Jumat, 12 Juni 2015

ANDA ANTI ARAB ATAU ANTI ISLAM?

Kamu anti Arab atau anti Islam?
Oleh: Jonru

Saya heran sama orang yang anti Arab. Alasannya apa?

Kalau alasannya, "Kita harus cinta dan menjaga budaya asli Indonesia," berarti kita juga harus anti Amerika, anti Korea, anti India, anti Australia, anti China, dan sebagainya.

Kalau alasannya, "Arab menjajah Indonesia dengan tameng penyebarluasan agama," maka sungguh lucu! Karena justru orang-orang Eropa yang TERBUKTI menjajah Indonesia sambil membawa agama Kristen. Sedangkan Islam masuk ke Indonesia lewat perdagangan dan secara damai, bukan lewat penjajahan.

* * *

Kamu bilang, "Ini Indonesia, bukan Arab. Tak perlu pakai istilah akh, antum, syukran, jazakallah, abi, umi, dst."
Padahal saat merayu pacarmu, kamu berkata, "I Love you. I miss you." Saat patah hati, kamu berkata, "Gue gagal move on, nih."

Hm.. itu bahasa Indonesia atau bukan, ya?

Kamu terlihat sangat anti Arab dengan alasan "Kita harus cinta pada budaya Indonesia." 

Padahal di saat yang sama kamu membela ajang Miss World, yang jelas-jelas bukan budaya Indonesia.

Orang yang suka lagu nasyid berbahasa Arab kamu cela-cela dengan alasan, "Itu bukan dari Indonesia."

Padahal kamu justru memuja-muja para boyband dari Korea, tergila-gila pada film India, dan cinta buta terhadap film dan musik dari Amerika.

Kamu mungkin lupa:
Nama-nama hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat dan Sabtu itu berasal dari bahasa Arab.
Istilah musyawarah dan adab juga dari bahasa Arab.

Banyak sekali istilah bahasa Arab yang kini diserap ke dalam bahasa Indonesia, dan ternyata sering kamu pakai, dan kamu menyukainya!

Bahkan kalau kamu belajar sejarah Bahasa Indonesia, kamu akan KAGET DAN SHOCK, karena ternyata bahasa Arab memiliki pengaruh yang SANGAT KUAT terhadap bahasa Indonesia.

Kamu mungkin belum tahu, bahwa struktur bahasa Indonesia dan Arab itu PERSIS SAMA. Saking samanya, kita bisa dengan mudah melakukan penerjemahan kata demi kata. Hal seperti ini tidak bisa dilakukan terhadap bahasa lain.

Coba kamu terjemahkan bahasa Inggris ke bahasa Indonesia dengan sistem terjemahan perkata. Bisa? Dijamin tak bisa. Karena pasti hasil terjemahannya akan sangat ngaco.

Tapi bahasa Arab BISA. Itulah salah satu bukti bahwa bahasa Indonesia dan Arab punya hubungan yang sangat erat.

Kalau kamu mencela Islam sebagai agama dari Arab, bukan dari Indonesia, hei... apa kamu lupa bahwa Kristen, Hindu dan Budha pun bukan dari Indonesia. Agama asli Indonesia adalah ANIMISME. Lupa, ya?

Jadi kenapa harus anti Arab?

Jangan-jangan kamu sebenarnya anti Islam, bukan anti Arab.


Sumber: Fb Jonru
---------------

My Diary

Sabtu, 30 Mei 2015

7 Rahasia Mendidik Anak

foto via 9kontroversi.blogspot.sg

 Tausiyah Pagi Ustadz Farid Ahmad Okbah

7 Rahasia Mendidik Anak

1. Jika melihat anakmu menangis, jangan buang waktu untuk mendiamkannya. Coba tunjuk burung atau awan di atas langit agar ia melihatnya, ia akan terdiam. Karena psikologis manusia saat menangis, adalah menunduk.

2. Jika ingin anak-anakmu berhenti bermain, jangan berkata: “Ayo, sudah mainnya, stop sekarang!”. Tapi katakan kepada mereka: “Mainnya 5 menit lagi yaaa”. Kemudian ingatkan kembali: “Dua menit lagi yaaa”. Kemudian barulah katakan: “Ayo, waktu main sudah habis”. Mereka akan berhenti bermain.

3. Jika engkau berada di hadapan sekumpulan anak-anak dalam sebuah tempat, yang mereka berisik dan gaduh, dan engkau ingin memperingatkan mereka, maka katakanlah: “Ayoo.. Siapa yang mau mendengar cerita saya, angkat tangannya..”. Salah seorang akan mengangkat tangan, kemudian disusul dengan anak-anak yang lain, dan semuanya akan diam.

4. Katakan kepada anak-anak menjelang tidur: “Ayo tidur sayang.. besok pagi kan kita sholat subuh”, maka perhatian mereka akan selalu ke akhirat. Jangan berkata: “Ayo tidur, besok kan sekolah”, akhirnya mereka tidak sholat subuh karena perhatiannya adalah dunia.

5. Nikmati masa kecil anak-anakmu, karena waktu akan berlalu sangat cepat. Kepolosan dan kekanak-kanakan mereka tidak akan lama, ia akan menjadi kenangan. Bermainlah bersama mereka, tertawalah bersama mereka, becandalah bersama mereka. Jadilah anak kecil saat bersama mereka, ajarkan mereka dengan cara yang menyenangkan sambil bermain.

6. Tinggalkan HP sesaat kalau bisa, dan matikan juga TV. Jika ada teman yang menelpon, katakan: “Maaf saaay, saat ini aku sedang sibuk mendampingi anak-anak”. Semua ini tidak menyebabkan jatuhnya wibawamu, atau hilangnya kepribadianmu. Orang yang bijaksana tahu bagaimana cara menyeimbangkan segala sesuatu dan menguasai pendidikan anak.

7. Selain itu, jangan lupa berdoa dan bermohon kepada Allah, agar anak-anak kita menjadi perhiasan yang menyenangkan, baik di dunia maupun di akhirat.
---------------------

Sumber: 9kontroversi.blogspot.sg

My Diary

Senin, 25 Mei 2015

Debat Tercepat Dalam Sejarah

Seorang dukun datang kepada syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani rahimahullah. Dia mengklaim bahwa dirinya mengetahui hal ghaib. Maka dia meminta untuk berdebat dengan syaikh Al-Albani. 

Maka syaikh Al-Albani berkata: 
“Engkau boleh berdebat denganku akan tetapi dengan satu syarat” 

Maka dukun tadi berkata: 
“Apa syaratmu itu?” 

Syaikh Al-Albani berkata:
“Bagaimana kamu mengetahui hal ghaib akan tetapi tidak mengetahui syaratku?”. 

Sang dukun terbungkam dan selesailah debat.
----------------


My Diary

Minggu, 17 Mei 2015

Nikmat Tuhanmu Manakah yang Engkau Dustakan?


Nikmat Tuhanmu manakah yang engkau dustakan?
Oleh: Ustadz Firanda Andirja MA

Allah tidak pernah mengacuhkanmu disaat banyak manusia mengacuhkanmu.

Allah tidak pernah bosan mendengarkan keluhanmu tatkala manusia bosan dan enggan untuk mendengarkan keluhanmu….

Allah tidak pernah meninggalkamu sendirian (jika engkau bersandar kepadanya) disaat manusia meninggalkanmu.

Allah tidak pernah merendahkanmu (jika kamu taat kepadanya) disaat banyak manusia merendahkanmu karena kurangnya harta dan kedudukanmu (karena kebanyakan manusia mengukur kehormatan seseorang dengan harta).

Allah selalu memaafkanmu jika engkau bertaubat, disaat manusia enggan memafkanmu dan terus mencelamu.

Allah tidak pernah bosan untuk engkau dekati (jika engkau bertaubat) meskipun telah berulang-ulang engkau bersalah kepadaNya, tatkala manusia langsung meninggalkamu dan menghinakanmu karena hanya satu kesalahanmu.

Allah menilai satu kebaikanmu menjadi 10 kali lipat hingga tiada batas dan hanya menilai satu kesalahanmu tetap sebagai satu kesalahan, tatkala manusia menganggap besar satu kesalahanmu yang kecil dan melupakan kebaikan-kebaikanmu.

Allah selalu memberi pertolongan disaat pertolongan manusia tidak bisa lagi diharapkan.

MAKA : Nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan???? 
----------- 

Sumber: Diana Rosmawati 

My Diary

Kamis, 14 Mei 2015

Saat Engkau Tertidur Lelap



"Saat engkau tertidur lelap, boleh jadi pintu-pintu langit diketuk oleh puluhan doa yang memohon kebaikan untukmu. 
(Doa itu datang) dari si fakir yang pernah engkau tolong, 
dari orang lapar yang pernah engkau beri makan, 
dari orang sedih yang pernah engkau bahagiakan, 
dari orang yang pernah berpapasan denganmu dan kau berikan senyuman untuknya, 
atau dari orang terhimpit kesulitan yang telah engkau lapangkan.
Maka jangan pernah meremehkan sebuah kebajikan untuk selama-lamanya."

(Ibnul Qayyim A-Jauziyah)

-------------------


Artikel: My Diary

Berlindunglah Dari Panasnya Neraka Walau Dengan Separuh Kurma

Suatu hari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

(( مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ سَيُكَلِّمُهُ رَبُّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ تُرْجُمَانُ. فَيَنْظُرُ أَيْمَنَ مِنْهُ فَلَا يَرَى إِلَّا مَا قَدَّمَ، وَيَنْظُرُ أَشْأَمَ مِنْهُ فَلَا يَرَى إِلَّا مَا قَدَّمَ، وَيَنْظُرُ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلَا يَرَى إِلاَّ النَّارَ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ، فَاتَّقُوْا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ، فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ ))

“Setiap kalian pasti akan diajak bicara oleh Robb-nya, dimana tidak ada penerjemah antara dia dengan Allah . Lalu dia menoleh ke sebelah kanannya, dia tidak melihat kecuali hasil dari apa yang telah dikerjakannya (di dunia). Dia pun menoleh ke sebelah kiri, dan yang terlihat hanyalah apa yang telah dikerjakannya (di dunia). Lalu dia melihat ke depan, dan yang ia lihat hanya neraka yang ada tepat di hadapannya. Karena itu, berlindunglah kalian dari api neraka walaupun dengan separuh kurma. Barangsiapa tidak memilikinya maka hendaklah dengan kata-kata yang baik” (Muttafaq alaihi)

Dalam hadits yang lain beliau bersabda:
“Janganlah engkau meremehkan perbuatan baik, walaupun hanya menjumpai saudaramu dengan wajah yang berseri-seri." (HR. Muslim)

Kedua hadits diatas mengajari kita bahwa sebuah amalan tidak dinilai dari besar atau kecilnya, sedikit ataupun banyaknya. Karena semua ditentukan oleh kadar keikhlasan masing-masing pelaku. Sabda beliau “walaupun dengan separuh kurma” menunjukkan kasih sayang Allah yang luar biasa. Betapapun kecilnya sebuah amalan, ia tetap bermanfaat bagi pelakunya di akhirat kelak. Tak tanggung-tanggung amalan tersebut dengan idzin Allah dapat melindungi pelakunya dari api neraka. Padahal panasnya api neraka 70 kali lipat melebihi panasnya api dunia, panas yang luar biasa bukan?

Jadi… Jangan pernah meremehkan sebuah kebaikan sekecil apapun kebaikan itu. Karena kita tidak tahu dengan kebaikan mana Allah akan memasukkan kita ke dalam surga-Nya.
---------------

Sumber: Ust. Aan Chandra Thalib

My Diary

Rabu, 13 Mei 2015

Keperdulian Umar Terhadap Shalat Subuh

Siapapun tahu bagaimana tegasnya Umar bin Khattab radhiallahu'anhu dalam melindungi dan menegakkan syariat Islam. Begitu pula dengan ketegasannya kali ini untuk tetap melakukan sholat subuh berjamaah meski dirinya dalam keadaan luka parah akibat tusukan dari manusia bejat Abu lu'lu.

Beginilah Umar bin Khattab yang sangat perduli dengan Sholat berjamaah terutama sholat subuh, seperti yang ana kutip dari artikel Muslim.or.id berikut;

Luka Parah Tidak Menghalanginya Sholat di Masjid
Umar bin Khattab pada hari setelah pedang tajam menamcap di tubuhnya, darah yang terus mengalir, luka yang masih menganga, ia dibangunkan untuk sholat subuh, kemudian mengatakan,
نعم ولا حظ في الالسلام لمن ترك الصلاة
"Iya, tidaklah ada bagian dalam islam kepada orang yang meninggalkan shalat."
Beliaupun shalat dan lukanya terus mengeluarkan darah.

Umar bin Khattab pernah bertemu dengan Said bin Yarbu', seorang pria tua yang baru kehilangan penglihatannya, umurnya pun telah mendekati seratus tahun.
Umar berkata, "Wahai pria tua, jangan kau tinggalkan shalat jum'at, dan jangan kau tingglakan shalat berjamaah di masjid Nabi."
Pria tua itu berkata kepada Umar, "Wahai Umar, aku tak mempunyai seseorang yang dapat menunjukkan jalan untuk ke masjid."
Umar berkata, "Aku kirimkan seseorang untuk menuntunmu ke masjid."

Lihatlah, begitu besar kepedulian Umar bin Khattab dalam perkata shalat berjamaah di masjid. Seseorang yang telah tua, tak dapat melihat, tetap diperintahkan untuk tidak meninggalkan shalat berjamaah di masjid, bahkan Umar mengutus seseorang untuk menuntunnya.

Simak kisah lain dari Amirul Mukminin
Umar bin Khattab mempunyai seorang teman bernama Sulaiman, namun di hari itu Umar bin Khattab tidak melihat kawannya di saat shalat subuh berjamaah. Sang Amirul Mukminin pun menanyakan kepada ibu Sulaiman, "Kemana anakmu? Aku tidak melihatnya pada waktu shalat subuh tadi?"
Ibu Sulaiman menjawab, "Ia tertidur tadi, di sepertiga malam ia bangun shalat malam sampai menjelang subuh ia tertidur."
Umar bin Khattab berkata, "Demi Allah, lebih baik aku ikut shalat subuh berjamaah dari pada kau harus bangun malam (kemudian tak dapat subuh berjamaah)."

Wahai ikhwah, Sulaiman tertidur dan terlewat shalat subuh karena ia beribadah di sepertiga malam, namun lihatlah pengingkaran Umar terhadap apa yang dilakukan Sulaiman.

Sekarang apa yang yang harus dikatakan terhadap seseorang yang terlambat shalat subuhnya karena bergadang untuk hal-hal yang mubah saja?

Pengingkaran seperti apa lagi untuk mereka yang melewatkan waktu subuh karena tertidur lelap, sisa dari keletihan bergadang untuk hal yang tidak bermanfaat?

Dan kata-kata yang seperti apa untuk mereka -waiyadzu billah- yang tidak shalat subuh karena semalam suntuk bergadang untuk hal yang haram?

Bertaqwalah kepada Allah dan jagalah perkara besar ini.
-------------

Sumber: Muslim.or.id

My Diary

Hukum Buruk Sangka

Pertanyaan:
Apakah diperbolehkan bagi seseorang untuk menuduh orang lain dalam agama dan akhlaknya dengan tuduhan palsu, seperti ia berkata dalam hatinya; "Jangan-jangan ia berbuat baik agar ia bisa dekat denganku, atau supaya aku mencintainya", padahal ia tidak seperti itu, tujuannya agar orang-orang di sekitarnya menjadi benci.

Jawaban:
Berburuk sangka terhadap seorang muslim adalah haram.
Allah Subhanahu waTa'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purbasangka (kecurigaan). Karena sebagian dari purbasangka itu dosa." (QS. Al-Hujarat: 12)

Dan lebih besar dari itu adalah menuduh seorang muslim dengan sesuatu yang tidak dia lakukan,
Firman Allah Subhanahu waTa'ala: "Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat. Maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata." (QS. Al-Ahzab: 58)

Ibnu Katsir berkata; "Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat" artinya: menuduh mereka dengan sesuatu padahal mereka tidak pernah melakukannya. Menuduh seorang muslim tidak diperbolehkan dengan alasan apapun, sebab Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam telah mengancam dengan ancaman keras sebagaimana dikeluarkan oleh Ahmad dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa berkata tentang seorang muslim sesuatu yang tidak ada pada dirinya, maka Allah akan memberinya minum dari bubur api neraka, sampai ia keluar dari tuduhannya, tapi ia tidak bisa keluar, dan bubur api neraka itu terbuat dari nanah busuk penghuni neraka." Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani.

Kepada mereka yang telah melakukan dosa besar ini agar segera bertaubat kepada Allah Subhanahu waTa'ala dan meminta ma'af kepada yang bersangkutan, karena bertaubat dari dosa yang berkaitan dengan hak-hak anak adam, maka syaratnya adalah meminta ma'af kepadanya.
Wallahua'lam.
-------------------

Sumber: Majalah Qiblati, edisi 09 tahun VII, rubrik Konsultasi Agama dan Keluarga Bersama Syaikh Mamduh Farhan al-Buhairi, hal: 59

My Diary

Selasa, 12 Mei 2015

Mengapa Bershalawat Kepada Ibrahim 'alaihissalam

Pertanyaan:
Mengapa kita mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi Ibrahim 'alaihissalam, tidak kepada nabi yang lain di dalam shalat?

