Minggu, 23 Maret 2014

Hafshah binti Umar radhiallahu'anha


Ummahatul Mukminin Hafshah binti Umar bin Khattab radhiallahu'anha, seorang istri dan wanita ahli puasa dan tahajjud yang menjadi istri Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam di surga.

Keluarga Hafshah binti Umar
Ayahnya adalah Al-Faruq. Seorang laki-laki yang tumbuh dalam kesederhanaan, kesederhanaan yang berbasis kekuatan, dan kekuatan yang berbasis keadilan dan kasih sayang. Dia adalah laki-laki yang dilahirkan oleh bani Jazirah Arab dan dipelihara oleh Islam.

Ibu Hafshah radhiallahu'anha adalah Zainab binti Mazh'un, saudara perempuan dari seorang sahabat Rasulullah shallallahu'alahi wasallam yang utama, Utsman bin Mazh'un radhiallahu'anhu, yang ketika dia meninggal dunia, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam mendatangi dan menciumnya sampai air mata beliau mengalir membasahi pipi Utsman. Dialah yang paling pertama dikuburkan di pemakaman kaum musimin. Dialah yang ketika putri Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam meninggal, beliau berkata kepadanya; "Ikutilah orang terbaik yang telah mendahului kita, Utsman bin Mazh'un." (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Sa'ad dan Al Hakim, dia tidak berkata apa-apa tentang kedudukan hadits ini. Sedangkan menurut Adz-Dzahabi, sanadnya baik)

Bibi Hafshah radhiallahu'anha adalah Fatimah binti Khattab radhiallahu'anha. Dia termasuk wanita yang paling pertama masuk Islam bersama suaminya Sa'id bin Zaid, satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga.

Saudara Hafshah radhiallahu'anha adalah seorang ahli ibadah yang zuhud, bertaqwa, wara' dan ahli ilmu. Dialah Abdullah bin Umar radhiallahu'anhu yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam; "Abdullah adalah laki-laki yang shalih." (Hadits Muttafaq alaihi; diriwayatkan oleh Al-Bukhari (3741) dalam kitab Al-Manaaqib, bab Manaaqib Abdullah bin Umar Ibn al-Khattab, dan Muslim dalam kitab Fadhaa'il as-Shahaabah, bab Fiqh Fadh'ail Abdullah Ibn Umar al-Khattab)

Ibunda Aisyah radhiallahu'anha berkata tentang Abdullah bin Umar; "Aku tidak melihat orang yang lebih cepat menjalankan perintah dari pada Ibnu Umar." ("Sairu A'laim Nubala" karya Adz-Dzahabi (3/211)

Menjadi Ummahatul Mukminin
Sebelum menikah dengan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, Hafshah binti Umar radhiallahu'anha pernah menikah dengan Khunais bin Hudzafah, saudara dari Abdullah bin Hudzafah. Akan tetapi ketika terjadi Perang Badar, Khunais yang ikut dalam perang tersebut mendapat luka yang sangat banyak disekujur tubuhnya yang akhirnya sahabat yang utama ini menemui ajalnya setelah mengerahkan segenap jiwa dan raganya untuk membela agama Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Setelah meninggalnya Khunais bin Hudzafah, yang membuat Hafshah binti Umar radhiallahu'anha menjadi janda. Umar bin Khattab radhiallahu'anhu pun ikut sedih dan sakit hatinya melihat putrinya Hafshah menjadi janda pada usianya yang masih sangat belia, yaitu pada usia delapan belas tahun.

Dia khawatir, posisi putrinya sebagai janda akan membunuh masa mudanya, merusak keceriaannya dan mengganggu kebeliaannya. Dia pun senantiasa merasakan kesedihan yang sangat dalam setiap kali masuk ke dalam rumahnya dan menyaksikan putrinya larut dalam kesedihannya. Setelah berpikir panjang, dia pun berinisiatif untuk mencarikan suami pengganti untuk Hafshah radhiallahu'anha. Umar bin Khattab mencoba menghubungi para teman dekatnya.

Pertama kali dia menawarkan putrinya kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu'anhu, namun Abu Bakar tidak memberikan jawaban apa-apa. Dia lalu menawarkannya kepada Utsman bin Affan radhiallahu'anhu, namun Utsman berkata, 'Nampaknya aku tidak ingin menikah dalam waktu dekat.' Umar begitu terpukul oleh sikap kedua sahabatnya itu. Sehingga diapun mengadukan hal itu kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Tak disangka, Rasulullah berkata kepadanya; "Hafshah akan dinikahi oleh orang yang lebih dari Utsman dan Utsman akan menikahi orang yang lebih baik dari Hafshah." Lalu Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam meminang Hafshah untuk dirinya. Maka Umar pun menikahkan putrinya dengan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (9/152-153) dalam bab An-Nikah, dan Ibnu Sa'ad dalam kitab "Ath-Thabaqaf (8/82)

Kemudian Rasulullah pun menikahkan Utsman bin Affan dengna putrinya Ummu Kultsum setelah wafatnya saudari Ummu Kultsum, Ruqayyah.

Ketika Umar telah menikahkan Hafshah dengan Rasulullah. Abu Bakar datang kepadanya untuk meminta ma'af. Dia berkata, 'Jangan marah kepadaku. Karena sesungguhnya Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam pernah menyebut akan menikahi Hafshah. Dan aku tidak ingin membocorkan rahasia beliau. Kalau saja Rasulullah tidak ingin menikahinya, aku pasti akan menikahinya.' (Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Al-Bukhari (5122) dalam kitab An-Nikah, bab Aradhu al-Insaan Ibnatahu au Ukhtahu 'Alaa Ahli Al-Khair. Ini adalah potongan dari hadits sebelumnya)

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menikahi Hafshah pada tahun ketiga hijriah sebelum terjadi Perang Uhud dan beliau memberinya mahar sebesar empat ratus dirham. Pernikahan tersebut merupakan kehormatan dan kebaikan yang luar biasa bagi Hafshah dan ayahnya Umar bin Khattab radhiallahu'anhuma.

Kedudukannya yang Mulia
Hafshah binti Umar radhiallahu'anha menempati posisi yang mulia di dalam hati Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Bahkan kedudukannya dibandingkan para istri Rasulullah yang lain juga termasuk lebih tinggi.

Sehingga ibunda Aisyah radhiallahu'anha pernah berbicara tentang Hafshah; 'Dialah yang menyaingiku diantara para istri Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.' ("As-Sair" karya Adz-Dzahabi (2/227)

Namun kehidupan para istri Rasulullah radhiallahu'anhuma memang tidak sepi dari perasaan mereka sebagai manusia biasa. Mereka juga memiliki rasa cemburu dan saling berlomba mendapatkan perhatian Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan cintanya. Karena itu Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam berusaha meredam hal itu lewat ajaran agama di rumahnya bersama para istrinya, para sahabatnya dan umatnya. Beliau berusaha merangkul semua pihak untuk mengantarkan mereka kepada jalan kebaikan.

Berikut ini adalah situasi yang menjelaskan kepada kita bagaiman rasa cemburu diantara para istri Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam itu terkadang mencuat ke permukaan. Kemudian kita juga akan melihat bagaiman cara Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam meredam persoalan itu dengan penuh kebijaksanaan dan kasih sayang.

Dalam kitab shahih Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Aisyah radhiallahu'anha, dia berkata: "Bahwa Nabi shallallahu'alaihi wasallam berada di rumah Zainab binti Jahsy, lalu di sana beliau meminum madu. Kemudian aku dan Hafshah bersepakat, siapa pun diantara kami berdua yang ditemui Nabi shallallahu'alaihi wasallam, ia harus mengatakan kepada beliau: 'Sesungguhnya aku mencium bau maghfir (pohon bergetah yang rasanya manis tapi berbau tidak sedap) darimu, apakah engkau telah memakannya?.' Kemudian beliau menemui beliau menemui salah seorang dari kami dan segera melontarkan pertanyaan terssebut kepada beliau. Beliau menjawab: "Tidak! Tetapi aku baru saja meminum madu di rumah Zainab binti Jahsy. Aku t idak akan mengulanginya lagi." Maka turunlah firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala: "Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah kepadamu," sampai firman-Nya "Jika kamu berdua bertaubat." yaitu Aisyah dan Hafshah radhiallahu'anhuma. Sedang firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala: "Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafshah) tentang suatu peristiwa," ialah berkenaan dengan sabda beliau: "Melainkan aku baru saja meminum madu." (Hadits Muttafaq alaihi. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (4912) dalam kitab Tafsir Al-Qur'an, bab "Yaa Ayyuha an-Nabiyy, Lima Tuharrima maa Ahallallahu Laka", dan Muslim (1474) dalam kitab At-Thalaaq, bab Wujub al-Kaffaarah 'alaa Man Harraman Imra'atahu wa lam Yanwa al-Thalaaq.)

An-Nasa'i dan Al-Hakim meriwayatkan dari hadits Anas radhiallahu'anhu bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam memiliki seorang budak perempuan yang digaulinya. Aisyah dan Hafshah radhiallahu'anhuma selalu mempersoalkan itu sampai Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam mengharamkan budak perempuan itu atas dirinya. Maka Allah Subhanahu WaTa'ala menurunkan ayat:
"Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (At-Tahrim: 1)

Berpacu Dalam Memperoleh Ridha Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam
Hafshah binti Umar radhiallahu'anha hidup bersama Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dalam suasana yang bahagia. Fase itu merupakan fase terbaik dari hidupnya. Setiap hari semakin bertambah ilmunya, pemahaman agamanya dan ketaatannya kepada Allah Ta'ala. Bagaimna tidak, dia langsung mendapat asupan dari sumber yang murni.

Dia selalu berlomba dengan para istri Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam untuk memperoleh ridha beliau. Dia tidak pernah berhenti berusaha untuk memasukkan kebahagiaan kedalam hati Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, menjadikannya semakin dekat kepada Allah Ta'ala. Dia Banyak belajar dari Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam tentang ketaatan beliau kepada Allah yang membuatnya semakin dekat dengan Sang Maha Pencipta.

Sesungguhnya Hafshah Adalah Istri Rasulullah di Surga
Suatu hari Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam pernah menjatuhkan talak atas Hafshah radhiallahu'anhu. Maka hatinya terasa remuk dan dunia terasa gelap gulita. Dia tidak percaya bahwa suaminya yang amat dicintai dan juga nabinya itu telah menjatuhkan talak atasnya. Tiba-tiba datang Malaikat Jibril menyuruh Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam kembali kepada Hafshah.

Diceritakan dalam sebuah hadits bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menjatuhkan talak satu atas Hafshah, Kemudian Beliau kembali kepadanya atas suruhan Malaikat Jibril. Jibril berkata: 'Dia adalah ahli puasa, ahli tahajjud dan akan menjadi istrimu di surga.' (Diriwayatkan oleh Abu Daud (2283) dan Ibnu Majah (2016). Al-Arna'uth berkata: 'Ini hadits shahih')

Dikutip dari Buku Wanita Pilihan di Zaman Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, bab Hafshah binti Umar radhiallahu'anha, karangan: Syaikh Muhammad Hasan, penerbit: Pustaka as-Sunnah, Jakarta.
--------------

Artikel: My Diary

Baca Juga:
- Lagi-Lagi Ulama Syi'ah Terbongkar Kebodohannya
- Rumah Tangga Nabawi
- Aqidah Syi'ah Tentang Taqiyyah
- 52 Kiat Agar Istri Makin Sayang
- "Madu" itu Pahit
- Neraka, Kematian dan Hari Kiamat
- Potrer Hinanya Kaum Wanita Dimata Syi'ah
- Saudariku, Milikilah Sedikit Rasa Malu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar