Senin, 11 Mei 2015

Karena Lapar Ia Terpaksa Menjual Putrinya

Karena Lapar Ia Terpaksa Menjual Putrinya
Oleh: Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz Al-Khudhairi

Saya diceritakan oleh Dr. Yahya bin Ibrahim Al-Yahya tentang seorang laki-laki yang beliau kenal, beliau berkata, "Aku melihat tetanggaku setelah selesai shalat ashar sedang berdiri di samping kotak sampah, lalu ia mengulurkan tangannya dan mengambil sesuatu dari kotak sampah itu lalu dimasukkannya ke dalam rumahnya," dan beliau berkata, "Aku sangat terkejut melihat perbuatannya, barangkali selama ini ia sangat membutuhkan pertolongan, sedangkan aku tidak mengetahuinya, maka aku putuskan untuk datang ke rumahnya dan mencoba menanyakan keadaannya dan menanyakan apa yang aku lihat pada hari ini."

Dan ketika aku sampai di rumahnya, ia pun menyambutku dan aku melihat keadaanya dalam keadaan baik-baik saja, bahkan tampak dengan jelas ia berada dalam kecukupan. Maka aku bertanya kepadanya tentang apa yang aku lihat, ia menjawab, "Aku melihat di dalam kotak sampah sebungkus makanan yang masih layak untuk dimakan, aku merasa sayang jika dibiarkan dan menurutku makanan itu tidak pantas berada di tempat hina seperti itu."

Lalu ia melanjutkan, "Dulu aku pernah hidup dalam kelaparan, barangkali siapa pun tidak bakal sanggup menghadapi keadaan seperti keadaanku pada saat itu, mulai saat itu aku berjanji kepada Allah untuk menghormati makanan dan tidak menolaknya bagaimanapun kondisinya. Dengarkan kisahku selengkapnya:

"Satu tahun penuh aku tinggal di Makkah dalam keadaan miskin tidak punya apa-apa, saat itu aku tidak punya pekerjaan, padahal aku punya istri dan anak, pagi-pagi sekali aku keluar mencari pekerjaan atau berharap ada orang yang mau memberiku makanan, tapi sayang aku tidak mendapatkannya, maka aku putuskan untuk kembali ke rumah walaupun dengan tangan hampa.

Sesampainya di rumah, aku mendapatkan istri dan putri semata wayangku sedang menunggu kedatanganku. Mereka sangat berharap ada sesuatu yang aku bawa untuk mengganjal rasa lapar, karena tiga hari lamanya perut kami tidak diisi oleh sepotong buah kurma sekalipun. Dalam keadaan kritis seperti itu, tiba-tiba terlintas dalam benakku sebuah pikiran yang tidak mungkin dilakukan oleh seorang bapak manapun.

Akhirnya tidak menunggu begitu lama, akupun menyampaikan rencana gila ini kepada istriku. Dengan penuh hati-hati aku berkata kepadanya, "Sampai kapan kita akan mampu bertahan dan menunggu kematian? Kelaparan sudah menghabiskan tidur nyenyak kita dan menggerogoti badan kita, dan putri kita tidak mungkin kuat seperti kita, maka jika kamu setuju, tolong engkau pakaikan pakaian untuk putri kita, lalu sisir rambutnya dan buat ia tampil menarik, aku akan pergi membawanya ke pasar budak dan menjualnya, kemudian hasilnya kita gunakan untuk makan dan dia akan mendapatkan orang yang akan memberinya makan, dengan begitu ia bisa hidup seterusnya dan kita berdua akan selamat dari kematian yang mulai mengintai kita."

Tapi istriku menolak dan mencoba menasehatiku agar takut kepada Allah Subhanahu waTa'ala. Namun sepertinya aku sudah kehilangan akal sehatku. Aku terus mendesaknya dan memberikan alasan-alasan logis dan realitas. Pada akhirnya dia menyerah dan menerima rencana gilaku. Maka ia segera mempersiapkan segala sesuatunya, setelah semuanya sempurna, aku pun pergi membawa putriku ke pasar. Ditengah perjalanan aku bertemu dengan seorang laki-laki badui, dan ia tammpaknya tertarik dengan putriku. Kemudian ia mulai membuka penawaran, mula-mula ia menawar dengan harga murah, namun akhirnya kami sepakat dengan harga dua belar dirham.

Pada saat uang dirham berpindah ke tanganku, tidak pikir panjang aku cepat berlari menuju pasar kurma untuk membeli beberapa kilo kurma. Setelah dirasa cukup, aku meminta seorang kuli panggul untuk membawa belanjaanku dan mengikutiku dari belakang, sebab aku tidak kuat membawanya karena lilitan lapar yang tidak menyisakan kekuatan walaupun sekedar membawa sekantong kurma. Tidak terasa aku sudah sampai di rumah, kemudian aku berbalik ke belakang tapi aku tidak menemukan kuli panggul itu. Dengan sisa-sisa tenaga kau putuskan untuk kembali demi mencarinya, namun aku tidak menemukannya.
Aku berkata, "Biarlah aku akan kembali ke pasar untuk membeli gantinya dan mencari kuli lain."

Akan tetapi, ketika aku mau membayar, aku tidak menemukan sepeser uang perakpun di dalam sakuku. Aku bingung campur sedih, sekarang apa yang harus aku perbuat ya Allah. Akhirnya aku putuskan untuk pergi ke Masjidil Haram dan ketika aku mulai memasuki tempat tawaf tiba-tiba aku melihat orang badui tadi sedang mengerjakan tawaf bersama putriku, dan aku berniat mengintai dan mengikutinya kemana ia pergi. Sehingga di sebuah jalan sepi di luar kota Makkah, aku berlari mengejarnya lalu tanpa pikir panjang akupun mendorongnya dan mengambil kembali putri semata wayangku.

Kemudian aku kembali ke Masjidil Haram. Ditengah-tengah tawaf tiba-tiba aku dikejutkan oleh keberadaan orang badui tadi. Matanya seakan-akan tidak mau melepaskan mataku. Setelah selesai tawaf, ia kemudian shalat di belakang maqam Ibrahim, begitu juga dengan diriku. Setelah selesai shalatnya, ia menoleh kepadaku dan memanggilku, lalu berkata, "Siapa sebenarnya gadis kecil ini yang kamu jual kepada saya?"
Aku berkata, "Ia budakku."
Dia berkata, "Bukan, dia adalah putrimu, tadi saya sudah bertanya kepadanya, dan dia berkata, "Dia adalah ayahku." "Kenapa kamu tega menjualnya?"
Aku menjawab, "Demi Allah, aku, dia dan ibunya telah melewati tiga hari sedangkan kami tidak mempunyai makanan untuk kami makan. Kami kuatir akan mati, maka aku berkata kepada istriku, "Aku harus menjualnya, semoga dengan ini kita semua selamat."

Kemudian aku memberitahunya bahwa uang dirham yang ia berikan, telah hilang dan aku belum menikmatinya sepeserpun. Dia berkata, "Ambil putrimu dan jangan kamu ulangi lagi." Dan dia mengeluarkan sebuah kantong di dalamnya berisi tiga puluh reyal. Lantas dia berkata, "Ini untuk saya dan untuk kamu." Maka ia membaginya menjadi dua bagian dan memberikan satu bagian kepadaku.

Aku sangat bergembira dan berterimakasih dan mendoakannya. Tidak lupa aku memuji Allah Subhanahu waTa'ala atas karunianya, dan aku mengambil putriku, dan segera pergi ke pasar untuk membeli kurma untuk kami bertiga. Sesampainya di pasar aku terkejut melihat kuli tadi. Aku berteriak, "Hai kemana saja kamu?"
Dia berkata, "Wahai paman, saya telah bergegas mengikutimu sampai akhirnya saya kehilangan jejak. Saya pun berusaha mencarimu tapi tidak menemukanmu, jadi saya putuskan untuk kembali ke pasar dengan harapan bisa menemukanmu. Dan Alhamdulillah, sekarang saya sudah menemukanmu." Aku berkata kepada kuli tersebut, "Sekarang ikuti aku."

Ketika kami sampai di rumah dan membuka belanjaan kami, alangkah terkejutnya kami, ternyata sepuluh dirham yang hilang itu berada di bawah tumpukan kurma yang kami beli. Aku bersyukur kepada Allah Subhanahu waTa'ala atas karunia-Nya dan aku sadar bahwa kemudahan itu akan datang setelah kesulitan.

Dan mulai saat itu, aku berjanji kepada Allah Subhanahu waTa'ala untuk selalu mensyukuri semua nikmat-Nya dan tidak menghina atau melempar makanan atau membiarkannya terbuang bersama sampah dan kotoran, Wallahul Musta'an.

Inilah kisahku, dan apakah diriku pantas dicela karena perbuatanku?!"
--------------------

Sumber: Majalah Qiblati, edisi 09 tahun VIII, hal: 63-65

My Diary



Tidak ada komentar:

Posting Komentar