Jawaban:

1/. Ia adalah Nabi yang paling utama setelah Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wasallam.

2/. Allah Subhanahu waTa'ala telah menjadikannya sebagai kekasih-Nya (khaliilurrahman).
"Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya." (an-Nisa': 125)

3/. Semua Nabi yang datang setelahnya bersambung nasabnya kepada Nabi Ibrahim 'alaihissalam.

4/. Nabi Ibrahim 'alaihissalam adalah bapak bangsa Arab dan dia adalah bapaknya Nabi shallallahu'alaihi wasallam dari sisi nasab.

5/. Semua pengikut syariat sebelum Islam beriman kepadanya.

6/. Allah memerintahkan Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wasallam untuk mengikuti millah (jalan) Nabi Ibrahim 'alaihissalam.
"Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif." (an-Nahl: 123)

7/. Nabi Ibrahim 'alaihissalam adalah yang telah meninggikan bangunan Ka'bah dan dialah yang pertama kali melakukan haji.

8/. Allah Subhanahu waTa'ala telah menjadikan baginya maqam (tempat berdiri) di sisi Rumah-Nya.
"Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat." (al-Baqarah: 125)

9/. Nabi Muhammad shallallahu'alihi wasallam dan kaum muslimin lebih dekat kepada Nabi Ibrahim 'alaihissalam daripada yang lain.
"Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi itu (Muhammad), berserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad)." (Ali Imran: 68)

10/. Allah Subhanahu waTa'ala telah memuliakannya dengan sangat.
"Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik." (Ali Imran: 67)

Inilah diantara sebab-sebab dikhususkannya Nabi Ibrahim 'alaihissalam untuk mendapatkan shalawat dan selam dalam shalat-shalat kita jika dibandingkan dengan para Nabi yang lain.

Wallahua'alam.
------------------

Sumber: Majalah Qiblati, edisi 06 tahun VI, Konsultasi Keluarga, Hal: 64

My Diary


Senin, 11 Mei 2015

Karena Lapar Ia Terpaksa Menjual Putrinya

Karena Lapar Ia Terpaksa Menjual Putrinya
Oleh: Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz Al-Khudhairi

Saya diceritakan oleh Dr. Yahya bin Ibrahim Al-Yahya tentang seorang laki-laki yang beliau kenal, beliau berkata, "Aku melihat tetanggaku setelah selesai shalat ashar sedang berdiri di samping kotak sampah, lalu ia mengulurkan tangannya dan mengambil sesuatu dari kotak sampah itu lalu dimasukkannya ke dalam rumahnya," dan beliau berkata, "Aku sangat terkejut melihat perbuatannya, barangkali selama ini ia sangat membutuhkan pertolongan, sedangkan aku tidak mengetahuinya, maka aku putuskan untuk datang ke rumahnya dan mencoba menanyakan keadaannya dan menanyakan apa yang aku lihat pada hari ini."

Dan ketika aku sampai di rumahnya, ia pun menyambutku dan aku melihat keadaanya dalam keadaan baik-baik saja, bahkan tampak dengan jelas ia berada dalam kecukupan. Maka aku bertanya kepadanya tentang apa yang aku lihat, ia menjawab, "Aku melihat di dalam kotak sampah sebungkus makanan yang masih layak untuk dimakan, aku merasa sayang jika dibiarkan dan menurutku makanan itu tidak pantas berada di tempat hina seperti itu."

Lalu ia melanjutkan, "Dulu aku pernah hidup dalam kelaparan, barangkali siapa pun tidak bakal sanggup menghadapi keadaan seperti keadaanku pada saat itu, mulai saat itu aku berjanji kepada Allah untuk menghormati makanan dan tidak menolaknya bagaimanapun kondisinya. Dengarkan kisahku selengkapnya:

"Satu tahun penuh aku tinggal di Makkah dalam keadaan miskin tidak punya apa-apa, saat itu aku tidak punya pekerjaan, padahal aku punya istri dan anak, pagi-pagi sekali aku keluar mencari pekerjaan atau berharap ada orang yang mau memberiku makanan, tapi sayang aku tidak mendapatkannya, maka aku putuskan untuk kembali ke rumah walaupun dengan tangan hampa.

Sesampainya di rumah, aku mendapatkan istri dan putri semata wayangku sedang menunggu kedatanganku. Mereka sangat berharap ada sesuatu yang aku bawa untuk mengganjal rasa lapar, karena tiga hari lamanya perut kami tidak diisi oleh sepotong buah kurma sekalipun. Dalam keadaan kritis seperti itu, tiba-tiba terlintas dalam benakku sebuah pikiran yang tidak mungkin dilakukan oleh seorang bapak manapun.

Akhirnya tidak menunggu begitu lama, akupun menyampaikan rencana gila ini kepada istriku. Dengan penuh hati-hati aku berkata kepadanya, "Sampai kapan kita akan mampu bertahan dan menunggu kematian? Kelaparan sudah menghabiskan tidur nyenyak kita dan menggerogoti badan kita, dan putri kita tidak mungkin kuat seperti kita, maka jika kamu setuju, tolong engkau pakaikan pakaian untuk putri kita, lalu sisir rambutnya dan buat ia tampil menarik, aku akan pergi membawanya ke pasar budak dan menjualnya, kemudian hasilnya kita gunakan untuk makan dan dia akan mendapatkan orang yang akan memberinya makan, dengan begitu ia bisa hidup seterusnya dan kita berdua akan selamat dari kematian yang mulai mengintai kita."

Tapi istriku menolak dan mencoba menasehatiku agar takut kepada Allah Subhanahu waTa'ala. Namun sepertinya aku sudah kehilangan akal sehatku. Aku terus mendesaknya dan memberikan alasan-alasan logis dan realitas. Pada akhirnya dia menyerah dan menerima rencana gilaku. Maka ia segera mempersiapkan segala sesuatunya, setelah semuanya sempurna, aku pun pergi membawa putriku ke pasar. Ditengah perjalanan aku bertemu dengan seorang laki-laki badui, dan ia tammpaknya tertarik dengan putriku. Kemudian ia mulai membuka penawaran, mula-mula ia menawar dengan harga murah, namun akhirnya kami sepakat dengan harga dua belar dirham.

Pada saat uang dirham berpindah ke tanganku, tidak pikir panjang aku cepat berlari menuju pasar kurma untuk membeli beberapa kilo kurma. Setelah dirasa cukup, aku meminta seorang kuli panggul untuk membawa belanjaanku dan mengikutiku dari belakang, sebab aku tidak kuat membawanya karena lilitan lapar yang tidak menyisakan kekuatan walaupun sekedar membawa sekantong kurma. Tidak terasa aku sudah sampai di rumah, kemudian aku berbalik ke belakang tapi aku tidak menemukan kuli panggul itu. Dengan sisa-sisa tenaga kau putuskan untuk kembali demi mencarinya, namun aku tidak menemukannya.
Aku berkata, "Biarlah aku akan kembali ke pasar untuk membeli gantinya dan mencari kuli lain."

Akan tetapi, ketika aku mau membayar, aku tidak menemukan sepeser uang perakpun di dalam sakuku. Aku bingung campur sedih, sekarang apa yang harus aku perbuat ya Allah. Akhirnya aku putuskan untuk pergi ke Masjidil Haram dan ketika aku mulai memasuki tempat tawaf tiba-tiba aku melihat orang badui tadi sedang mengerjakan tawaf bersama putriku, dan aku berniat mengintai dan mengikutinya kemana ia pergi. Sehingga di sebuah jalan sepi di luar kota Makkah, aku berlari mengejarnya lalu tanpa pikir panjang akupun mendorongnya dan mengambil kembali putri semata wayangku.

Kemudian aku kembali ke Masjidil Haram. Ditengah-tengah tawaf tiba-tiba aku dikejutkan oleh keberadaan orang badui tadi. Matanya seakan-akan tidak mau melepaskan mataku. Setelah selesai tawaf, ia kemudian shalat di belakang maqam Ibrahim, begitu juga dengan diriku. Setelah selesai shalatnya, ia menoleh kepadaku dan memanggilku, lalu berkata, "Siapa sebenarnya gadis kecil ini yang kamu jual kepada saya?"
Aku berkata, "Ia budakku."
Dia berkata, "Bukan, dia adalah putrimu, tadi saya sudah bertanya kepadanya, dan dia berkata, "Dia adalah ayahku." "Kenapa kamu tega menjualnya?"
Aku menjawab, "Demi Allah, aku, dia dan ibunya telah melewati tiga hari sedangkan kami tidak mempunyai makanan untuk kami makan. Kami kuatir akan mati, maka aku berkata kepada istriku, "Aku harus menjualnya, semoga dengan ini kita semua selamat."

Kemudian aku memberitahunya bahwa uang dirham yang ia berikan, telah hilang dan aku belum menikmatinya sepeserpun. Dia berkata, "Ambil putrimu dan jangan kamu ulangi lagi." Dan dia mengeluarkan sebuah kantong di dalamnya berisi tiga puluh reyal. Lantas dia berkata, "Ini untuk saya dan untuk kamu." Maka ia membaginya menjadi dua bagian dan memberikan satu bagian kepadaku.

Aku sangat bergembira dan berterimakasih dan mendoakannya. Tidak lupa aku memuji Allah Subhanahu waTa'ala atas karunianya, dan aku mengambil putriku, dan segera pergi ke pasar untuk membeli kurma untuk kami bertiga. Sesampainya di pasar aku terkejut melihat kuli tadi. Aku berteriak, "Hai kemana saja kamu?"
Dia berkata, "Wahai paman, saya telah bergegas mengikutimu sampai akhirnya saya kehilangan jejak. Saya pun berusaha mencarimu tapi tidak menemukanmu, jadi saya putuskan untuk kembali ke pasar dengan harapan bisa menemukanmu. Dan Alhamdulillah, sekarang saya sudah menemukanmu." Aku berkata kepada kuli tersebut, "Sekarang ikuti aku."

Ketika kami sampai di rumah dan membuka belanjaan kami, alangkah terkejutnya kami, ternyata sepuluh dirham yang hilang itu berada di bawah tumpukan kurma yang kami beli. Aku bersyukur kepada Allah Subhanahu waTa'ala atas karunia-Nya dan aku sadar bahwa kemudahan itu akan datang setelah kesulitan.

Dan mulai saat itu, aku berjanji kepada Allah Subhanahu waTa'ala untuk selalu mensyukuri semua nikmat-Nya dan tidak menghina atau melempar makanan atau membiarkannya terbuang bersama sampah dan kotoran, Wallahul Musta'an.

Inilah kisahku, dan apakah diriku pantas dicela karena perbuatanku?!"
--------------------

Sumber: Majalah Qiblati, edisi 09 tahun VIII, hal: 63-65

My Diary



Fairuz Dan Raja

Fairuz Dan Raja
Oleh: Syaikh Mamduh Farhan al Buhairi

Diceritakan, bahwa sebagian pembatu raja tengah melihat-lihat kesana kemari, sementara raja berada di istananya yang tertinggi, lalu dia melihat ada seorang wanita yang sangat cantik berada di atap sebuah rumah. Lalu raja bertanya kepada sebagian pembantunya; "Istri siapakah wanita itu?"
Mereka menjawab; "Dia adalah istri pembantu anda, Fairuz."

Sang raja pun turun dalam keadaan jatuh cinta terhadap wanita itu, lantas dia panggil pembantunya, Fairuz.
Dia berkata, "Wahai Fairuz."
Fairuz menjawab, "Saya datang wahai tuan."
"Ambil tulisan ini, lalu bawa k negeri fulan dan datangkanlah kepadaku jawabannya." Perintah sang Raja.

Fairuz pun mengambil tulisan itu lalu pergi ke rumahnya lantas meletakkan tulisan itu di bawah bantal kemudian lupa. Esoknya, dia siapkan dirinya untuk melakukan perjalanan, lalu berpamitan kepada keluarganya untuk bepergian demi menjalankan keperluan sang raja, sementara dia tidak tahu rencana sang raja baginya.

Adapun sang raja, maka dia beranjak menuju rumah pembantunya tersebut, lalu mengetuk pintu dengan lembut.
Berkata istri Fairuz, "Siapakah di pintu?"
"Aku sang Raja, tuan suamimu," jawab sang Raja.
Istri Fairuz pun membukakan pintu untuknya lantas berkata, "Aku melihat tuan kami ada di sisi kami pada hari ini."
Sang Raja menjawab, "Aku datang untuk berziarah."
Istri Fairuz berkata, "Aku berlindung kepada Allah dari ziarah ini, dan aku tidak menganggap ada kebaikan pada ziarah ini."
Sang Raja menjawab, "Celaka kamu, sesungguhnya aku adalah Raja dan tuan suamimu."
Istri Fairuz menjawab, "Wahai Raja, anda datangi tempat minum anjing anda dan anda minum darinya?!"
Sang raja pun merasa malu karena ucapan wanita itu, lalu dia keluar meninggalkan wanita itu, dan melupakan sandalnya yang masih ada di dalam rumah.

Adapun Fairuz, maka tatkala dia keluar untuk keperluan tuannya, dan berjalan, dia merasa kehilangan tulisan sang Raja. Diapun teringat bahwa dia telah meletakkan di bawah bantalnya. Maka dia pun pulang menuju rumahnya. Kedatangannya bersamaan dengan setelah keluarnya sang raja dari rumahnya. Di dalam rumah dia mendapati sandal sang Raja. Akalnya melayang dan tahu bahwa sang raja tidak mengutusnya dalam perjalanan ini kecuali untuk suatu perkara yang akan dia lakukan.

Maka dia pun diam, tidak menampakkan satu ucapan pun. Lalu dia mengambil tulisan Raja, lalu menunaikan tugas dari sang raja, kemudan kembali kepada Raja. Sang Raja pun memberikan hadian kepadanya 100 dinar, lantas dia pergi ke pasar membeli apa saja yang layak untuk wanita, kemudian menyiapkannya sebagai hadiah yang bagus, lantas mendatangi istrinya, mengucapkan salam kepadanya kemudian berkata, "Bedirilah, berziarahlah ke rumah ayahmu."
Sang istri berkata, "Mengapa?"
Fairuz menjawab, "Sesungguhnya sang Raja telah memberiku hadiah yang banyak, dan aku ingin engkau tampakkan hal itu kepada keluargamu."

Sang istri pun berdiri dan beranjak menuju rumah ayahnya. Keluarganya pun senang dengan kedatangannya dan dengan apa yang dibawanya. Dan dia pun tinggal di rumah keluarganya selama sebulan, sementara Fairuz tidak bertanya tentang istrinya, tidak pula menyebut-nyebutnya.

Kemudian datanglah kepadanya saudara laki-laki istrinya, seraya berkata, "Kamu mengabarkan kepada kami sebab marahmu atau kita berhukum kepada sang Raja?"
Fairuz berkata, "Setuju."
Lantas keduanya berangkat menuju hakim yang pada saat itu dia duduk di sisi sang Raja.

Berkatalah saudara istrinya, "Tuan hakim, sesungguhnya aku menyewakan sebuah kebun yang temboknya baik, dengan sumber air yang jernih yang berlimpah, serta pohon-pohon yang berbuah kemudian dia memakan buahnya, lalu menghancurkan tembok dan merusak sumbernya."

Sang hakim pun menoleh ke Fairuz seraya berkata, "Apa yang kamu katakan sekarang wahai Fairuz?"

Berkatalah Fairuz, "Wahai hakim, aku telah menerima kebun itu dan aku telah pasrahkan kepadanya kebun itu lebih bagus daripada sebelumnya."

Berkatalah sang hakim kepada saudara istri Fairuz, "Apakah dia  telah menyerahkan kebun tersebut kepadamu sebagaimana keadaannya semula?"

Dia berkata, "Ya, tapi aku ingin mengetahui penyebab dia mengembalikannya."

Sang hakim berkata, "Sekarang apa yang kamu katakan wahai Fairuz?"

Berkatalah Fairuz, "Demi Allah, aku tidak mengembalikan kebun itu karena membencinya, akan tetapi suatu hari aku datang kepadanya, kemudian aku dapati ada bekas singa di dalamnya, maka aku khawatir singa tersebut telah mengkhianatiku, maka aku haramkan diriku untuk masuk ke dalam kebun sebagai penghormatan kepada singa tersebut."

Pada saat itu sang raja dalam keadaan bersandar, kemudian dia duduk tegak seraya berkata, "Wahai anak muda, pulanglah menuju kebunmu dengan aman dan tenang. Demi Allah, singa itu telah memasuki kebun, dan tidak memberikan bekas apapun di dalamnya, tidak menyentuh satu daun pun, tidak juga satu buahmu, dan tidak juga sesuatu pun. Dia tidak diam di sana kecuali sebentar saja, kemudian dia keluar tanpa sesuatu pun. Demi Allah, singa itu tidak melihat satu kebun seperti kebunmu, dia tidak pernah melihat penjagaan tembok yang lebih kokoh menjaga pohonnya daripada kebunmu."

Kemudian kembalilah Fairuz menuju rumahnya. Istrinya pun dikembalikan lagi kepadanya. Dan hakim serta orang lain tida ada yang mengetahui apa yang telah terjadi.

Sumber: Majalah Qiblati, edisi 01 tahun V, hal: 102-104

My Diary

Kisah Taubat yang Mengundang Tawa

Kisah Taubat yang Mengundang Tawa
Oleh: syaikh Mamduh Farhan al Buhairi

Kisah ini adalah sebuah kisah nyata yang terjadi kurang lebih dua puluh tahun yang lalu (kalau sekarang sekitar 36 tahun yang lalu).

Akupun mengenal pemilik kisah ini. Mereka adalah para pemuda yang menyia-nyiakan sholat dan ibadah-ibadah yang lain. Mudah-mudahan Allah Subhanahu waTa'ala memberikah hidayah kepada kita dan juga kepada mereka yang menuju segala kebaikan, Aamiin.

Mereka berjumlah tiga orang. Suatu ketika mereka keluar bersama untuk bertamasya (jalan-jalan, wisata). Dua diantara mereka duduk di kursi depan mobil, sementara yang seorang duduk di kursi belakang. Dan pahlawan kita dalam kisah ini adalah yang duduk di kursi belakang tersebut. Kala itu dia dalam keadaan tertidur. Dia juga terkenal termasuk orang yang tidurnya sangat berat dan lelap. Jika dia sudah tertidur maka dia sama sekali tidak merasakan apapun.

Kala itu mereka sudah berada di pertnegahan malam, dan teman kita ini masih dalam keadaan tidur. Kemudian, kedua sahabatnya itu berfikir untuk mengerjai temannya yang tertidur tersebut. Keduanya memutuskan untuk masuk ke padang pasir, kemudian menurunkan dan meninggalkannya seorang diri.

Hal itu benar-benar dilakukan. Sampailah keduanya dengan mobil mereka pada suatu tempat yang benar-benar sunyi. Setelah berhenti, mereka mulai menurunkan teman mereka yang masih dalam keadaan tidur. Setelah diturunkan, keduanya menoleh ke sana ke mari, melihat di sekelilingnya, lalu keduanya menemukan satu kotak kayu besar seperti peti. Pada saat itulah salah satu dari keduanya memiliki ide baru. Setelah berunding, orang keduapun setuju, sementara teman kita ini masih saja tertidur, tidak menyadari sekelilingnya.

Kemudian mulailah mereka mengganti rencana semula dengan rencana baru. Merekapun menghadirkan peti sebagai persiapan untuk melaksanakan rencana baru. Kemudian membungkus teman mereka yang masih tertidur itu dengan guthrah (sorban) putih mereka agar menyerupai kafan, kemudian memasukkannya ke dalam peti.

Lalu keduanya menutup mulut, hidung dan wajah mereka, kemudian mulailah keduanya memukuli temannya yang tidur tadi dengan keras hingga dia terjaga, dalam keadaan sangat ketakutan. Ketakutannya semakin bertambah begitu melihat dua orang bercadar berdiri di sisi kepalanya, ditambah lagi pakaian putih yang dia kenakan. Demikian pula kepekatan malam pada tempat tersebut.

Dengan tanpa memberi kesempatan kepadanya untuk berfikir, salah satu dari keduanya langsung berkata:
"Siapa Tuhanmu!"
Ia pun menjawab, "Allah."
Yang kedua memukul kepalanya seraya berkata: "Apa agamamu!"
Dia menjawab, "Islam."

Sampai di sini, keduanya tertawa kuat di dalam hati, akan tetapi tetap menampakkan kekerasan (kesangaran), sementara tampak teman mereka itu dalam keadaan kebingungan dan ketakutan dengan wajah yang telah berubah dengan berbagai warna.

Pada saat itulah dia ingat sesuatu, lantas berkata kepada keduanya, "Aku ingin sholat Isya'."

Lalu salah satu dari keduanya menamparnya lalu berkata, "Siapa Nabimu!"
Dia pun melihat kepada orang yang menamparnya lalu berkata; "Wahai saudaraku, janganlah memukulku, aku akan menurut!"

Pada saat itulah keduanya tidak bisa lagi menguasai keadaan, kemudian tawapun tergelak dari keduanya, dan membuka cadar yang menutupi wajah mereka. Begitu dia tahu bahwa dia telah dikerjai, maka diapun berdiri dari peti lalu memukul keduanya dengan pukulan yang sangat menyakitkan, karena kerasnya tawa mereka, keduanya tidak bisa merasakan kekuatan pukulan yang diarahkan kepada keduanya, dimana bekas pukulan tersebut tidak hilang selama seminggu.

Yang terpenting dari semua ini ialah kejadian itu ternyata sangat membekas pada diri teman kita ini dan merupakan sebab hidayah bagi dirinya, lalu jadilah dia orang yang sholeh. Sementara kedua temannya tetap dalam kesesatan sebagaimana semula. Maka Subhanallah, keduanya menginginkan keburukan untuknya, tetapi malah menjadi kebaikan baginya.

Sumber: Majalah Qiblati, edisi 01 tahun V, hal: 100-101

My Diary

Jumat, 17 April 2015

Dan Kepada Tiga Orang yang Tertinggal

"Diriwayatkan dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik, ia adalah penuntun Ka'ab radhiallahu'anhu, diantara anak-anaknya ketika ia buta.

Abdullah bertutur, 'Aku pernah mendengar ayahku, Ka'ab bin Malik, menceritakan kisahnya ketika ia tertinggal dari Rasulullah dalam Perang Tabuk.'

Ka'ab bin Malik berkata, 'Aku belum pernah tertinggal dari Rasulullah dalam peperangan apapun yang beliau lakukan, kecuali dalam Perang Tabuk. Memang akku juga tertinggal dalam Perang Badar, tetapi  tak seorangpun dicela lantaran tidak ikut Perang Badar tersebut. Sebab, Rasulullah bersama kaum muslimin keluar pada waktu itu hanyalah bermaksud menghadapi kaum Quraisy, lalu tanpa terduga Allah mempertemukan mereka dengan musuh. Sungguh aku pernah mengikuti pertemuan bersama Rasulullah pada malam hari dekat Jamarah Aqabah ketika kami mengokohkan janji memeluk agama Islam. Tidaklah aku merasa lebih senang seandainya aku bisa mengikuti Perang Badar, tetapi tidak mengikuti bai'at di Jamarah Aqabah, meski Perang Badar lebih banyak disebut-sebut keutamaanya ketimbang bai'at di Jamarah Aqabah. Diantara ceritaku pada waktu tertinggal dari Rasulullah dalam pertempuran Tabuk adalah sebagai berikut;

Aku sama sekali tidak pernah merasa lebih kuat dan lebih mudah (mencari perlengkapan perang) daripada ketika aku tertinggal dari Rasulullah dalam Perang Tabuk tersebut. Demi Allah, sebelumnya aku tidak dapat mengumpulkan dua kendaraan sekaligus tetapi pada waktu Perang Tabuk itu (kalau mau) aku bisa melakukannya. Rasulullah berangkat ke pertempuran Tabuk ini pada waktu yang sangat terbatas dan menghadapi perjalanan jauh yang sulit serta menghadapi musuh yang berjumlah besar. Karena itu, Rasulullah merasa perlu menerangkan kepada kaum muslimin tentang kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi, agar mereka membuat persiapan-persiapan yang cukup. Rasulullah menjelaskan tentang tujuan mereka.

Pada waktu itu, kaum muslimin yang ikut berangkat bersama Rasulullah cukup banyak (sekitar 30.000 orang), tetapi nama-nama mereka tidak tercatat dalam sebuah buku.

Ka'ab berkata, 'Sedikit sekali lelaki yang ingin absen (bersembunyi, tidak ikut berperang). Orang yang absen mengnira bahwa itu tidak akan terlihat oleh Rasulullah selama wahyu dari Allah Subhanahu waTa'ala menganai hal itu tidak turun.'

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam berangkat ke pertempuran Tabuk bertapatan dengan musim buah-buahan dan tetumbuhan terlihat bagus. Karena itu hatiku lebih condonga kesana (kepada buah-buahan dan tetumbuhan). Tatkala Rasulullah dan kaum muslimin yang hendak berangkat bersma beliau sedang mempersiapkan segala sesuatunya. Akupun bergegas keluar guna mempersiapkan diri bersama mereka. Namun kemudian aku kembali tanpa menghasilkan apa-apa, pdahal dalam hati aku berkata, 'Aku mampu mengadakan perlengkapan kalau aku benar-benar mau.' Yang demikian terus berlangsung sampai kemudian kesibukan kaum muslimin semakin memuncak dan akhirnya pagi-pagi Rasulullah beserta kaum muslimin berangkat, sementara aku belum mengadakan persiapan sedikitpun. Lalu aku keluar (untuk mencari perlengkapan), tetapi aku kembali dengan tangan hampa.

Begitulah aku terus menunda-nunda, hingga kaum muslimin sudah bertambah jauh dan pertempuran menjadi semakin dekat. Kemudian aku bertekad hendak berangkat  menyusul kaum muslimin, kalau saja aku berbuat demikian. Namun ternyata takdir menentukan lain pada diriku. Akhirnya, apabila aku keluar bergaul dengan masyarakan sesudah Rasulullah berangkat, aku menjadi bersedih hati, karena aku melihat diriku tidak lebih hanyalah sebagai seorang lelaki yang bisa dikatakan munafik atau lelaki yang diberi keringanan oleh Allah lantaran lemah (pada saat itu di Madinah yang tinggal hanyalah orang-orang yang disebut Munafik dan orang-orang yang uzur karena amat lemah, orang yang tidak dapat berjalan, orang buta, orang yang sakit, dan lain sebagainya). (Menurut keterangan teman-teman) Rasulullah tidak pernah menyebut-nyebutku hingga sampai ke Tabuk.

Sesampai di Tabuk barulah Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam betanya, 'Apa sebenarnya yang dikerjakan oleh Ka'ab bin Malik?"

Seorang dai Bani Salamah memberikan jawaban, 'Wahai Rasulullah, ia terhalang oleh selendangnya dan sedang memandang kedua ujungnya.'

Mu'adz bin Jabal menghardik orang itu, 'Betapa buruk ucapanmu itu. Demi Allah, wahai Rasulullah, yang kami ketahui tentang Ka'ab hanyalah kebaikan.' Rasulullah pun diam dan tidak berkata apa-apa. Pada saat itu Rasulullah melihat seroang lelaki berpakain putih sedang berjalan dari kejauhan. Rasulullah bersabda, "Mudah-mudahan itu adalah Abu Khaitsamah."

Ternyata benar, orang itu adalah Abu Khaitsamah al-Anshari. Dia orang yang bersedekah dengan segantang kurma, ketika diolok-olok oleh orang-orang munafik.

Ka'ab meneruskan ceritanya, 'Tatkala aku mendengar kalau Rasulullah sedang perjalan pulang dari Tabuk, aku sangat sedih sekali. Aku mulai mereka-reka kebohongan yang bisa menyelamatkanku dari kegusaran Rasulullah besok. Aku juga meminta bantuan kepada keluargaku yang memiliki pendapat baik. Tetapi, ketika dikabatkan bahwa Rasulullah sudah semakin dekat, hilanglah dari hatiku segala macam kebohongan yang telah kureka-reka hingga ku yakin tidak ada sesuatupun yang dapat menyelematkanku dari kegusaran Rasulullah selamanya. Karena itu, aku bermaksud mengatakan yang sebenarnya kepada Rasulullah. Keesokan harinya, Rasulullah pun tiba. Dan biasanya kalau baru datang dari bepergian, yang Rasulullah tuju pertama kali adalah masjid untuk sholat dua rakaat, lalu duduk menunggu kaum muslimin (yang hendak melaporkan sesuatu dan sebagainya).'

Ketika itulah orang-orang yang tidak ikut ke Tabuk sama berdatangan menemui Rasulullah. Mereka mengemukakan alasan-alasan mereka kepada Rasulullah disertai dengan sumpah-sumpah. Mereka yang tertinggal, ada delapan puluh orang lebih. Rasulullah menerima, sebagaimana yang tampak pada mereka. Rasulullah memperkenankan mereka memperbaharui bai'at dan memohon ampun bagi mereka, sedangkan urusan batin mereka Rasulullah serahkan kepada Allah Ta'ala.

Tibalah giliranku menghadap. Ketika akan mengucapkan salam, Rasulullah tersenyum lalu bersabda, "Kemarilah!"

Aku berjalan mendekat dan duduk dihadadapan Rasulullah. Lalu Rasulullah mulai bertanya, "Apa yang menyebabkan kamu tidak ikut berangkat? Bukankah kamu sudah membeli kendaraan?"

Aku menjawab, 'Wahai Rasulullah, Demi Allah, seandainya aku duduk dihadapan orang lain, tentu aku yakin akan dapat bebas dari kemarahnmu dengan mengemukakan alasan yang bisa diterima. Sesungguhnya aku adalah orang yang dikaruniai kepandaian bicara. Namun, Demi Allah, aku benar-benar yakin sekiranya hari ini aku berkata kepada engkau dengan bohong dan  engkau menerimanya, pasti sebentar kemudian Allah menggerakkan hati anda untuk murka kepadaku. Sebaliknya, misalkan aku berkata benar yang membuat anda murka kepadaku, aku dapat mengharapkan penyelesaian yang baik dari Allah. Demi Allah, aku tidak mempunyai uzur, Demi Allah, aku sama sekali tidak pernah merasa lebih kuat dan lebih mudah daripada ketika aku tidak mengikuti engkau.'

Rasulullah bersabda, "Orang ini telah berkata benar. Pergilah, dan tunggu keputusan dari Allah terhadapmu."

Akupun berdiri. Orang-orang dari Bani Salamah berloncatan mengejarku. Mereka berkata, 'Demi Allah, kami tidak pernah melakukan dosa sebelum ini. Kami benar-benar tidak mampu mengemukakan alasan kepada Rasulullah seperti yang dilakukan oleh orang lain yang tidak ikut ke Tabuk. Mestinya cukuplah bagimu, jjika Rasulullah memintakan ampun untukmu.'

Ka'ab melanjutkan ceritanya, 'Demi Allah, orang-orang Bani Salamah itu terus menerus menyalahkanku, sehingga ingin rasanya aku kembali kepada Rasulullah untuk meralat perkataanku. Kemudian aku bertanya kepada mereka, 'Adakah orang lain yang mengalami seperti yang kualami ini?' Mereka menjawab, 'Ya. Ada dua orang yang mengatakan seperti yang kamu katakan, dan mereka mendapat jawaban sama seperti yang kau terima.' Aku bertanya, 'Siapa mereka?' Mereka menjawab, 'Murarah bin Rabi'ah al-Amiri dan Hilal bin Umayyah al-Waqifi.' Mereka telah menyebutkan kepada nama dua orang saleh yang ikut Perang Badar dan yang dapat aku ikuti. Aku lalu pulang setelah mereka menyebutkan kedua nama tersebut.

Sejak saat itu Rasulullah melarang kaum muslimin berbicara dengan kami bertiga yang tidak ikut berperang. Mulailah mereka menjauhi kami. Mereka berubah sikap terhadap kami, sehingga bumi terasa asing bagiku, seolah-olah bumi yang aku pijak ini bukanlah bumi yang sudah sangat aku kenal. Kami mengalami keadaan demikian selama lima puluh malam. Dua orang temanku menyembunyikan diri dan diam di rumah masing-masing sambil tidak henti-hentinya menangis. Adapun aku adalah orang yang paling muda dan paling kuat diantara kami bertiga. Aku tetap keluar rumah untuk mengikuti sholat berjama'ah bersama kaum muslimin. Aku juga tetap pergi ke pasar. Tetapi tidak ada seorangpun yang mau berbicara kepadaku.

Aku datang kepada Rasulullah untuk sekedar mengucapkan salam ketika beliau sedang duduk selesai sholat. Aku berkata dalam hati, 'Apakah Rasulullah mau menggerakkan bibirnya untuk menjawab salamku atau tidak?' Kemudian aku mengerjakan sholat ditempat yang dekat dengan beliau seraya melirik beliau. Apabila aku menghadap ke sholatku, Rasululllah memandagku. Dan kalau aku menengok beliau, Rasulullah berpaling dariku.

Kejadian kaum muslimin mendiamkan aku ini berlarut-larut, smapai suatu ketika aku berjalan-jalan, lalu melompati pagar pekarangan Abu Qatadah saudara sepupuku yang sangat akuk sayangi. Aku mengucapkan salam kepadanya, tetapi Demi Allah, ia tidak mau menjawab salamku. Kemudian aku bertanya kepadannya, 'Wahai Abu Qatadah, aku ingin bertanya kepadamu. Demi Allah, apa kamu tahu bahwa aku ini mencintai Allah dan Rasul-Nya?'  Ia diam saja. Aku bertanya lagi kepadanya. Namun dia tetap  diam. Pada pertanyaan ketiga, ia baru mau mejawab, 'Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.' Seketika itu mengalirlah air mataku dan aku berbalik melompati pagar untuk pulang.

Lalu pada suatu hari tatkala aku sedang berjalan-jalan di pasar Madinah, tiba-tiba ada seroang petani Kristen dari Syam yang datang ke Madinah untuk menjual makanan kepada seseorang, 'Siapa yang dapat menunjukkan aku pada Ka'ab bin Malik?' orang-orang memberikan isyarat kearahku. Petani itu mendatangiku dan menyerahkan sepucuh surat kepadaku dari Raja Ghassan. Aku membacanya dan isinya sebagai berikut;
"Amma ba'du. Sungguh kami telah mendengar bahwa temanmu mendiamkan kamu. Padahal Allah sendiri tidak menjadikan kamu tinggal ditempat yang hina dan sia-sia. Karena itu datanglah ke negeri kami. Kami pasti menolongmu."

Aku berkata dalam hati selesai membaca surat itu, 'Ini juga merupakan cobaan.' Aku bawa surat itu kedapur lalu aku bakar.

Sesudah berlalu empat puluh hari dari waktu yang lima puluh hari, sedangkan wahyu dari Allah tidak kunjung turun, tiba-tiba seorang utusan Rasulullah datang kepadaku.

Ia berkata, 'Rasulullah menyuruhmu untuk menjauhi istrimu.'
Aku bertanya, 'Apa aku harus menceraikannya atau bagaimana?'
Ia menjawab, 'Tidak, tetapi hindarilah dia, jangan dekat padanya.'

Rasulullah juga mengirimkan utusan kepada kedua orang temanku dengan tujuan yang sama. Aku berkata kepada istriku, 'Pulanglah kepada keluargamu. Menetaplah kamu disana dahulu sampai datang keputusan Allah dalam masalah ini.'

Pada suatu kesempatan istri Hilal bin Umayyah menghadap Rasulullah memohon kepada Rasulullah, 'Wahai Rasulullah, suamiku Hilal bin Umayyah adalah seorang tua sebatangkara yang tidak mempunyai pelayan. Apakah anda keberatan bila aku melayaninya?' Rasulullah menjawab, "Tidak, tetapi sekali-kali jangan sampai dia dekat-dekat padamu." Istri Hilal berkata, 'Sungguh Demi Allah, Hilal sudah tidak lagi mempunyai keinginan syahwat sedikitpun. Demi Allah, tidak henti-hentinya dia menangis sejak engkau melarang kaum muslimin untuk tidak berbicara dengannya, sampai hari ini.'

Sebagian keluargaku berkata kepadaku, 'Wahai Ka'ab, kalau kamu mau meminta izin kepada Rasulullah untuk berhubungan dengan istrimu (tentu itu lebih baik). Soalnya Rasulullah juga memberikan izin kepada istri Hilal bin Umayyah untuk melayani suaminya.' Aku menjawab, 'Aku tidak mau melakukan hal itu. Aku tidak tahu apa jawaban Rasulullah jika aku sampai melakukan hal itu karena aku masih muda.'

Aku lalui hari-hari tanpa istri itu selama sepuluh hari (menunggu putusan Allah). Genaplah sudah bagi kami lima puluh hari sejak ada larangan berbicara dengan kami. Kemudian pada hari kelima puluh aku melakukan sholat subuh di bagian atas rumahku. Pada saat aku sedang duduk dalam keadaan yang disebut-sebut oleh Allah -yaitu adanya kegundahan hatiku dan bumi yang demikian luas terasa sempit bagiku-, aku mendengar suara orang yang berteriah-teriak naik ke atas gunung. Suara teriakan yang sangat keras itu mengatakan, 'Wahai Ka'ab bin Malik! Bergembiralah!' Serta merta aku menjatuhkan diri bersujud syukur. Dan aku tahu bahwa aku pasti terlepas dari kesusahan.

Rasulullah memberitahu kaum muslimin, bahwa Allah Ta'al telah menerima tobat kami bertiga. Kabar gembira itu disampaikan seusai beliau mengerjakan sholat subuh. Kaum muslimin berdatangan mengucapkan ikut bergembira kepadaku dan juga kepada kedua orang temanku. Ada yang datang dengan berkuda, ada penduduk Aslam yang berjalan kaki, dan juga ada yang naik gunung berteriak mengucapkan selamat, sehingga suaranya lebih cepat sampai daripada larinya kuda. Ketika orang yang pertama kali aku dengar mengucapkan selamat, seketika kau lepaskan pakaianku dan aku kenakan kepadanya karena ia telah menyampaikan kabar gembiranya itu. Padahal, Demi Allah, pada waktu itu aku tidak memiliki pakaian selain yang aku berikan kepadanya.

Setelah itu aku meminjam pakaian dan mengenakannya. Lalu aku berangkat untuk menghadap Rasulullah. Sementara itu kaum muslimin menyambutku dengan berkelompok-kelompok. Mereka mengucapkan selamat atas diterimanya tobatku. Mereka berkata kepadaku, 'Selamat atas pengampunan Allah kepadamu.'

Demikianlah sepanjang jalan kaum muslimin memberikan selamat, sampai aku memasuki masjid. Ternyata Rasulullah sedang duduk disana dikelilingi oleh para sahabatnya. Melihat kedatanganku, Thalhah bin Ubaidillah segera berdiri menyonsongku, menjabat tanganku dan memberi ucapan selamat kepadaku. Demi Allah, tidak ada seorangpun diantara para sahabat Muhajirin yang berdiri kecuali Thalhah. Oleh karena itulah, Ka'ab tidak bisa melupakan kebaikan Thalhah.

Ka'ab meneruskan ceritanya, 'Ketika aku mengucapkan salam kepada Rasulullah. Beliau bersabda dengan wajah berseri-seri karena gembira, "Bergembiralah, karena hari ini adalah hari paling baik yang kamu lewatkan sejak kamu dilahirkan ibumu."

Aku bertanya, 'Apa itu dari Anda atau dari Allah?'
Rasulullah menjawab, "Bukan dariku, melainkan dari Allah Ta'ala."
Jika sedang merasa senang, wajah Rasulullah nampak bersinar terang seterang rembulan. Dan aku tahu dari wajahnya, beliau sedang senang hatinya.

Ketika sudah berada di depan Rasulullah, aku berkata, 'Wahai Rasulullah, sebagai bukti kesungguhan tobatku, aku bermaksud hendak menyerahkan harta bendaku sebagai sedekah demi Allah dan Rasul-Nya.'
Rasulullah menjawab, "Simpan sebagiannya. Jangan serahkan seluruhnya. Itu lebih baik."
Aku berkata, 'Aku masih mempunyai tanah yang menjadi bagianku dari rampasan Perang di Khaibar.'
Lebih lanjut aku berkata, 'Wahai Rasulullah, sungguh Allah telah menyelamatkan aku, karena aku mengatakan apa adanya. Dan aku menyatakan dengan sesungguhnya bahwa termasuk tobaku, aku tidak akan berbicara selain yang benar selama hidupku.'

Demi Allah, aku tidak pernah melihat seorang pun diantara kaum muslimin yang diuji oleh Allah Ta'ala dalam hal  benarnya pembicaraan semenjak aku menjanjikannya kepada Rasulullah sampai hari ini yang lebih baik caranya menghadapi ujian tersebut daripada diriku. Demi Allah, sejak aku menjanjijkan kepada Rasulullah hingga kini, aku tidak pernah sengaja berbohong. Aku berharap semoga Allah menjagaku dalam sisa hidupku.

Ka'ab meneruskan ceritanya, 'Lalu Allah menurunkan firman-Nya,
"Sesungguhnya Allah benar-benar menerima tobat Nabi, sahabat-sahabat Muhajirin dan sahabat-sahabat Anshar yang mengikuti Nabi (berangkat ke Tabuk) dalam masa kesulitan."
Sampai pada firman Allah Subhanahu waTa'ala,
"...Bertakwalah kepada Allah, dan jadilah kamu bersama orang-orang yang jujur."
(QS. at-Taubah: 117-119)

Ka'ab melanjutkan ceritanya, 'Demi Allah, belum pernah sama sekali Allah memberiku nikmat -sesudah Dia memberiku petunjuk memeluk Islam- yang melebihi ucapanku yang jujur kepada Rasulullah. Sebab seandainya aku berkata bohong kepada beliau, pasti aku akan binasa seperti yang dialami oleh orang-orang munafik yang berdusta kepada Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah berfirman kepada orang-orang yang mendustai Rasulullah, ketika wahyu diturunkan dengan firman yang menunjukkan bertapa buruknya mereka.'

Allah menurunkan ayat,
"Orang-orang munafik itu bersumpah dengan nama Allah kepada kalian, apabila kalian kembali kepada mereka (di Madinah), agar kalian berpaling dari mereka (tidak mencela mereka). Maka berpalinglah kalian dari mereka karena sesungguhnya mereka itu najis (hatinya) dan tempat mereka adalah Jahannam sebagai balasan atas apa yang mereka perbuat. Mereka akan bersumpah kepada kalian supaya kalian ridha terhadap mereka. Tetapi, jika sekiranya kalian ridha kepada mereka, ketahuilah sesungguhnya Allah tidak ridha terhadap orang-orang fasik."
(QS. at-Taubah: 95-96)

Ka'ab berkata lebih lanjut, 'Urusan kami bertiga ditunda dari urusan orang-orang munafik, ketika mereka bersumpah kepada Rasulullah, lalu beliau menerima bai'at mereka dan memintakan ampun kepada Allah bagi mereka. Tetapi persoalan kami ditunda oleh beliau sampai Allah memutuskan menerima tobat kami. Oleh sebab itu Allah Ta'ala berfirman, "Dan kepada tiga orang yang tertinggal..."

Firman Allah tersebut bukan berarti kami bertiga ketinggalan dari Perang Tabuk. Tetapi persoalan kami bertiga ditunda dari orang-orang munafik yang bersumpah kepada Rasulullah serta menyampaikan bermacam-macam alasan yang kemudian diterima oleh beliau.'
(Muttafaq 'alaihi)
-----------------

Sumber: Buku Riyadhus Shalihin, Menggapai Surga dengan Rahmat Allah,Bab I, Tobat, hal: 12-17,  karangan Imam al-Hafizh Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, takhrij: Syaikh Muhammad Mashirudin al-Albani, ta'liq: Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, penerjemah: Abdul Rosyad Shiddiq, Penerbit: Akbar Media Eka Sarana

Artikel: My Diary

Jumat, 10 April 2015

Wanita Mulia Ini Memberikan Jatah Harinya Untuk Madunya

Saudah binti Zam'ah radhiallahu'anha.
Ya, dialah wanita mulia, Ummahatul Mukminiin, yang memberikan jatah hariannya kepada madunya.

Saudah radhiallahu'anha selalu berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan ridha Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam meski dia harus merelakan kebahagiannya sendiri. Saudah radhiallahu'anha tahu bahwa istri yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam diantara istri-istri beliau yang lain adalah Aisyah radhiallahu'anha. Karena dia ingin membahagiakan Rasulullah, diberikanlah jatah harinya untuk Aisyah untuk memperoleh ridha beliau.

Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu'anha, dia berkata; "Setiap kali Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam akan melakukan perjalanan jauh, beliau mengundi istri-istrinya. Nama istri beliau yang keluar dalam undianlah yang akan ikut bersama beliau. Disamping itu, Rasulullah shallallahu'aliahi wasallam juga membagi hari dan malam diantara para istrinya, kecuali Saudah binti Zam'ah, dia memberi jatah hari dan malamnya untuk Aisyah istri Nabi dalam rangka memperolah ridha beliau.[1]

Diriwayatkan dari Urwah, dia berkata: Aisyah berkata: "Wahai keponakanku, sungguh Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam itu tidak pernah membedakan diantara kami dan tidak pernah melebihkan salah seorang dari kami atas yang lainnya dalam membagi jatah tinggal di tempat kami. Tidak ada hari sedikit pun, kecuali beliau berkeliling mengunjungi kami semua. Beliau dekat dengan semua istri-istrinya tanpa membedakan. Sehingga sampailah beliau ke rumah istrinya yang memiliki jatah hari, lalu beliau menginap di tempatnya."

Saudah binti Zam'ah radhiallah'anha berkata ketika dia telah semakin tua, "Wahai Rasulullah, jatah hariku untuk Aisyah. " Dan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menerima pemberiannya itu. Kami mengatakan bahwa Allah Subhanahu waTa'ala menurunkan ayat terkait peristiwa tersebut, dan mungkin dengan serupa itu, yaitu firman-Nya yang artinya:
"Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan," (QS. An-Nisa: 128)[2]
Tindakan mulia berupa mengutamakan kepentingan orang lain yang amat jarang terjadi di dunia perempuan ini membuat Aisyah radhiallahu'anha sangat heran sekaligus kagum, sehingga dia memuji-muji Saudah dengan berbagai pujian yang tidak bisa terlukiskan oleh kata-kata.

Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu'anha, dia berkata; "Tidak ada perempuan yang lebih aku sukai untuk berada didekatnya selian Saudah binti Zam'ah". Aisyah berkata lagi; "Ketika dia semaki n tua, dia memberi jatah harinya dari Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam kepadaku" Dia bekata; "Wahai Rasulullah, aku berikan jatah hariku darimu untuk Aisyah." Dengan demikian Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam memberi jatah dua hari untuk Aisyah, satu hari adalah jatahnya, satu hari lagi adalah jatah Saudah. [3] [4]

__________________
footnote:
[1] (Hadits Shahih) Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 2593) dalam kitab Al-Hibah wa Fadhluha wa at-tahriish, bab Hibatu Al-Mar'ah lighairi Zaujiha in Kaana laha Zauj, dan Abu Daud (no. 2138)
[2] (Hadits Shahih) Diriwayatkan oleh Abu Daud (no. 2135). Al-Albani berkata dalam kitab "Shahih Sunan Abi Daud" (no. 1868) hadits ini hasan shahih.
[3] (Hadits Shahih) Diriwayatkan oleh Muslim (no.1463) dalam kitab Ar-Ridhaa'ah, bab Jawaaz Hibatihaa Naubataha li Dharratiha.
[4] Imam Nawawi berkata; "Aisyah tidak ingin membeberkan aib Saudah dengan ucapannya itu melainkan dia ingin menggambarkan kekuatan hati Saudah dan kedermawanannya. Ucapannya; 'Maka ketika dia semakin tua, dia memberikan jatah harinya dari Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam kepada Aisyah.' Disitu tersirat kebolehan memberikannya kepada penggantinya karena itu adalah haknya, akan tetapi diisyaratkan dalam hal itu kerelaan suami dengan pemberian itu. Karena suami memiliki hak dalam memberikannya, maka hak itu tidak boleh dihilangkan kecuali dengan kerelaan suami. Sang istri tidak boleh meminta pengganti dari jatah hari yang diberikannya. Namun dia boleh memberikan jatah itu kepada suaminya untuk menentukan kepada siapa jatah itu diberikan. Ada yang berpendapat bahwa jika demikian sang suami harus membagi rata jatah itu kepada istri-istri yang lain dan menganggap istri yang memberikan jatah hari itu tidak ada. Pendapat pertama lebih shahih. Kemudian istri yang memberikan itu berhak untuk meminta kembali jatahnya kapan dia inginkan, maka jatahnya akan kembali untuknya pada masa yang akan datang, bukan yang telah lewat." (Muslim dengan syarah Nawawi, juz 10, hal. 71)

Sumber: Buku Wanita Pilihan di Zaman Rasulullah, hal: 119-120, karangan: Syaikh Muhammad Hasan, penerbit: Pustaka As-Sunnah.

Artikel: My Diary


Senin, 06 April 2015

Kejujuran yang Membawa Syahid

Anas bin Malik berkata, "Pamanku yang bernama Anas bin An-Nadhr[1] tidak turut serta dalam Perang Badar bersama Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan itu membuatnya gundah. Pamanku itu berkata, "Aku tidak turut serta dalam perang pertama yang disaksikan Rasulullah. Demi Allah, jika Allah menghendaki aku turut serta dalam perang yang dipimpin oleh beliau, maka Allah pasti melihat apa akan aku perbuat." Anas bin Malik berkata, "Paman takut tertinggal dalam perang yang lain, maka ia turut serta Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dalam Perang Uhud di tahun berikutnya. Sa'an bin Muadz menyambutnya, dan Anas bin An-Nadhr bertanya padanya, "Wahai abu Amru, kemana kamu hendak pergi?" Tanpa menunggu jawaban Sa'ad, Anas bin An-Nadhr berkata, "Aku rindu aroma surga. Aku mendapati aroma itu berada di dekat Uhud." Kemudian Anas bin An-Nadhr pergi berperang dan terbunuh di sana. Pada tubuhnya ditemukan delapan puluh luka akibat pukulan, tikaman dan lemparan. Bibiku yang bernama Ar-Rubayyi' binti An-Nadhr berkata, "Aku tidak mengenali lagi saudaraku kecuali jari-jarinya." Kemudian turunlah ayat; "Diantara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka diantara mereka ada yang gugur. Dan diantara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah (janjinya)." (QS. Al-Ahzab: 23)[2]
________________
footnote:
[1] Dia adalah Anas bin An-Nadhr bin Dhamdham Al-Anshari Al-Khanzraji, paman Anas bin Malik pelayan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Dia tidak ikut serta dalam Perang Badar. Perang pertama yang diikutinya adalah Perang Uhud dan dia meninggal di sana sebagai syahid. Lihat; Al-Ishabah fi Tamyiz (1/132) dan Al-Isti'ab (1/108)
[2] HR. Al Bukhari, Kitab Peperangan; Bab Perang Uhud (3822) dan oleh Muslim, Kitab Imarah; Bab Surga untuk Orang yang Mati Syahid (1903)

Sumber: Buku Golden Stories, Kisah-kisah Indah Dalam Sejarah Islam,hal: 183-184, karangan: Mahmud Mushtafa Sa;ad dan Dr. Nashir Abu Amir Al Humaidi, penerbit: Pustaka Al Kautsar (Jakarta)

Artikel: My Diary