"Tet, pijitin dulu punggung emak, nak e.. Sakit semua badan emak, rasanya tulang-tulang mau copot.".
Emak (begitu aku menyebut ibuku) memanggilku dengan panggilan penuh rasa lelah, namun aku yang sedang asyik dengan kesibukanku menjahit baju-baju untuk boneka barbie ku tidak begitu menggubris panggilan itu, hingga...
"Teeetttt, pijitin lah dulu badan sama punggung emak ini. Yang sakitan lah semua badan emak."
Kembali emak memanggilku dengan nada yang mulai tinggi dan mulai tidak sabar dengan sikap acuh tak acuh ku.
Akhirnya dengan sangat berat hati aku meninggalkan kesibukanku dan muncul dihadapan emak dengan wajah cemberut, karena merasa bahwa emak sudah sangat mengganggu keasyikanku menjahit.
"Apa sih mak?!. Orang lagi asyik jahit, malah diganggu." Aku bertanya dengan nada marah dan sewot.
"Pijitin dulu badan emak ini, sakit semua badan emak, ngilu rasanya sampe ke tulang-tulang."
Meski dengan sangat berat hati, akupun akhirnya melakukan permintaan emak untuk memijitin punggungnya sambil bermuka masam.
Itu adalah sedikit kenangan yang muncul kembali dari ingatan terdalamku. Saat ini, aku merasakan hal yang sama seperti yang emak rasakan dulu, badanku mulai terasa ngilu dan pegal-pegal. Betapa saat ini aku merasa sangat durhaka dan berdosa sebagai anak. Seandainya saja, dulu aku melayani dan mengasihi emak dengan setulus hatiku, tentunya aku tidak merasakan sakit seperti ini dihatiku. Seandainya saja, dulu aku memenuhi semua permintaan emak untuk bersikap baik kepadanya, tentunya aku tidak akan serindu dan semerana ini. Tapi semua "andai" yang ku katakan tidak akan pernah terjadi dan ini akan menjadi penyesalan terbesar dalam hidupku.
"Nanti, kalau emak udah ga ada, baru kau rasakan gimana sakitnya ga punya emak. Pinginpun kau sayang sama emak, emak udah ga ada lagi. Pinginpun kau mau ngasih apapun yang bisa kau kasih nanti sama emak, emak udah ga ada untuk menerima apa yang kau kasih."
Ini adalah kata-kata emak, yang dia lontarkan disaat hatinya kesal karena melihat sikapku yang tidak patuh atau tidak menyegerakan perintahnya. Kata-kata itu kembali terngiang ditelingaku. Dan kebenaran dari kata-katanya yang seringkali ku abaikan dulu telah terbukti saat ini.
Disaat aku rindu dan membutuhkannya, emak sudah tidak bisa menemaniku karena emak sudah berpulang ke rahmatullah. Disaat aku ingin curhat atau sekedar ingin menceritakan apa saja yang kulakukan hari ini, emak sudah tidak bisa mendengarkanku. Disaat aku ingin emak hanya duduk disampingku, menemaniku meski hanya dengan diam, emak sudah tidak bisa kulihat. Disaat aku merindukan sosoknya dan berharap mendapat kedamaian dari pelukan sayangnya, emak sudah tidak bisa melakukannya. Semua hal itu membuatku semakin merindukan emak dan semakin merasakan sakit dihatiku karena penyesalan yang tidak berkesudahan.
Seandainya aku bisa memutar waktu kembali, aku akan membenahi semua kesalahan-kesalahanku kepada emak. Tapi takdir berkata lain, emak bahkan tidak bisa melihat apakah aku bahagia atau tidak, apakah aku bisa memberikannya cucu atau tidak, bahkan emak tidak sempat merasakan keinginanku yang ingin berbakti dengan tulus untuknya.
Emak memang bukan sosok wanita berpendidikan tinggi seperti ibu dari teman-temanku, tapi aku bangga memiliki ibu seperti emak. Emak dimataku adalah sosok yang sederhana penuh kasih sayang. Meski emak bukan seorang ibu yang lembut tapi emak mencintai ku dengan sepenuh hatinya. Aku tidak bisa mengharapkan emak agar membelai punggungku dengan lembut ketika aku menangis karena teman-teman telah memperlakukanku dengan tidak adil, tapi emak akan memberikan kata-kata semangat sebagai pengganti usapan lembut itu. Aku juga tidak akan mendapatkan kata-kata pujian dari emak bila aku mendapatkan nilai terbaik dikelasku, tapi emak akan memberikan senyuman manisnya sebagai pengganti kata-kata pujian tersebut.
Mak, aku ingin meminta maaf darimu atas semua kesalahan dan rasa sakit dihatimu karena perbuatan yang aku sengaja atau tidak, yang aku sadari atau tidak, yang aku tahu itu akan sangat menyakitimu atau tidak. Aku sangat ingin bersimpuh dikakimu untuk menghilangkan rasa sakit dihatiku karena penyesalan telah berbuat salah kepadamu. Aku sangat ingin memelukmu, melepaskan semua rasa rindu yang membuncah hebat didadaku.
Mak, terimalah salam rindu dan do'a dariku untukmu. Semoga Allah memberika tempat terbaik disisi-Nya untukmu. Aku mencintaimu mak, sangat mencintaimu. Ma'af bila aku sangat, sangat terlambat mengatakannya.
اَللّهُمَّ اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ
وَارْحَمْهُمَاكَمَارَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا.
“Alloohummaghfirlii
waliwaalidayya war hamhumaa kama rabbayaanii shagiiraa”.
Artinya :
“Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan Ibu Bapakku,
sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku diwaktu kecil”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar