Senin, 16 Desember 2013

Ummul Mukminin, Hindun binti Abu Umayyah radhiallahu'anha


Dia adalah Hindun binti Abu Umayyah bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah Al-Qarasyiyah Al-Makhzumiyah, dan dia dikenal dengan sebutan Ummu Salamah. Ayahnya adalah Suhail bin Al-Mughirah yang kerap dipanggil dengan Abu Umayyah, pemimpin kaumnya Bani Makhzum tanpa ada yang mengusik kedudukannya, dan pengaruhnya sangat besar tak tertandingi. Di dikenal mulia dan dermawan hingga dia diberi gelar Zadurrakib, karena dia selalu berusaha mencukupi perbekalannya dalam perjalanan dan memenuhi semua permintaan orang lain.

Ibunya adalah Atikah binti Amir bin Rabi'ah bin Malik bin Khuzaimah bin Alqamah Al-Kinayah dari Bani Farras Al-Amjad.

Ummu Salamah tumbuh di lingkungan yang baik dan mendapat pengaruh dengan lingkungan yang baik ini. Ayahnya memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupannya, yang mana dia terpengaruh dalam hal kebaikan dan kedermawanan. Dia suka berinfak di jalan Allah. Mulia, dermawan dan rela berkorban dengan hartanya serta berjihad di jalan Allah.

Hijrah ke Habasyah
Ummu Salamah radhiallahu'anha termasuk di antara rombongan umat Islam yang berhijrah pertama kali ke negeri Habasyah pada masa Islam, setelah mengalami siksaan yang sangat pedih dari kelompok orang-orang yang melampai batas, yaitu mereka yang telah menyekutukan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Ummu Salamah radhiallahu'anha berkata, "Ketika kami telah tiba di Habasyah, kami mendapat tetangga yang baik, yaitu An-Najasy yang memberikan jaminan keamanan bagi agama kami. Kami beribadah kepada Allah tanpa merasa terganggu dan tidak pula mendengar sesuatu yang kami tidak suka. Ketika berita ini terdengar oleh orang-orang Quraisy, mereka membuat konspirasi dan mengutus dua orang kepada Raja An-Najasy untuk memberikan hadiah kepada dan pengawalnya berupa barang-barang mewah dari Makkah.

Mereka kemudian mengutus Abdullah bin Abi Rabi'ah dan Amru bin Al-Ash. Mereka berkata kepada keduanya, "Berikan hadiah untuk para pengawal raja sebelum Raja An-Najasyi sempat berbicara kepada kalian berdua. Setelah itu serahkan hadiah-hadiah itu kepada Raja An-Najasyi, kemudian hiburlah dia agar mau menyerahkan mereka (kaum muslimin) kepada kalian berdua sebelum dia sempat berbicara dengan mereka."

Keduanya lalu berangkat hingga bertemu dengan Raja An-Najasyi. Tidak ada seorang pun pengawal raja yang dijumpai kecuali mereka pasti mendapatkan sebagian dari hadiah-hadiah itu. Keduanya kemudian menyerahkan hadiah-hadiah itu kepada Raja An-Najasyi dan berbicara kepadanya. Keduanya berkata, "Wahai Raja, sesungguhnya telah datang ke negerimu anak-anak bodoh yang telah meninggalkan agama kaumnya dan mereka juga tidak masuk ke dalam agamamu. Dan para pemuka, ayah, paman dan keluarga mereka telah mengutus kami untuk meminta mereka kembali. Mereka itu mengetahui tentang keadaan orang-orang yang datang ke negerimu ini dan mengetahui apa yang baik dan buruk bagi mereka." Para pengawal yang berada di sekitarnya berkata, "Keduanya benar, wahai Raja. Serahkanlah mereka kepada keduanya."

Ummu Salamah kemudian melanjutkan pembicaraannya, dia berkata, "Namun Raja tidak menyerahkan mereka kepada keduanya setelah Ja'far bin Abu Thalib radhiallahu'anhu datang dan berbicara kepada Raja An-Najasyi dan menjelaskan apa yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy sebelum Islam, seperti kezhaliman, permusuhan, kebencian, hingga apa yang mereka alami sekarang setelah masuk Islam." Jika ada di antara pembaca yang ingin mengetahui kisah ini lebih detil, hendaknya merujuk kepada buku As-Sirah An-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam, jilid 1/334,338.

Dalam hijrah ini, Ummu Salamah radhiallahu'anha senantiasa bersabar atas penderitaan dan yang dialaminya. Dia menjalani hidup yang penuh cobaan ini dengan sabar dan mengharap ridha Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan apa yang di sisi-Nya, yang tentu saja lebih baik dan lebih kekal. Ummu Salamah radhiallahu'anha kembali ke Makkah setelah sangat rindu untuk melihat Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam. Dia mengira bahwa orang-orang Quraisyi sikapnya telah berubah terhadap Islam dan kaum muslimin. Akan tetapi dia kemudian dikejutkan dengan sikap orang-orang Quraisy yang masih memusuhi Islam dan kaum muslimin, bahkan mereka semakin bertambah keras dalam menyiksa kaum muslimin.

Ummu Salamah radhiallahu'anha kemudian tinggal di Makkah dalam keadaan seperti ini, mengalami ganguan dan penyiksaan. Namin dia tetap bersaabar dan mengharapkan ridha Allah untuk keselamatan agamanya, hingga akhirnya Allah mengizinkan kaum muslimin untuk berhijrah ke Madinah. Kaum muslimin lalu menjadikan Madinah sebagai negerinya yang aman dan mereka juga memiliki saudara-saudara dari penduduk pribumi.

Dipisahkan dengan suami dengan anaknya
Ummu Salamah berkata tantang hijrahnya ke Madinah, "Ketika Abu Salamah bertekad untuk keluar ke Madinah, dia menggiring untanya untukku dan membawaku di atasnya. Dia juga membawa anakku. Salamah binti Abu Salamah dalam pangkuanku. Dia lalu keluar menggiring untanya. Ketika orang-orang Bani Al-Mughirah melihatnya, mereka berdiri mendatanginya dan berkata, "Apakah dirimu merasa menang dari kami? Bagaimana dengan istri dan anakmu, engkau biarkan berjalan di negeri itu?" Meraka lalu melepaskan tali kekang kuda dari tangan Abu Salamah lalu mereka merenggut aku dari sisinya.

Pada saat itu, Bani Abdul Asad yang merupakan kabilah asal Abu Salamah sangat marah dan mereka berkata, "Demi Allah, kami tidak akan membiarkan anak laki-laki kamu bersama perempuan itu jika kalian melepaskannya dari Abu Salamah. Mereka kemudian saling tarik menarik anakku Salamah di antara mereka hingga mereka berhasil merenggut Salamah lalu pergi membawanya bersama Bani Asad. Sedangkan Bani Mughirah menahanku bersama mereka. Adapun suamiku berangkat ke Madinah." Ummu Salamah berkata, "Maka terpisahlah antara aku, suamiku dan anakku."

Ummu Salamah berkata, "Aku keluar tiap pagi dan duduk di Al-Abthah.* Aku terus menangis hingga sore hari. Hal itu berjalan selama setahun hingga suatu ketika lewat seorang laki-laki dari kabilah pamanku dan seorang dari Bani Al-Mughirah. Mereka melihat keadaanku dan merasa iba. Laki-laki itu berkata kepada Bani Al-Mughirah, "Tidakkah kamu mau mengeluarkan wanita yang sangat kasihan ini? Kalian telah memisahkannya dengan suami dan anaknya." Mereka lalu berkata kepadaku, "Pergilah kamu kesuamimu jika kamu mau!" Pada saat itu Bani Asad mengembalikan anakku. Aku lalu menjalankan untaku dan memegang anakku dalam pangkuanku. Aku kemudian berangkat menuju ke Madinah. Tidak ada seorang pun bersamaku, hingga akhirnya kau bertemu dengan Utsman bin Thalhah di daerah Tan'im. Dia lalu pergi melindungiku ke Madinah hingga tiba di sana dan bertemu dengan suamiku di Madinah Al-Munawwarah.

Sungguh, berpisah dari suami dan anak adalah hal terberat dan sulit bagi seorang wanita. Namun Ummu Salamah bisa bersabar atas pahitnya siksaan, gangguan dan perpisahan dengan suami dan anaknya, serta mampu menanggung beban itu semua demi agamanya dan turut merasakan penderitaan yang dialami oleh suaminya. Dia hanya bersabar dan mengharapkan ridha Allah dengan segenap kemampuannya di jalan Allah.

Ummu Salamah kemudian hidup bersama suaminya di Madinah sambil mengasuh anak-anaknya; Salamah, Umar, Zainab dan Darrah hingga perang Uhud berkecamuk. Abu Salamah ikut berjihad dalam perang Uhud. Abu Salamah terkena lemparan panah di bagian atas lengannya. Dia diobati selama sebulan hingga akhirnya sembuh lukanya. Nabi Shallallahu'alaihi wasallam kemudian mengirimnya ke Qathn di sebuah gunung di dekat mata air Bani Asad dan disinilah luka yang pernah dialaminya pada perang Uhud semakin parah. dia berada di tempat itu hingga akhirnya meninggal dunia. Ummu Salamah kembali bersabar menghadapi cobaan ini, berharap kepada Allah dan menyerahkan urusannya hanya kepada-Nya hingga Rasulullah melamarnya dan menikahinya. Ummu salamah hidup bersama Rasulullah dalam keadaan yang lebih baik.

Sikap Bijaksana dan Kecerdasan Ummu Salamah Dalam Perjanjian Al-Hudaibiyah
Ummul Mukminin, Ummu Salamah memiliki sikap dan jiwa patriot yang besar pada hari ketetapannya perjanjian Al-Hudaibiyah. Sikap ini tentu menunjukkan pada kematangan akalnya dan kecepatan berpikirnya. Dinyatakan dalam hadits bahwa Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam menyuruh para sahabatnya untuk menyembelih hewan kurban, kemudian mereka bercukur. Akan tetapi tidak ada seorang pun yang berdiri. Beliau kemudian mengulangi perintah itu lagi sebanyak tiga kali, tetap tidak seorang pun sahabat yang memenuhi seruan beliau. Nabi kemudian mendatangi istrinya, Ummu Salamah yang saat itu ikut bersama beliau. Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam lalu menceritakan apa yang diperintahkan kepada para sahabatnya. Ummu Salamah kemudian berkata, "Wahai Rasulullah, apakah engkau mau para sahabatmu menaatimu dalam apa yang engkau perintahkan kepada mereka?" Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab, "Ya." Ummu Salamah berkata, "Keluarlah kepada mereka dan jangan engkau berbicara dengan seorang pun walau satu kalimat hingga kurbanmu disembelih dan memanggil tukang cukurmu lalu mencukurmu." Rasulullah kemudian berdiri dan keluar tanpa berbicara dengan seorang pun walau dengan satu kalimat hingga mereka melakukan apa yang diperintahkan, yaitu menyembelih kurban dan memanggil tukang cukur, lalu mencukur rambut. Ketika para sahabat melihat hal itu, mereka berdiri dan menyembelih kurba itu, lalu sebagian dari mereka mencukur sebagian lainnya hingga hampir saja sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lain karena cuaca yang sangat panas."

Nabi Shallallahu'alaihia Wasallam mengetahui bahwa apa yang dikatakan oleh Ummu Salamah adalah benar dan karena itu beliau mengamalkannya. Para sahabat yang melihat sikap Rasulullah demikian serta merta segera melaksanakana apa yang diperintahkan kepada mereka.

Dengan demikian, kaum muslimin telah menyadari kelemahan akal mereka setelah sebelumnya mereka dikalahkan oleh perasaan mereka. Hampir saja mereka binasa karena menentang perintah Nabi. Akan tetapi Allah kemudian menyelematkan mereka melalui kecerdasan Ummu Salamah, yang mana pernjanjian Al-Hudaibiyah selalu dihubungkan dengan namanya.

Sikapnya Terhadap Utsman dan Aisyah radhiallahu'anhuma
Setelah Nabi Shallallau'alaihi Wasallam wafat, Ummu Salamah senantiasa berdiam diri dirumahnya, beribadah kepada Allah dan tetap konsisten mengamalkan ajaran Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dia hidup hingga masa pemerintahan Khalifah Yazid bin Muawiyah. Dia selalu mengamati berbagai keadaan dan perkembangan setiap peristiwa dan menjelaskannya dengan pendapatnya yang cerdas serta selalu berorientasi pada kebenaran dan kerukunan antar sesama manusia.

Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan radhiallahu'anhu terjadilah peristiwa penting. Namun di sini Ummul Mukminin Ummu Salamah mengambil sebuah keputusan yang sangat luar biasa, yang mana dia pergi menghadap Utsman bin Affan dan berkata kepadanya dengan berani, "Nak, aku melihat rakyatmu menghindar darimu dan menghantam sayapmu (tidak taat kepadamu). Janganlah kamu melakukan sesuatu yang tidak disukai oleh Rasulullah dan jangan pula kamu nodai ajaran Rasulullah yang telah diamalkan oleh kedua sahabatmu. Sesungguhnya keduanya telah melaksanakan tugasnya dengan adil dan tidak zhalim. Inilah hakku sebagai ibu yang aku laksanakan kepadamu dan kamu wajib menaati."

Utsman bin Affan berkata, "Engkau telah mengatakan itu dan aku menyadarinya. Engkau berikan nasehat kepadaku dan aku menerimanya."

Seorang laki-laki dari Bani Tamim datang kepada Ummu Salamah dan menanyakan kepada tentang Utsman bin Affan radhiallahu'anhu. Ummu Salamah lalu berkata, "Orang-orang telah mengadukan hal itu dan mereka meminta agar dia bertaubat. Maka dia pun bertaubat dan kembali ke jalan Allah, hingga ketika dia seperti pakaian yang telah suci dari noda, mereka sengaja membunuhnya."

Ketika Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu'anha keluar untuk menemui Ali bin Abi Thalib radhiallahu'anhu, meminta Ali untuk menyerahkan pembunuh Utsman bin Affan radhiallahu'anhu dan terjadilah perang Jamal, Ummu Salamah mengirimkan surat kepaa Aisyah untuk menjelaskan sikapnya yang tidak menyetujui apa yang dilakukan Aisyah, karena khawatir terjadi kekerasan. Ummu Salamah menulis, "Sesungguhnya engkau adalah jembatan antara Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam dan umatnya, dan hijabmu merupakan kehormatan. Al-Qur'an telah dikumpulkan, maka janganlah kamu bergerak terlampau jauh dengan keluar ke Bashrah. Tenangkan suaramu dan jangan mengeraskannya. Sesungguhnya Allah berada di belakang Umat ini. Apa yang akan engkau katakan kepada Rasulullah seandainya beliau menawarkan puncak gunung dan padang sahara? Seandainya aku mendatangi apa yang kamu inginkan, kemudian dikatakan kepadaku, "Masuklah Surga," niscaya aku malu untuk bertemu Allah dalam keadaan aku merusak hijabku yang telah di wajibkan kepadaku. Karena itu, jadikanlah hijab yang telah diwajibkan kepadamu sebagai bentengmu."

Surat Ummu Salamah radhiallahu'anha sampai ke tangan Aisyah radhiallahu'anha yang menjelaskan tentang sikapnya mengenani rencana Aisyah untuk keluar menuju Bashrah. Dia menasehatinya agar tetap tinggal di rumahnya, sebagaimana Allah berfirman, "Dan tetaplah kamu berada di rumahmu." Ketika surat itu telah selesai dibaca oleh Aisyah, dia membalasnya dengan penuh kesopanan dan menerima surat dengan baik. Dia menjelaskan sebab mengapa dia keluar ke Basharah. Maka Aisyah berkata, "Aku sangat menerima saranmu dan mengamalkan nasehatmu. Akan tetapi perjalanku tidak seperti yang engkau kira. Alangkah indahnya kedatanganku seandainya hal itu memang dapat membawa kedua kelompok yang bertikai menjadi damai."

Sejarah telah mencatat keutamaan Ummul Mukminin Ummu Salamah terutama tentang sikap patriot dan keberaniannya yang sangat berarti bagi agama. Aisyah kemudian menesal atas keluarnya dirinya ke Bashrah. Dia mungkin tidak akan menangis dan menyesal andai saja mau mendengar dan mengamalkan apa yang dikatakan oleh Ummu Salamah. Semoga Allah meridhai keduanya.

Sumber : Buku 100 Kisah Kepahlawanan Wanita, karangan: Imarah Muhammad Imarah, penerbit: Pustaka Al Kautsar Jakarta

*Al-Abthah adalah bagian dari lembah Makkah antara belokan ke Al-Hajun kemudian setelah Al-Bathha' hingga Masjidil Haram.
----------------------
Artikel : My Diary

Baca Juga :
- Perubahan Kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka'bah
- Jadilah Pakaian Kehormatan Bagiku
- Bakti Abu Hurairah r.a Kepada Ibunya
- Dasyatnya Do'a Ibu
- Hajar Aswad, Permata dari Surga
- Ketika Allah Mencintaimu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar