Minggu, 24 November 2013

Berbagai Fitnah dan Terbunuhnya Utsman bin Affan radhiallahu'anhu


Cengkraman Yahudi

Berbagai fitnah dihembuskan oleh Abdullah bin Saba' yang berasal dari Yahudi Shana'a dan dikenal dengan sebutan Ibnu Sauda'. Ia menampilkan diri sebagai muslim dan bersikap seperti ulama. Ia berusaha mempengaruhi orang-orang Badui dan orang-orang desa yang baru memeluk Islam di berbagai wilayah.

Abdullah bin Saba' pernah berkata kepada seseorang, "Bukankah telah dipastikan bahwa Isa bin Maryam akan kembali ke dunia ini?" Orang itu berkata, "Benar!" Abdullah bin Saba' berkata kepadanya, "Rasulullah lebih utama dibanding Isa. Bagaimana mungkin Isa akan kembali ke dunia sedang Rasulullah lebih utama dari Isa bin Maryam?" Abdullah bin Saba' berkata lagi, "Rasulullah pernah berwasiat kepada Ali bin Abi Thalib. Muhammad adalah Nabi terakhir dan Ali orang terakhir yang menerima wasiatnya. Maka Ali lebih berhak menjadi Khalifah daripada Utsman."

Abdullah bin Saba' terus menyebar fitnah di Mesir. Ia memprovokasi orang-orang dalam jumlah besar di mesir. Ia juga mengirimkan surat kepada orang-orang awam yang ada di Kufah dan Basrah. Mereka lantas terpengaruh oleh provokasi Abdullah bin Saba'. Mereka saling berbalas surat. Orang-orang yang dendam pada penguasa di wilayah tersebut ikut bergabung dalam barisan orang-orang yang terprovokasi.

Abdullah bin Saba' menyerang Utsman bin Affan dengan menyatakan bahwa Utsman memilih para pejabat berdasarkan ikatan kekerabatan (nepotisme); Utsman telah membakar mushaf-mushaf. Ia terus menyebar isu-isu lain yang melecehkan Utsman. Akan tetapi, isu-isu itu dapat diterpis oleh orang-orang yang memiliki pengetahuan yang dalam.

Contohnya adalah riwayat yang disampaikan oleh Imam Al-Bukhari dan Utsman bin Mauhib yang berkata, "Ada seorang laki-laki dari Mesir yang datang dan menunaikan haji ke Baitullah. Ia meihat beberapa orang yang sedang duduk-duduk. Ia lantas berkata, "Siapa mereka itu?". Mereka menjawab, "Mereka adalah orang-orang Quraisy". Ia bertanya lagi, "Siapa syaikh yang ada di tengah mereka?". Mereka berkata, "Abdullah bin Umar". Ia berkata, "Wahai Ibnu Umar, aku ingin bertanya padamu tentang sesuatu. Jawablah pertanyaanku: Apakah anda tahu bahwa Utsman melarikan diri pada hari Perang Uhud?". Abdullah bin Umar menjawab, "Benar". Ia bertanya lagi, "Tahukah anda bahwa ia tidak hadir dalam Perang Badar?". Abdullah bin Umar menjawab, "Benar". Ia bertanya lagi, "Tahukah anda bahwa ita tidak hadir dalam Baiat Ridhwan?". Abdullah bin Umar menjawab, "Benar". Ia berkata, "Allahu Akbar!".

Abdullah bin Umar lantas berkata, "Kemarilah biar aku jelaskan kepadamu. Kasus Utsman lari dari Perang Uhud, saksikanlah bahwa Allah telah memaafkannya. Ia tidak hadir dalam Perang Badar karena ia harus menjaga putri Rasulullah (Ruqayah) yang sedang sakit. Rasulullah berkata kepadanya, "Kamu mendapatkan pahala dan bagian yang sama dengan orang yang ikut dalam Perang Badar" Soal Utsman tidak hadir dalam Baiat Ridhwan, jika di Makkah ada orang yang lebih mulia dari Utsman, tentu orang itu akan menggantikan posisi Utsman. Rasulullah mengutus Utsman dan Baiat Ridhwan terjadi setelah Rasulullah mengutus Utsman ke Makkah. Rasulullah berkata sambil meletakkan tangan kanannya ke tangan kirinya, "Ini tangan Utsman. Ini untuk Utsman" Abdullah bin Umar lantas berkata kepada orang Mesir tersebut, "Pergilah kamu bersama penjelasan yang telah aku sampaikan tadi"

Abdullah bin Saba' memiliki pengikut. Hal ini diketahui oleh khalifah Utsman bin Affan. Utsman mengumpulkan seluruh pejabat di berbagai wilayah Islam pada musim haji tahun 34 Hijriyah. Utsman mengajak mereka bermusyawarah. Sebagian besar dari mereka berpendapat Abdullah bin Saba' dan pengikutnya harus diasingkan dan mereka tidak boleh mendapatkan berbagai jatah. Akan tetapi Utsman berpendapat agar bersikap ramah kepada mereka dan berusaha menyentuh hati mereka. Para pejabat itu akhirnya menyetujui pendapat Utsman. Meski demikian, sikap ramah tersebut tidak menghentikan mereka dari menyebat fitnah.

Suaru hari sekelompok orang dari Mesir datang ke Makkah pada tahun 35 Hijriah. Mereka adalah orang-orang yang ingin menyebarkan fitnah. Mereka datang berpura-pura akan melaksanakan umrah, tapi kemudian mereka mengajak khalifah untuk berdebat. Khalifah pun memberikan penjelasan yang mementahkan isu-isu yang mereka bawa. Mereka akhirnya pergi untuk kembali ke negeri mereka.

Isu dan rumor tentang Utsman terus berkembang tanpa memperdulikan kehormatan Sang Khalifah. Mereka berani menyebarkan isu-isu negatif karena sifat kasih sayang dan kelembutan hati Utsman bin Affan. Terhadap Umar bin Khattab, tidak seorang pun berani melakukan itu. Perhatikan riwayat Imam Al-Bukhari berikut ini sebagai bukti yang membenarkan apa yang kami katakan.

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya dari Ubaidillah bin Adi bin Al-Khiyar yang berkata, "Miswar bin Makhramah dan Abdurrahman bin Aswad bin Yaghuts (para ulama dan ahli fikih senior saat itu) berkata, "Mengapa anda tidak mengatakan sesuatu kepada Utsman tentang saudaranya. Al-Walid (Al-Walid bin Uqbah[1], saudara seibu dengan Utsman. Ia diangkat sebagai pejabat Kufah karena wasiat Umar setelah Umar mencopot Sa'ad bin Abi Waqash), padahal orang-orang membicarakannya?."

Ubaidillah bin Adi berkata, "Aku berniat menemui Utsman hingga ia keluar setelah melaksanakan shalat. Aku berkata, "Aku ingin menyampaikan sesuatu kepadamu, yaitu sebuah nasehat untukmu." Utsman berkata, "aku berlindung kepada Allah darimu." Aku pergi dan aku kembali kepada mereka berdua (Miswar bin Makhramah dan Abdurrahman bin Aswad bin Yaghuts). Namun, tiba-tiba seorang utusan Utsman datang dan aku menemuinya. Utusan itu berkata, "Apa nasehatmu?." Aku berkata, "Sungguh Allah mengutus Muhammad shallallahu'alaihi wasallam dengan kebenaran dan menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepadanya. Anda (Utsman) termasuk orang yang mengikuti ajakan Allah dan Rasul-Nya. Anda melakukan hijrah dua kali. Anda menemani Rasulullah dan melihat bimbingannya. Banyak orang yang bergunjing tentang Al-Walid (sanksi belum juga dijatuhkan kepadanya padahal itu dituduh telah meminum khamar)."

Utsman berkata, "Apakah kamu pernah bertemu dengan Rasulullah?." Aku (Ubaidillah bin Adi) menjawab, "Tidak. Akan tetapi aku menerima ilmu dari sahabat-sahabat yang ikhlas menyebarkan ilmunya." Utsman berkata lagi, "Amma ba'du. Sungguh Allah mengutus Muhammad shallallahu'alaihi wasallam dengan kebenaran. Aku termasuk orang yang mengikuti ajakan Allah dan Rasul-Nya, aku beriman pada apa yang beliau bawa dan aku melakukan hijrah dua kali, sebagaimana kamu katakan. Aku menemani Rasulullah, Abu Bakr, Umar, kemudian aku diangkat sebagai khalifah. Bukankah aku memiliki hak seperti yang mereka miliki?." aku menjawab, "Benar."

Utsman berkata, "Isu macam apa yang sampai kepadaku dari mereka? Soal apa yang terjadi pada Al-Walid, maka kami akan menegakkan kebenaran dalam hal ini." Utsman lantas memanggil Ali dan memerintahkan Ali untuk mencambuk Al-Walid. Ali lantas mencambuk Al-Walid 80 kali."

Riwayat diatas menjelaskan bahwa masyarakat sangat terpengaruh oleh berbagai isu. Hal itu membuat orang-orang terhormat dan terdidik segera pergi menemui Utsman untuk memberikan nasehat. Tampak juga bahwa sebagian besar isu yang menimpa Utsman cukup menyusahkan dan membebani pikiran Utsman. Akan tetapi tokoh-tokoh penyebar fitnah tidak pernah berhenti. Mereka terus menyebarkan provokasi kepada penduduk berbagai kota. Mereka mengajak kaum muslimin untuk menghadap ke Madinah dan menyampaikan mosi tidak percaya terhadap para pejabat. Mereka sepakat untuk melakukan perjalanan bersama rombongan jamaah haji hingga apa yang mereka inginkan tidak ketahuan.

Pada bulan Dzulhijjah tahun 35 Hijriyah, setahun kemudian, mereka (para penyebar fitnah) yang berjumlah 1000 orang berangkat pada musim haji. Mereka membagi rombongan menjadi beberapa kelompok. Tugas untuk mempengaruhi penduduk Mesir berada di tangan Al-Ghafiqi bin Harb dan Abdullah bin Saba'. Tugas untuk mempengaruhi penduduk Kufah berada di Tangan Amr bin Asham dan Zaif bin Shaujan Al-Abdi. Tugas mempengaruhi Basrah berada di tangan Harqus bin Zahir As-Sa'adi dan Hakim bin Jabalah Al-Abdi.

Utsman menghadapi mereka pada musim haji dan ia menjelaskan berbagai kebohongan yang mereka sebarkan. Mereka lantas menampakkan diri sebagai orang-orang yang taat pada Utsman, terutama karena mereka melihat bahwa para sahabat telah berkumpul untuk menghadapi mereka. Mereka berpura-pura kembali ke wilayah mereka. Para sahabat pun mengira ujian telah berakhir.

Tiba-tiba mereka kembali dan ingin mengepung rumah Utsman. Ali bin Abi Thalib lantas bertanya pada mereka tentang alasan mereka kembali. Mereka menjawab, "Khalifah telah mengirim surat yang isinya perintah membunuh sebagian dari kami." Ali lantas berkata, "Jika hal itu terjadi di Mesir, mengapa penduduk Kufah dan Basrah telah kembali?." Mereka berkata, "Kami menjaga saudara-saudara kami dan kami menolong mereka." Ali berkata kepada mereka, "Siapa yang mengabarkan setiap kelompok tentang sesuatu yang terjadi pada kelompok yang lain? Bukankah kalian sudah menempuh jarak yang jauh? Hal ini pasti sudah diatur dan disusun di Madinah."

Jelaslah bahwa surat yang mereka maksud adalah surat palsu sebagimana surat Ali bin Abi Thalib pun pernah dipalsukan. Ali pernah mengundang orang-orang muslimin untuk datang, kemudian surat Ali tersebut dipalsukan atas nama Thalhah dan Zubair bahwa keduanya mengundang penduduk Kufah dan Basrah untuk datang. Maka, penduduk Madinah mencegah mereka masuk ke Madinah.

Akan tetapi kondisi sudah menjadi gawat dan sebagian dari mereka sudah bersikap berani terhadap Utsman. Mereka memaksa Utsman masuk ke rumahnya kemudian mereka mengepung rumah Utsman. Sekelompok orang dari putra-putra para sahabat kemudian bergerak untuk membela Utsman. Diantara mereka terdapat Hasan, Husain, Abdullah bin Zubair dan Abdullah bin Umar. Namun, pemberontakan tetap dilakukan oleh orang-orang yang mengepung rumah Utsman.

Mereka mengepung rumah Utsman dan mencegah datangnya air kepada Utsman. Ibnu Umar lantas masuk ke rumah Utsman sambil membawa pedang. Utsman lantas berkata kepadanya, "Lihatlah apa yang mereka katakan, mereka mengatakan. Mundur (dari jabatan khalifah) atau kami akan membunuhmu!" Ibnu Umar lantas berkata kepada Utsman, "Apakah anda akan hidup abadi di dunia?" Utsman menjawab, "Tidak." Ibnu Umar, "Apakah mereka yang akan membunuhmu bertambah banyak?" Utsman, "Tidak." Ibnu Umar, "Maka jangan lepaskan baju Allah darimu. Jika kau lepaskan, hal itu akan menjadi tradisi, setiap kali suatu kaum tidak suka pada khalifahnya, mereka akan mencopotnya dan membunuhnya."

Abu Hurairah lantas masuk ke rumah Utsman. Ia berkata, "Hari ini hari yang baik untuk berperang bersamamu." Utsman kemudian berkata kepadanya, "Aku berjanji kepadamu bahwa kamu pasti akan keluar (dengan selamat)."

Zaid bin Tsabit masuk ke rumah Utsman dan ia berkata, "Ada orang-orang Anshar di pintu. Mereka berkata, "Jika anda mau, kami akan menjadi penolong Allah dua kali." Disekitar Utsman terdapat orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar yang berjumlah 700 orang.

Akan tetapi Utsman berkata, "Aku tidak membutuhkan apa pun. Tahanlah diri kalian. Aku berkomitmen kepada semua orang yang masih menganggap aku perlu didengar ditaati. Hendaklah ia menahan diri dan meletakkan senjata." Orang-orang lantas meletakkan senjata mereka.

Utsman kemudian menyampaikan nasehat kepada kelompok tersebut, "Sungguh tidak dibenarkan mengalirkan darah seorang muslim, kecuali karena tiga alasan; kafir setelah beriman, zina setelah menikah dan membunuh. apakah aku melakukan salah satu dari tiga alasan itu?" Mereka tidak menemukan jawaban.

Utsman lantas menerapkan diri di hadapan orang-orang yang ada disekitarnya bahwa ia akan keluar.

Khalifah Utsman bin Affan radhiallahu'anhu menolak terjadi pertumpahan darah meskipun ia memiliki orang-orang yang akan membelanya. Utsman memilih berdialog dengan mereka dan menyampaikan nasehat. Akan tetapi mereka bersikap kasar dan berusaha masuk ke rumah Utsman setelah mengepung selama 40 hari. Sebagian dari mereka membunuh Utsman ketika ia sedang membaca al-Qur'an, tepatnya ayat, "Maka Allah mencukupkanmu dari mereka..." Darah Utsman mengalir pertama kali ketika ia sedang membaca ayat tersebut. Ketika itu Utsman sedang puasa (semoga Allah merahmatinya) dan jiwanya pergi menuju Allah sebagai syahid, sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.

Ma'had Al-Khaza'i berkata kepada Ali bin Abi Thalib, "Katakan kepadaku, status apa yang akan kau sandang jika Utsman dibunuh dan kamu tidak menolongnya?" Ali berkata, "Utsman adalah pemimpin. Dia melarang peperangan dan ia berkata, "Barangsiapa mengalirkan darah, maka dia bukan golonganku." Jika kita berperang tanpa menghiraukan Utsman, berarti kita telah mendurhakainya."

Ma'ahd berkata lagi, "Apa status Utsman jika ia pasrah hingga ia dibunuh?" Ali menjawab, "Statusnya sama dengan status putra Adam ketika berkata kepada saudaranya, "Jika kau ulurkan tanganmu untuk membunuh aku, aku tidak akan mengulurkan tanganku untuk membunuhmu. Aku takut pada Allah, Tuhan sekalian alam." (Q.S: al-Ma'idah:28)

Utsman bin Affan radhiallahu'anhu terbunuh pada hari jum'at 18 Dzulhijjah tahun 35 Hijriah. 

Hikmah Peristiwa

Jika ada orang bertanya, bagaimana pembunuhan Utsman terjadi sedangkan di Madinah ada tokoh-tokoh sahabat yang mulia?
  1. Sebagian besar sahabat tidak mengira bahwa kondisi itu akan berakhir dengan pembunuhan.
  2. Para sahabat menjaga Utsman dengan ketat. Akan tetapi, ketika kondisi semakin sulit dan semakin menekan, Utsman mendesak masyarakat untuk menahan diri dan meletakkan senjata. Mereka pun melakukan perintahnya.
  3. Mereka (para penyebar fitnah) mengambil kesempatan ketika para sahabat pergi melaksanakan ibadah haji. Mereka tahu bahwa banyak tentara yang datang untuk membantu Utsman. Maka mereka cepat-cepat membunuh Utsman.
  4. Jumlah mereka sekitar 2000 orang yang kuat dan keras. Di Madinah tidak ada pejuang dalam jumlah seperti itu karena masyarakat Madinah sedang berada di berbagai perbatasan dan wilayah-wilayah.
  5. Banyak sahabat yang menghindarkan diri dari konflik ini dan mereka memilih diam di rumah. Jika diantara mereka ada yang datang ke masjid, ia pasti membawa pedang.
Ada sebagian orang yang menyatakan bahwa sebagian sahabat memang menyerahkan dan membiarkan Utsman untuk dibunuh. Pendapat ini tidak benar karena tidak seorang sahabat pun yang rela atas pembunuhan Utsman. Semua sahabat justru marah atas pembunuhan Utsman dan mengutuk orang yang melakukannya. Memang ada sebagian sahabat yang menginginkan Utsman melepaskan jabatannya secara sukarela. Diantara mereka adalah Amar bin Yasir, Muhammad bin Abi Bakar dan lain-lain. Setiap muslim harus hati-hati terhadap riwayat yang berbicara tentang hal ini dan mengesankan sikap negatif generasi salaf yang saleh serta para sahabat Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.

Sumber : Buku Ensiklopedi Sejarah Islam I, Bab 2: Al-Khulaf Ar-Rasyidin, Penulis : Tim Riset dan Studi Islam Mesir & Dr. Raghib As-Sirjani,  Penerbit : Pustaka Al-Kautsar, hal : 157-164
-----------------
Artikel: My Diary

Baca juga :
- PERANG BADAR
- Aqidah Rafidhah tentang Iman-Imam Mereka
- Keutamaan Hari Jum'at
- Ta'ati Suamimu, Surga Bagimu
- Ketika Allah Mencintaimu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar