidak akan mementingkan dirinya sendiri. Dengan demikian, sedekah lelaki beriman dari Mesir itu akan diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala."

Akhirnya, pak haji itu benar-benar memberikan dua kantong uang kepada lelaki miskin bernama Amin itu. Dengan hati penuh rasa syukur kepada Allah, Amin pulang sambil membawa seribu seratus dinar emas. Dia menyerahkan uang itu kepada istrinya tercinta sambil menjelaskan jalan ceritanya.

"Nah, sekarang uang ini halal bagi kita. Ayo, kita membli makanan dan pakaian untuk anak-anak ita. Sudah dua hari mereka tidak makan. Jangan lupa, sedekahkan sebagian uang itu kepada orang-orang yang memerlukannya," kata istrinya lembut.

"Akan segera aku lakukan, istriku," jawab Amin.

Dia lalu bergegas ke luar rumah. Di halaman rumahnya, dia bersujud syukur. Keningnya langsung menyentuh tanah. Dalam sujudnya, dia membaca tasbih dan berdo'a, Alhamdulillah, segala puji bagi-Mu ya Allah, yang telah memberikan hidayah kepadaku. Segala puji bagi-Mu ya Allah, yang telah mengalirkan rezeki sedemikian banyak kepadaku. Segala puji bagi-Mu ya Allah, atas segala nikmat yang Engkau karuniakan kepadaku."

Setelah itu, Amin pergi ke pasar dan membagi-bagikan sedekah kepada fakir miskin. Dia semakin sadar bahwa dengan meninggalkan rezeki yang haram, Allah menggantinya dengan rezeki yang halal dan jauh lebih banyak. Amin semakin yakin akan ajaran Rasulullah bahwa kejujuran adalah pintu menuju surga. Surga di dunia dan di akhirat.

Sumber : Buku Ketika Cinta Berbuah Surga. Karangan: Habiburrahman El Shirazy, hal 21-25
--------------------
Artikel : My Diary

Baca juga :
- Keutamaan Sedekah
- Ketika cinta berbuah surga
- Hari Jum'at dan Dajjal
- Kapan aku bisa kembali ke sana?
- Keutamaan Shalat Subuh

Rabu, 18 September 2013

Keutamaan Sedekah


Malam itu, bulan bersinar terang di langit. Bintang-bintang bertaburan. Subhanallah, alangkah indahnya. Seorang lelaki bernama Karim keluar dari rumahnya. Dulu, Karim dikenal gemar melakukan perbuatan yang dilarang agama. Namun, kini dia telah insaf dan bertobat. Sekarang, dia rajin shalat berjamaah di masjid. Dia juga tidak merasa malu untuk ikut mengaji dan belajar membaca al-Qur'an bersama anak-anak yang lebih muda usianya.

Malam itu, setelah mendengar penjelasan dari imam masjid tentang keutamaan shadaqah atau sedekah, hati Karim tergerak. Imam masjid menjelaskan, jika seseorang memiliki uang seribu dirham dan ia menyedekahkan tiga ratus dirham, maka yang tiga ratus dirham itulah yang akan kekal dan dapat dinikmati di akhirat. Sedangkan yang tujuh ratus dirham tidak membuahkan apa-apa. Bahkan, uang tiga ratus dirham yang disedekahkan akan dilipatgandakan oleh Allah sebanyak tujuh ratus kali. Sedekah juga membuat harta dan rezeki yang ada menjadi penuh berkah.

Selama ini Karim dikenal kaya dan kikir. Namun sejak insaf dan tobat, dia telah berniat akan mengorbankan segala yang dimilikinya untuk memperoleh ridha Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sebagian hartanya telah dia rencanakan untuk disedekahkan dan diinfakkan di jalan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Dia mengarahkan langkahnya menuju ke suatu rumah. Dia telah menyiapkan kantong berisi seratus dirham untuk disedekahkan. Begitu sampai di rumah yang ditujunya, dia mengetuk pintu. Seorang lelaki berkumis tebal muncul dari dalam rumah. Setelah mengucapkan salam, dia memberikan kantong itu pada pemilik rumah, lalu mohon pamit. Kejadian itu ternyata diketahui oleh beberapa orang penduduk daerah itu.

Pagi harinya, orang-orang di pasar ramai membicarakan apa yang dilakukan Karim tadi malam.
Dua orang yang melihat Karim bersedekah berkata dengan nada mengejek, "Dasar orang tidak tahu agama, sedekah saja keliru, masak sedekah kok kepada seorng pencuri. Kalau mau sedekah itu, ya harusnya kepada orang yang baik-baik!"

Obrolan orang di pasar itu sampai juga ke telinga Karim, ia hanya berkata dalam hati, "Alhamdulillah, telah bersedekah kepada pencuri!"

Hari berikutnya, ketika malam tiba, dia kembali keluar rumah. Dia ingin kembali bersedekah. Sama seperti malam sebelumnya, dia menyiapkan uang seratus dirham. Kali ini, dia memilih sebuah rumah di pinggir kota. Dia mengetuk pintu rumah itu. Seorang wanita membukakan pintu. Dia langsung menyerahkan sedekahnya pada perempuan itu lalu pulang.

Pagi harinya, pasar kembali ribut. Ternyata ada orang yang mengetahui perbuatannya tadi malam.
Orang itu bercerita sinis, "Memang, Karim itu tidak jelas. Rajin pergi ke masjid, tetapi memberikan sedekah saja masih salah. Kemarin malam, dia memberi sedekah kepada seorang pencuri. Lha, tadi malam, dia memberi sedekah kepada seorang pelacur!"

Perbincangan orang di pasar itu sampai juga ke telinganya. Karim hanya berkata lirih, "Alhamdulillah, telah bersedekah kepada seorang pelacur!"

Malam harinya, Karim kembali keluar rumah untuk sedekah. Dia memilih rumah yang ada di dekat pasar. Setelah mengantarkan sedekahnya, dia pulang. Kali ini Karim berharap, dia tidak keliru memberikan sedekahnya.

Pagi harinya, pasar lebih ribut dari sebelumnya.
Seorang penjual daging berkata, "Nggak tahulah! Karim itu memang aneh. Mau sedekah saja kok kepada orang kaya. Padahal orang yang miskin dan memerlukan uang untuk makan, masih banyak dan ada di mana-mana!" Ternyata, rumah yang didatangi Karim dan diberi sedekah tadi malam adalah rumah orang kaya.

Mendengar berita dan omongan yang ada di pasar tentang kekeliruannya memberikan sedekah ia berkata, "Alhamdulillah, telah sedekah kepada pencuri, pelacur dan orang kaya!"

Malam harinya, ia shalat tahajud lalu tidur. Dalam tidurnya, dia bermimpi didatangi oleh seseorang yang memberi kabar kepadanya, "Sedekahmu kepada pencuri, membuat pencuri itu insaf, shingga dia kini tidak mencuri lagi. Sedekahmu kepada pelacur, membuat wanita itu tobat dan tidak berzina lagi, dan sedekahmu kepada orang kaya, menjadikan orang kaya itu sadar dan merasa malu. Kini, orang kaya yang pelit itu mau mengeluarkan zakat dan infak. Sedekahmu yang iklas itu diridhai Allah Subhanahu Wa Ta'ala."

Setelah itu, Karim semakin khusyuk beribadah dan banyak mengerjakan kebajikan. Dia sadar bahwa yang paling penting dalam ibadah adalah niat karena Allah. Bukan sekedar mengikuti perkataan orang banyak. Hanya Allah-lah yang berhak menilai, diterima atau tidaknya amal ibadah seseorang.

Sumber : Buku Ketika Cinta Berbuah Surga. Karangan : Habiburrahman El Shirazy, hal:101-104
-----------------
Artikel : My Diary

Baca juga :
- Ketika Cinta Berbuah Surga
- Gadis itu kehilangan kehormatannya
- Larangan membalas cacian
- Do'a dapat mengubah takdir
- Ta'ati suamimu, Surga bagimu

Selasa, 17 September 2013

Ketika Cinta Berbuah Surga.


Di tanah Kurdistan, ada seorang raja yang adil dan shalih. Dia memiliki putra, seorang anak laki-laki yang tampan, cerdas dan pemberani. Saat-saat peling menyenangkan bagi sang raja adalah ketika dia mengajari anaknya membaca al-Qur'an. Sang raja juga menceritakan kepadanya kisah-kisah kepahlawanan para panglima dan tentaranya di medan pertempuran. Anak raja yang bernama Said itu, sangat gembira mendengar penuturan kisah ayahnya. Si kecil Said akan merasa jengkel jika di tengah-tengah ayahnya bercerita, tiba-tiba ada orang yang memutuskannya.

Terkadang, ketika sedang asyik mendengarkan cerita ayahnya,  tiba-tiba pengawal masuk dan memberitahukan bahwa ada tamu penting yang harus ditemui oleh raja. Sang raja tahu apa yang dirasakan anaknya.

Maka, ia memberi nasihat kepada anaknya. "Said, anakku, sudah saatnya kau mencari teman sejati yang setia dalam suka dan duka. Seorang teman baik yang akan membantumu untuk menjadi orang baik. Teman sejati yang bisa kau ajak bercinta untuk surga."

Said tersentak mendengar perkataan ayahnya.

"Apakah maksud ayah dengan teman yagn bisa diajak bercinta untuk surga?" tanyanya dengan nada penasaran.

"Dia adalah teman sejati yang benar-benar mau berteman denganmu, bukan karena derajatmu tetapi karena kemurnian cinta itu sendiri, yang tercipta dari keikhlasan hati. Dia mencintaimu karena Allah. Dengan dasar itu, kau pun bisa mencintainya dengan penuh keikhlasan, karena Allah. Kekuatan cinta kalian akan melahirkan kekuatan dahsyat yang membawa manfaat dan kebaikan. Kekuatan cinta itu juga akan bersinar dan membawa kalian masuk surga."

"Bagaimana cara mencari teman seperti itu, ayah?" tanya Said.

Sang raja menjawab, "Kamu harus menguji orang yang hendak kau jadikan teman. Ada sebuah cara menarik untk menguji mereka. Undanglah siapa pun yang kau anggap cocok untu menjadi temanmu saat makan pagi di sini, di rumah kita. Jika sudah sampai di sini, ulurlah dan perlamalah waktu penyajian makanan. Biarkan mereka semakin lapar. Lihatlah apa yang kemudian mereka perbuat. Saat itu, rebuslah tiga butir telur. Jika dia tetap bersabar, hidangkanlah tiga telur itu kepadanya. Lihat, apa yang kemudian mereka perbuat! Itulah cara yang paling mudah bagimu. Syukur jika kau bisa mengetahui perilakunya lebih dari itu."

Said sangat gembira mendengar nasihat ayahnya. Dia pun mempraktikkan cara mencari teman sejati yang cukup aneh itu. Mula-mula, dia mengundang anak-anak para pembesar kerajaan satu persatu. Sebagian besar dari mereka marah-marah karena hidangannya tidak keluar-keluar. Bahkan, ada yang pulang tanpa pamit dengan hati kesal, ada yang memukul-mukul meja, ada yang melontarkan kata-kata tidak terpuji, memaki-maki karena terlalu lama menunggu hidangan.

Diantara teman anak raja itu, ada seorang yang bernama Adil. Dia anak seorang menteri. Said melihat, sepertinya Adil anak yang baik hati dan setia. Maka, dia mengujinya. Diundangnya Adil untuk makan pagi. Adil memang lebih sabar dibandingkan anak-anak sebelumnya. Dia menunggu keluarnya hidangan dengan setia. Setelah dirasa cukup, Said mengeluarkan sebuah piring berisi tiga telur rebus.

Melihat itu, Adil berkata keras, "Hanya ini sarapan kita? Ini tidak cukup mengisi perutku!"

Adil tidak mau menyentuh telur itu. Dia pergi begitu saja meninggalkan Said sendirian. Said dian. Dia tidak perlu meminta maaf kepada Adil karena meremehkan makanan yang telah dia rebus dengan kedua tangannya. Dia mengerti bahwa Adil tidak lapang dada dan tidak cocok untuk menjadi teman sejatinya.

Hari berikutnya, dia mengundang anak seorang saudagar terkaya. Tentu saja, anak saudagar itu sangat sendang mendapat undangan makan pagi dari anak raja. Malam harinya, sengaja dia tidak makan dan melaparkan perutnya agar paginya bisa makan sebanyak mungkin. Dia membayangkan makanan anak raja pasti enak dan lezat.

Pagi-pagi sekali, anak saudagar kaya itu telah datang menemui Said. Seperti anak-anak sebelumnya, dia menunggu waktu yang lama sampai makanan keluar. Akhirnya, Said membawa piring dengan tiga butir telur rebus di atasnya.

"Ini makanannya, saya ke dalam dulu mengambil air minum." kata Said seraya meletakkan piring itu di atas meja.

Lalu Said masuk ke dalam. Tanpa menunggu lama lagi, anak saudagar itu langung melahap satu persatu telur itu. Tidak lama kemudian, Said keluar membawa dua gelas air putih. Dia meliaht ke meja ternyata tida telur itu telah lenyap. Dia kaget.

"Mana telurnya?" tanya Said pada anak saudagar.

"Telah aku makan."

"Semuanya?"

"Ya, habis aku lapar sekali."

Melihat hal itu Said langsung tahu bahwa anak saudagar itu juga tidak bisa dijadikan teman setia. Dia tidak setia. Tidak bisa merasakan suka dan duka bersama. Sesungguhnya Said juga belum makan apa-apa.

Said merasa jengkel kepada anak-anak di sekitar istana. Mereka semua mementingkan diri sendiri. Tidak setia kawan. Mereka tidak pantas dijadikan teman sejatinya. Akhirnya, dia meminta izin kepada ayahnya untuk pergi mencari teman sejati.

Akhirnya, Said berpikir untuk mencari teman di luar istana. Kemudian, mulailah Said berpetualang melewati hutan, ladang, sawah dan kampung-kampung untuk mencari seorang teman yang baik.

Sampai akhirnya, di suatu hari yang cerah, dia bertemu dengan anak seorang pencari kayu yang berpakaian sederhana. Anak itu sedang memanggul kayu bakar. Said mengikutinya diam-diam sampai anak itu tiba di gubuknya. Rumah dan pakaian anak itu menunjukkan bahwa dia sangat miskin. Namun wajah dan sinar matanya memancarkan tanda kecerdasan dan kebaikan hati. Anak itu mengambil air wudhu, lalu shalat dua rakaat. Said memperhatikan dari balik rumpun pepohonan.

Selesai shalat, Said datan dan menyapa, "Kawan, kenalkan namaku Said. Kalau boleh tahu namamu siapa? Kau tadi shalat apa?"

"Namaku Abdullah. Tadi itu shalat dhuha"

Lalu Said meminta anak itu agar bersedia bermain dengannya dan menjadi temannya.

Namun Abdullah menjawab, "Kukira kita tidak cocok menjadi teman. Kau anak seorang kaya, malah mungkin anak bangsawan. Sedangkan aku anak miskin. Anak seorang pencari kayu bakar."

Said menyahut, "Tidak baik kau mengatakan begitu. Mengapa kau membeda-bedakan orang? Kita semua adalah hamba Allah. Semuanya sama, hanya takwa yang membuat orang mulia disisi Allah. Apakah aku kelihatan seperti anak yang jahat sehingga kau tidak mau berteman denganku? Mengapa kita tidak coba beberapa waktu dulu? Kau bisa menilai, apakah aku cocok atau tidak menjadi temanmu."

"Baiklah kalau begitu, kita berteman. Akan tetapi, dengan syarat, hak dan kewajiban kita sama, sebagai teman yang seia sekata."

Said menyepakati syarat yang diajukan oleh anak pencari kayu bakar itu. Sejak itu, mereka bermain bersama; pergi ke hutan bersama, memancing bersama dan berburu kelinci bersama. Anak tukan pencari kayu itu mengajarinya berenang di sungai, menggunakan panah dan memanjat pohon di hutan. Said sangat gembira sekali berteman dengan anak yang cerda, rendah hati, lapang dada dan setia Akhirnya, dia kembali ke istana dengan hati gembira.

Hari berikutnya, anak raja itu berjumpa lagi dengan teman barunya. Anak pencari kayu itu langsung mengajaknya makan di gubuknya. Dalam hati, Said merasa kalah, sebab sebelum dia mengundang makan, dia telah diundang makan.

Di dalam gubuk itu, mereka makan seadanya. Sepotong roti, garam dan air putih. Namun, Said makan dengan sangat lahap. Ingin sekali rasanya dia minta tambah kalau tidak mengingat, siapa tahu anak pencari kayu ini sedang mengujinya. Oleh karena itu Said merasa cukup dengan apa yang diberikan kepadanya.

Selesai makan, Said mengucapkan hamdalah dan tersenyum. Setelah itu, mereka kembali bermain. Said banyak menemukan hal-hal baru di hutan yang tidak dia dapatkan di dalam istana. Oleh temannya itu, dia diajari untuk mengenali dan membedakan jenis dedaunan dan buah-buahan di hutan, antara daun dan buah yang bisa dimakan, yang bisa dijadikan obat, serta yang beracun.

"Dengan mengenal jenis buah dan dedaunan di hutan secara baik, kita tidak akan repot jika suatu kali tersesat. Persediaan makanan ada di sekitar kita. Inilah keagungan Allah!" kata anak pencari kayu.

Seketika itu, Said tahu bahwa ilmu tidak hanya dia dapat dari madrasah seperti yang ada di ibukota kerajaan. Ilmu ada di mana-mana. Bahkan di hutan sekalipun. Hari itu Said banyak mendapatkan pengalaman berharga.

Ketika matahari sudah condong ke barat, Said berpamitan kepada sahabatnya itu untuk pulang. Tidak lupa Said mengundangnya makan di rumahnya besok pagi. Lalu dia memberikan secarik kertas pada temannya itu.

"Pergilah ke ibu kota, berikan kertas ini kepada tentara yang kau temui di sana. Dia akan mengantarkanmu ke rumahku." kata Said sambil tersenyum.

"Insya Allah aku akan datang." jawab anak pencari kayu itu.

Pagi harinya, anak pencari kayu itu sampai juga ke istana. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Said adalah anak araja. Mulanya dia ragu untuk masuk ke istana. Akan tetapi jika mengingat kebaikan dan kerendahan hati Said selama ini, dia berani masuk juga.

Said menyambutnya dengan hangat dan senyum gembira. Seperti anak-anak sebelumnya yang telah hadir di ruang makan itu, Said pun menguji temannya ini. Dia membiarkannya menunggu lama sekali. Namun, anak pencari kayu bakar itu sudah terbiasa lapar. Bahkan, dia pernah tidak makan selama tiga hari. Atau terkadang makan dengan daun mentah saja. Selama menunggu, dia tidak memikirkan makanan sama sekali. Dia hanya berpikir, seandainya semua anak bangsawan bisa sebaik anak raja ini, tentu dunia akan tenteram.

Selama ini dia mendengar bahwa anak-anak pembesar kerajaan senang hura-hura. Namun dia menemukan seorang anak raja yang santun dan shalih.

Akhirnya, tiga butir telur masak pun dihidangkan. Said mempersilahkan temannya untuk mulai makan. Anak pencari kayu bakar itu mengambil satu. Lalu dia mengupas kulitnya pelan-pelan. Sementara itu Said mengupas dengan cepat dan menyantapnya. Kemudian dengan sengaja Said mengambil telur yang ketiga. Dia mengupasnya cepat dan melahapnya. Temannya selesai mengupas telur. Said ingin melihat apa yang akan dilakukan temannya dengan sebutir telur itu, apakah akan dimakannya sendiri atau...?

Anak miskin itu mengambil pisau yang ada di dekat situ. Lalu dia membelah telur itu jadi dua, yang stu dia pegang dan yang satunya lagi dia berikan kepada Said. Tidak ayal lagi Said menangis karena terharu.

Lalu Said pun memeluk anak pencari kayu bakar itu erat-erat seraya berkata, "Engkau teman sejatiku! Engkau teman sejatiku! Engkau temanku masuk Surga."

Sejak itu, keduanya berteman dan bersahabat dengan sangat akrab. Persahabatan mereka melebihi saudara kandung. Mereka saling mencintai dan saling menghormati karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Karena kekuatan cinta itu, mereka bahkan sempat bertahun-tahun mengembara bersama untuk belajar dan berguru kepada para ulama yang tersebar di Turki, Syiria, Irak, Mesir dan Yaman.

Setelah berganti bulan dan tahun, akhirnya keduanya tumbuh dewasa. Raja yang adil, ayah Said, meninggal dunia. Akhirnya Said diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya. Menteri yang pertama kali dia pilih adalah Abdullah, anak pencari kayu itu. Abdullah pun benar-benar menjadi teman seperjuangan dan penasihat raja yang tiada duanya.

Meskipun telah menjadi raja dan menteri, keduanya masih sering melakukan shalat tahajjud dan membaca al-Qur'an bersama. Kecerdasan dan kematangn jiwa keduanya mampu membawa kerajaan itu maju, makmur dan jaya; baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur.

Sumber : Buku Ketika Cinta Berbuah Surga, karangan Habiburrahman El Shirazy, hal 26-33
-----------------------
Artikel : My Diary

Baca juga :
- Hari Jum'at dan Dajjal
- Keutamaan sedekah di hari Jum'at.
- Mengapa harus membaca surat al-Kahfi hari jum'at?
- Merajut mutiara
- Do'a

Minggu, 15 September 2013

Hari Jum'at dan Dajjal




ISLAM mengajarkan kepada setiap kita untuk menyadari bahwa hanya Allah saja yang tahu kapan persisnya hari Kiamat akan terjadi. Bahkan Nabi Muhammad SAW juga tidak tahu kapan persisnya hari Kiamat.

“Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: “Bilakah terjadinya?” Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi.

Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba”. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,” (QS Al-A’raaf ayat 187).

Satu-satunya isyarat soal jadwal hari Kiamat dari Rasulullah SAW hanyalah bahwa ia bakal terjadi pada hari Jumat. Namun jumat tanggal, bulan dan tahun berapa? Wallahu a’lam. Hanya Allah Yang Maha Tahu. Rasulullah SAW bersabda:
“Dan tidak akan terjadi hari Kiamat kecuali pada hari Jum’at,” (HR Muslim).

Jika ada pihak selain Allah yang layak memberi tahu kita soal perkara ghaib seperti jadwal Kiamat, maka itu sepatutnya adalah Nabi Muhammad SAW utusan Allah yang seringkali memang diberitahu Allah rahasia-rahasia perkara ghaib. Namun dalam hal ini kita tidak mendapati satu haditspun yang menjelaskan tanggal, bulan dan tahun kejadian hari Kiamat. Sikap mempercayai adanya pihak selain Allah yang mengetahui perkara ghaib bisa mengantarkan seseorang terjatuh kepada dosa syirik…! Sebab ia rela mengalihkan kepercayaannya dalam perkara ghaib kepada pihak selain Allah.

“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing),” (QS Az-Zumar ayat 68).

Islam mengajarkan bahwa hari Kiamat merupakan the day of total destruction of the whole universe by Allah the Al-Mighty Creator (hari penghancuran total alam semesta atas kehendak Pencipta Yang Maha Kuasa, Allah Subhanahu wa ta’ala). Hari Kiamat merupakan berakhirnya kehidupan fana dunia untuk selanjutnya akan hadir kehidupan abadi akhirat yang sangat berbeda dengan dunia fana ini.

Fitnah Dajjal menjelang Hari Kiamat
Rasulullah SAW bersabda: “Dan sesungguhnya di antara fitnahnya Dajjal memiliki surga dan neraka. Maka nerakanya adalah surga (Allah) dan surganya adalah neraka (Allah),” (HR Ibnu Majah).

Maka sudah tiba masanya bagi setiap muslim untuk mempersiapkan diri dan keluarganya dari fitnah yang paling dahsyat sepanjang zaman, yaitu fitnah Dajjal. Nabi Muhammad SAW mengajarkan beberapa kiat untuk menyelamatkan diri dari fitnah Dajjal, di antaranya:

Pertama, bacalah doa permohonan perlindungan Allah pada saat duduk sholat tahiyyat terakhir dalam sebelum salam kanan dan kiri: “Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari azab jahannam, dari azab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian serta dari jahatnya fitnah Al-Masih Ad-Dajjal,” (HR Muslim).

Kedua, bacalah surat Al-Kahfi di malam Jumat atau hari Jumat sesuai hadits berikut:
“Barangsiapa membaca surah Al-Kahfi di hari Jumat, maka Dajjal tidak bisa menguasainya atau memudharatkannya,” (HR Baihaqi).

Ketiga, hafalkan sepuluh ayat pertama surat Al-Kahfi sesuai hadits berikut: “Barangsiapa menghafal sepuluh ayat pertama surah Al-Kahfi, ia terlindungi dari fitnah Dajjal,” (HR Abu Dawud).

Keempat, menjauh dan tidak berkeinginan mendekati Dajjal pada masa kemunculannya telah tiba sesuai hadits berikut: “Barangsiapa mendengar tentang Dajjal, hendaknya ia berupaya menjauh darinya, sebab -demi Allah- sesungguhnya ada seseorang yang mendekatinya (Dajjal) sedang ia mengira bahwa Dajjal tersebut mukmin kemudian ia mengikutinya karena faktor syubhat (tipu daya) yang ditimbulkannya,” (HR Abu Dawud).

Kelima, menetap di Mekkah atau Madinah pada masa Dajjal telah keluar dan berkeliaran dengan segenap fitnah yang ditimbulkannya. Sebagaimana hadits berikut: “Tidak ada negeri (di dunia) melainkan akan dipijak (dilanda/diintervensi) oleh Dajjal kecuali Mekah dan Madinah kerana setiap jalan dan lereng bukit dijagai oleh barisan Malaikat,” (HR Bukhari-Muslim). [sa/islampos/nuurislami/berbagaisumber]

Sumber : www.islampos.com
-----------------
Artikel : My Diary

Baca juga :
- Keutamaan sedekah di hari Jum'at
- Mengapa harus membaca surat al Kahfi di hari Jum'at?
- Kisah Malaikat Izrail mencabut nyawanya sendiri
- Hadits tentang wanita.

Keutamaan sedekah di hari Jum'at.




SEDEKAH kapanpun adalah baik. Betapa Rasulullah SAW dan para sahabat menggemarkan sedekahnya setiap waktu. Simak riwayat di bawah ini:
“Dari Yazid bin Abu Habib, dia memberi-tahu bahwa Abu al-Khair telah menyampai-kan kepadanya bahwa dia pernah mendengar ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Setiap orang berada di bawah naungan shadaqahnya sehingga diadili di antara umat manusia.’”

Yazid mengatakan, “Tidak ada satu hari pun berlalu dari Abu Khair, melainkan dia selalu bershadaqah meski hanya dengan sepotong kue, bawang, atau yang lainnya.” (Shahih: Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (IV/148) dengan sanad yang shahih dan dinilai shahih oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib (no. 872).

Dan dalam riwayat Ibnu Khuzaimah disebutkan:
“Naungan orang mukmin pada hari Kiamat kelak adalah shadaqahnya,” Hasan: Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan dinilai shahih oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib (no. 872).

Dan menurut riwayat ath-Thabrani dan al-Baihaqi, dari ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya shadaqah itu dapat memadamkan panas kuburan dari penghuninya. Dan sesungguhnya orang mukmin pada hari Kiamat kelak akan bernaung di bawah naungan shadaqahnya.” Hasan: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani di dalam kitab al-Kabiir, dan al-Baihaqi dan dinilai hasan oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib (no. 873).

‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Pernah dikatakan kepadaku bahwa seluruh amal perbuatan akan merasa bangga sehingga shadaqah akan berkata, ‘Aku yang lebih utama daripada kalian.’” Hasan: Dinilai shahih oleh al-Hakim yang disepakati oleh adz-Dzahabi (I/416). Dan al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib (no. 878)
Demikian salah satu bagian dari keutamaan shadaqah pada setiap harinya.

Sedangkan shadaqah pada hari Jum’at memiliki keutamaan khusus dari hari-hari lainnya.
Telah diriwayatkan oleh Imam ‘Abdurrazzaq ash-Shan’ani rahimahullah dari Imam Sufyan ats-Tsauri, dari Mansur, dari Mujahid, dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, Abu Hurairah dan Ka’ab pernah berkumpul. Lalu Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya pada hari Jum’at itu terdapat satu waktu yang tidaklah seorang muslim bertepatan dengannya dalam keadaan memohon kebaikan kepada Allah Ta’ala melainkan Dia akan men-datangkan kebaikan itu kepadanya.”

Maka Ka’ab Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Maukah engkau aku beritahu kepadamu tentang hari Jum’at? Jika hari Jum’at tiba, maka langit, bumi, daratan, lautan, pohon, lembah, air, dan makhluk secara keseluruhan akan panik, kecuali anak Adam (umat manusia) dan syaitan. Dan para Malaikat berkeliling mengitari pintu-pintu masjid untuk mencatat orang-orang yang datang berurutan. Dan jika khatib telah naik mimbar, maka mereka pun menutup buku lembaran-lembaran mereka.

Dan merupakan kewajiban bagi setiap orang yang sudah baligh untuk mandi seperti mandi janabah. Dan tidak ada matahari yang terbit dan terbenam pada suatu hari yang lebih afdhal dari hari Jum’at, dan shadaqah pada hari itu lebih agung daripada hari-hari lainnya.”

Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Ini Hadits Abu Hurairah dan Ka’ab. Saya sendiri berpendapat, ‘Jika keluarganya memiliki minyak wangi, maka hendaklah dia memakainya pada hari itu.’ Shahih: Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq (no. 5558), disebutkan oleh Ibnul Qayyim di dalam kitab Zaadul Ma’aad (I/407) dari Ahmad Ibnu Zuhair bin Harb, “Ayahku memberitahu kami, ia berkata, “Jarir memberitahu kami dari Manshur.”

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya shadaqah pada hari Jum’at itu memiliki kelebihan dari hari-hari lainnya. Shadaqah pada hari itu dibandingkan dengan hari-hari lainnya dalam sepekan, seperti shadaqah pada bulan Ramadhan jika dibandingkan dengan seluruh bulan lainnya.” Zaadul Ma’aad (I/407).

Lebih lanjut, Ibnul Qayyim juga mengatakan, “Aku pernah menyaksikan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, semoga Allah menyucikan ruhnya, jika berangkat menunaikan shalat Jum’at membawa apa yang terdapat di rumahnya, baik itu roti atau yang lainnya untuk dia shadaqahkan selama dalam perjalanannya itu secara sembunyi-sembunyi.”

Aku pun, lanjut Ibnul Qayyim, pernah mendengarnya mengatakan, “Jika Allah telah memerintahkan kepada kita untuk bershadaqah di hadapan seruan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka shadaqah di hadapan seruan Allah Ta’ala jelas lebih afdhal dan lebih utama fadhilahnya.” Zaadul Ma’aad (I/407). [pembinaan pribadi]

Sumber : www.islampos.com
-------------
Artikel : My Diary 

Baca juga :
- Mengapa harus membaca surat al Kahfi di hari jum'at?
- Orang Syi'ah Tarawih letakkan al-Qur'an dikepala
- Mengapa mencium Hajar Aswad? 
- Ternyata benar filter rokok mengandung darah babi 

Mengapa harus membaca surat al Kahfi hari jum'at?




islampos.com—HARI Jum’at merupakan hari yang mulia. Bukti kemuliaannya, Allah mentakdirkan beberapa kejadian besar pada hari tersebut. Dan juga ada beberapa amal ibadah yang dikhususkan pada malam dan siang harinya, khususnya pelaksanaan shalat Jum’at berikut amal-amal yang mengiringinya.
Salah satu amal ibadah khusus yang diistimewakan pelakasanaannya pada hari Jum’at adalah membaca surat Al-Kahfi.

1. Dari Abu Sa’id al-Khudri radliyallahu ‘anhu, dari Nabishallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ َقَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ
Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, maka dipancarkan cahaya untuknya sejauh antara dirinya dia dan Baitul ‘atiq.” (Sunan Ad-Darimi, no. 3273. Juga diriwayatkan al-Nasai dan Al-Hakim serta dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, no. 736)

2. Dalam riwayat lain masih dari Abu Sa’id al-Khudriradhiyallahu ‘anhu,
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ أَضَآءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ
“Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka akan dipancarkan cahaya untuknya di antara dua Jum’at.” (HR. Al-Hakim: 2/368 dan Al-Baihaqi: 3/249. Ibnul Hajar mengomentari hadits ini dalam Takhrij al-Adzkar, “Hadits hasan.” Beliau menyatakan bahwa hadits ini adalah hadits paling kuat tentang surat Al-Kahfi. Syaikh Al-Albani menshahihkannya dalam Shahih al-Jami’, no. 6470)

3. Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, berkata: Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ سَطَعَ لَهُ نُوْرٌ مِنْ تَحْتِ قَدَمِهِ إِلَى عَنَانِ السَّمَاءَ يُضِيْءُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَغُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ
Siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka akan memancar cahaya dari bawah kakinya sampai ke langit, akan meneranginya kelak pada hari kiamat, dan diampuni dosanya antara dua jumat.

Al-Mundziri berkata: hadits ini diriwayatkan oleh Abu Bakr bin Mardawaih dalam tafsirnya dengan isnad yang tidak apa-apa. (Dari kitab at-Targhib wa al- Tarhib: 1/298)”

Kapan Membacanya?
Sunnah membaca surat Al-Kahfi pada malam Jum’at atau pada hari Jum’atnya. Dan malam Jum’at diawali sejak terbenamnya matahari pada hari Kamis. Kesempatan ini berakhir sampai terbenamnya matahari pada hari Jum’atnya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kesempatan membaca surat Al-Kahfi adalah sejak terbenamnya matahari pada hari Kamis sore sampai terbenamnya matahari pada hari Jum’at.

Imam Al-Syafi’i rahimahullah dalam Al-Umm menyatakan bahwa membaca surat al-Kahfi bisa dilakukan pada malam Jum’at dan siangnya berdasarkan riwayat tentangnya. (Al-Umm, Imam al-Syafi’i: 1/237).

Mengenai hal ini, al-Hafidzh Ibnul Hajar rahimahullaahmengungkapkan dalam Amali-nya: Demikian riwayat-riwayat yang ada menggunakan kata “hari” atau “malam” Jum’at. Maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud “hari” temasuk malamnya. Demikian pula sebaliknya, “malam” adalah malam jum’at dan siangnya. (Lihat: Faidh al-Qadir: 6/199).

DR Muhammad Bakar Isma’il dalam Al-Fiqh al Wadhih min al Kitab wa al Sunnah menyebutkan bahwa di antara amalan yang dianjurkan untuk dikerjakan pada malam dan hari Jum’at adalah membaca surat al-Kahfi berdasarkan hadits di atas. (Al-Fiqhul Wadhih minal Kitab was Sunnah, hal 241).

Keutamaan Membaca Surat Al-Kahfi di Hari Jum’at
Dari beberapa riwayat di atas, bahwa ganjaran yang disiapkan bagi orang yang membaca surat Al-Kahfi pada malam Jum’at atau pada siang harinya akan diberikan cahaya (disinari). Dan cahaya ini diberikan pada hari kiamat, yang memanjang dari bawah kedua telapak kakinya sampai ke langit. Dan hal ini menunjukkan panjangnya jarak cahaya yang diberikan kepadanya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَى نُورُهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ
Pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka.” (QS. Al-Hadid: 12)

Balasan kedua bagi orang yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at berupa ampunan dosa antara dua Jum’at. Dan boleh jadi inilah maksud dari disinari di antara dua Jum’at. Karena nurr (cahaya) ketaatan akan menghapuskan kegelapan maksiat, seperti firman Allah Ta’ala:
إن الحسنات يُذْهِبْن السيئات
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS. Huud: 114)

Surat Al-Kahfi dan Fitnah Dajjal
Manfaat lain surat Al-Kahfi yang telah dijelaskan Nabishallallahu ‘alaihi wasallam adalah untuk menangkal fitnah Dajjal. Yaitu dengan membaca dan menghafal beberapa ayat dari surat Al-Kahfi. Sebagian riwayat menerangkan sepuluh yang pertama, sebagian keterangan lagi sepuluh ayat terakhir.

Imam Muslim meriwayatkan dari hadits al-Nawas bin Sam’an yang cukup panjang, yang di dalam riwayat tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,  “Maka barangsiapa di antara kamu yang mendapatinya (mendapati zaman Dajjal) hendaknya ia membacakan atasnya ayat-ayat permulaan surat al-Kahfi.

Dalam riwayat Muslim yang lain, dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca sepuluh ayat dari permulaan surat al-Kahfi, maka ia dilindungi dari Dajjal.” Yakni dari huru-haranya.

Imam Muslim berkata, Syu’bah berkata, “Dari bagian akhir surat al-Kahfi.” Dan Hammam berkata, “Dari permulaan surat al-Kahfi.” (Shahih Muslim, Kitab Shalah al-Mufassirin, Bab; Fadhlu Surah al-Kahfi wa Aayah al-Kursi: 6/92-93)

Imam Nawawi berkata, “Sebabnya, karena pada awal-awal surat al-Kahfi itu tedapat/ berisi keajaiban-keajaiban dan tanda-tanda kebesaran Allah. Maka orang yang merenungkan tidak akan tertipu dengan fitnah Dajjal. Demikian juga pada akhirnya, yaitu firman Allah:
أَفَحَسِبَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ يَتَّخِذُوا عِبَادِي مِنْ دُونِي أَوْلِيَاءَ
Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? . . .” QS. Al-Kahfi: 102. (Lihat Syarah Muslim milik Imam Nawawi: 6/93)

Dari penjelasan-penjelasan di atas, sudah sepantasnya bagi setiap muslim untuk memiliki kemauan keras untuk membaca surat Al-Kahfi dan menghafalnya serta mengulang-ulangnya. Khususnya pada hari yang paling baik dan mulia, yaitu hari Jum’at. Wallahu Ta’aa a’lam. [sa/islampos/voa-islam/berbagaisumber]

Sumber : www.islampos.com
-------------
Artikel : My Diary

Baca juga :
- Orang Syi'ah Tarawih letakkan al-Qur'an dikepala.
- Kapan aku bisa kembali ke sana?
- Keutamaan Hari Jum'at.
- Hukum menikah karena hamil duluan.