Sabtu, 22 November 2014

Ummu Sulaim, Maharnya adalah Islam

Siapa yang belum mengenal Ummu Sulaim?

Ummu Sulaim adalah seorang perempuan di zaman Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, yang Allah Ta'ala berikan ilmu, kefaqihan, keikhlasan, kejernihan hati, kemuliaan, dan keberanian.

Dialah perempuan yang hatinya dirasuki oleh keimanan sejak saat-saat awal dia mendengar Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.
Dia adalah perempuan yang berdiri membela Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan lebur bersama pasukan kaum muslimin di medan pertempuran.
Dia adalah perempuan yang khusyu', sabar, berhati mulia, dan salah satu perawi yang memiliki kedudukan mulia.
Dialah yang dilihat oleh Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam di surga.
Dia adalah Ummu Sulaim radhiallahu'anha, perempuan yang disebut oleh Abu Naim: 'Ummu Sulaim, perempuan yang tunduk kepada hukum Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan ikut memikul senjata dalam berbagai pertempuran/peperangan.'

Perempuan istimewa ini bernama Ummu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub Al-Anshariyah. Dia adalah ibu dari Anas bin Malik radhiallahu'anhu, pelayan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang nama aslinya, ada yang menyebut Sahlah, Rumailah, Rusmaishah, Malikah, Ghumaisha' dan Rumaisha'

Kali ini, kita tidak bercerita tentang bagaimana beraninya Ummu Sulaim di medan pertempuran. Kali ini, kita bercerita tentang cinta Abu Thalhah kepada Ummu Sulaim yang penuh dengan keimanan kepada Rabbnya. Kisah cinta yang sangat menyentuh jiwa.

Maharnya adalah Islam

Kisah bermula dari orang-orang di Madinah senantiasa membicarakan Anas dan ibunya dengan penuh takjub dan penghormatan. Hal tersebut sampai ke telinga Abu Thalhah, sehingga muncul perasaan suka dalam hatinya. Maka Abu Thalhah pun datang melamar Ummu Sulaim dan menawarkan kepadanya mahar yang mahal. Namun Abu Thalhah terkejut ketika ternyata Ummu Sulaim menolaknya dengan penuh hormat dan berkata; 'Aku tidak mungkin menikah dengan seorang musyrik. Tidakkah engkau tahu, wahai Abu Thalhah, tuhan-tuhan kalian itu dibuat oleh budak keluarga kalian. Jika kalian menyulut api, pasti akan terbakar.'[1]

Abu Thalhah pun merasa hatinya begitu sempit. Maka dia pun pergi dan hampir tidak mempercayai apa yang dilihat dan didengarnya. Akan tetapi cintanya yang tulus membuatnya kembali pada keesokan harinya dengan membawa mahar yang lebih banyak, berharap Ummu Sulaim akan melunak dan menerimanya.

Akan tetapi Ummu Sulaim sang da'iyah dan cerdas, yang menyaksikan dunia datang silih berganti di depan matanya, baik harta, kedudukan, dan pemuda, merasakan bahwa benteng keislaman dalam hatinya jauh lebih kuat dari seluruh kenikmatan duniawi.  Maka dia pun berkata dengan penuh santun; 'Orang seperti dirimu tidak layak ditolak, wahai Abu Thalhah, akan tetapi engkau adalah orang kafir sementara aku perempuan muslimah, aku tidak boleh menikah denganmu.'
Abu Thalhah berkata; 'Ini mahar untukmu.' 
Ummu Sulaim bertanya, 'Apa mahar-ku?'
Abu Thalhah menjawab, 'Emas dan perak,'
Ummu Sulaim berkata, 'Aku tidak menginginkan emas dan perak, aku hanya ingin ke-Islaman-mu.'
Abu Thalhah bertanya, 'Siapa yang harus ku temui untuk itu?'
Jawab Ummu Sulaim, 'Temui Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.'

Maka Abu Thalhah pun pergi menemui Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam yang kala itu sedang duduk bersama para sahabatnya. Ketika Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam melihat kedatangan Abu Thalhah, beliau berkata kepada para sahabatnya, "Abu Thalhah datang kepada kalian, di matanya terdapat semangat keIslamana." Abu Thalhah pun datang dan menceritakan apa yang dikatakan Ummu Sulaim kepadanya. Maka Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam pun menikahkannya dengan Ummu Sulaim dengan mahar keIslamannya.

Dalam riwayat lain disebutkan: 'Orang seperti tidak pantas ditolak, wahai Abu Thalhah, akan tetapi engkau adalah orang kafir sementara aku perempuan muslimah, aku tidak boleh menikah denganmu. Jika engkau masuk Islam, itulah maharku dan aku tidak akan meminta yang lain darimu.'[2]

Kata-kata tersebut merasuk ke dalam hati Abu Thalhah dan memenuhi rongga tubuhnya. Ummu Sulaim telah benar-benar mencuri hatinya. Dia bukanlah perempuan yang mudah tergoda oleh bujuk rayu, akan tetapi dia adalah perempuan yang cerdas yang amat mengerti kedudukannya. Apakah Abu Thalhah akan menemukan perempuan yang lebih baik dari dirinya untuk menjadi istrinya dan ibu dari anak-anaknya?

Tanpa terasa, dia selalu mengulang-ulang; 'Aku telah sama denganmu, aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.'

Ummu Sulaim lalu berkata kepada Anas dengan hati yang gembira karena Allah Subhanahu waTa'ala telah menurunkan hidayah kepada Abu Thalhah lewat tangannya. 'Bangunlah, hai Anas, nikahkan Abu Thalhah.' Maka Anas pun menikahkan Abu Thalhah dengan ibunya dengan mahar keIslaman Abu Thalhah.

Tsabit meriwayatkan perkataan dari Anas; 'Aku tidak pernah mendengar ada perempuan yang mendapat mahar yang lebih mulia dari pada Ummu Sulaim. Maharnya adalah Islam.'[3]

Ummu Sulaim adalah contoh istri yang shalihah, dia menunaikan hak suami dengan sebaik-baiknya, disamping dia juga contoh ibu yang penyayang, pendidik hebat dan da'iyah.

Dilain waktu kita akan bercerita tentang bagaimana lembut dan cerdiknya Ummu Sulaim menghibur suaminya (Abu Thalhah) ketika anak mereka meninggal dan bagaimana mereka sangat mengutamakan tamu.

_________________________
footnote:
[1] Lihat At-Thabaqaat, Ibnu Sa'ad, (8/312) dan yang sepertiitu di Al-Ishabah. Ibnu Hajar, (8/243). Begitu juga di Al-Hiyah, (2/59) dan sanadnya shahih.

[2] Diriwayatkan oleh Nasa'i, (6/114) dengan sanad yang shahih. Hadits ini memiliki banyak periwayatan. Lihat Al-Ishabah, (8/243)

[3] Diriwayatkan oleh Nasa'i dalam kitab Sunan (6/114) dengan sanad shahih.

Sumber: Buku Wanita di Zaman Rasulullah, karangan: Syaikh Muhammad Hassan, penerbit: Pustaka As-Sunnah, hal: 496-498.

Artikel My Diary


2 komentar: