Selasa, 18 Februari 2014

Rumah Tangga Nabawi


Uraian tentang rumah tangga Nabawi ini dapat kita paparkan menurut masing-masing dari istri-istri Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.

1. Khadijah binti Khuwailid
Rumah tangga Nabawi yang dibangun di Makkah sebelum hijrah bersama Khadijah binti Khuwailid. Rasulullah menikah dengan Khadijah pada usia 25 tahun, sedangkan Khadijah sendiri berumur 40 tahun. Khadijah adalah wanita pertama yang dinikahi Rasulullah. Selama membina rumah tangga dengan Khadijah, Rasulullah tidak menikah dengan wanita lain. Dari Khadijah inilah Rasulullah mendapatkan putra dan putri. Tapi tidak seorang pun dari putra Rasulullah yang hidup. Adapun putri-putri Rasulullah dari Khadijah adalah; Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fathimah. Zainab dinikahi oleh anak bibinya, Abul Ash bin Ar-Rabi', sebelum hijrah. Sedangkan Ruqayyah dan Ummu Kultsum dinikahi oleh Utsman bin Affan, tidak secara bersamaan. Sedangkan Fathimah dinikahi oleh Ali bin Abu Thalib pada waktu antara Perang Badr dan Perang Uhud. Dari pernikahan Fathimah dan Ali ini lahir Hasan, Husain, Zainab dan Ummu Kultsum.

Sebagaimana yang sudah diketahui, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam berbeda dengan umatnya, dengan diperbolehkan bagi beliau untuk menikahi wanita lebih dari empat orang. Banyak tujuan dari pernikahan Rasulullah ini. Wanita yang pernah terikat perkawinan dengan Rasulullah ada tiga belas orang. Sembilan orang meninggal dunia sepeninggal beliau, dua orang meninggal dunia saat beliau masih hidup, yaitu Khadijah dan Zainab binti Khuzaimah, ibu para fakir miskin. Dan dua istri yang belum pernah dijamah Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.

2. Saudah binti Zam'ah
Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menikahinya pada bukan Syawal tahun kesepuluh dari nubuwah, tepatnya beberapa hari setelah Khadijah meninggal dunia. Sebelumnya Saudah menikah dengan sepupunya sendiri yang bernama As-Sakran bin Amru, yang kemudian meninggal dunia.

3. Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq
Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menikahinya pada bulan Syawwal tahun kesebelas dari nubuwah, selang setahun setelah menikahi Saudah atau dua tahun lima bulan sebelum hijarah. Rasulullah menikahinya saat Aisyah masih berusia enam tahun, lalu hidup bersama Rasulullah pada bulan Syawwal, tujuh bulan setelah hijrah ke Madinah, yang saat itu umurnya sembilan tahun. Aisyah adalah seorang gadis dan Rasulullah tidak menikahi gadis kecuali dengan Aisyah. Aisyah termasuk orang-orang yang amat dicintai Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan merupakan wanita yang paling banyak ilmunya di tengah umat.

4. Hafshah binti Umar bin Al-Khattab
Hafshah binti Umar bin Al-Khattab ditinggal mati suaminya, Khunais bin Hudzafah As-Sahmi, pada waktu antara Perang Badr dan Uhud, lalu dinikahi Rasulullah pada tahun 3 H.

5. Zainab binti Khuzaimah
Zainab binti Khuzaimah berasal dari Bani Hilal bin Amir bin Sha'sha'ah, yang dijuluki Ummul Masakin (ibunda orang-orang miskin), karena kasih sayang dan kemurahan hatinya terhadap mereka. Sebelum itu Zainab adalah istri Abdullah bin Jahsy, yang mati syahid pada Perang Uhud, lalu dinikahi Rasulullah pada tahun 4 H. Namun dia meninggal dunia dua atau tiga bulan setelah pernikahan ini.

6. Hindun binti Abu Umayyah (Ummu Salamah)
Sebelumnya Hindun binti Abu Umayyah adalah istri Abu Salamah yang meninggal dunia pada bulan Jumdats Tsaniyah tahun 4 H, lalu dinikahi Rasulullah pada bulan Syawwal pada tahun yang sama.

7. Zainab binti Jahsy bin Rayyab
Zainab binti Jahsy bin Rayyab berasal dari Bani Asad bin Khuzaimah dan putri bibi Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam sendiri. Sebelumnya dian adalah istri Zaid bin Haritsah, yang dianggap sebagai putra sendiri oleh Rasulullah. Zaid menceraikannya, lalu Allah Subhanahu Wa Ta'ala menurunkan ayat Al-Qur'an yang tertuju langsung kepada diri Rasulullah,
"Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia." (Al-Ahzab:37)
Ada juga beberapa ayat dari surat Al-Ahzab lainnya yang menjelaskan masalah anak angkat. Rasulullah menikahinya pada bulan Sya'ban 6 H.

8. Juwairiyah binti Al-Harits
Bapaknya adalah pemimpin Bani Mushthaliq dari Khuza'ah. Tadinya Juwairiyah ada diantara para tawanan Bani Mushthaliq, yang kemudian menjadi bagian Tsabit bin Qais bin Syamms. Lalu Rasulullah menebus dirinya dan menikahinya pada bulan Sya'ban 6 H.

9. Ramlah binti Abu Sufyan (Ummu Habibah)
Sebelumnya Ramlah binti Abu Sufyan adalah istri Ubaidillah bin Jahsy. Bersama suaminya, dia hijrah ke Habasyah. Namun, disana Ubaidillah murtad dan masuk agama Nashrani dan juga mennggal disana. Sekalipun suaminya murtad, Ummu Habibah tetap teguh dalam Islam. Tatkala Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam mengutus Amr bin Umayyah Adh-Dhamiri untuk menyerahkan surat beliau kepada Raja Najasyi pada bulan Muharram 7 H, beliau juga menyampaikan lamaran kepadanya.

10. Shafiyah binti Huyai bin Akhtab
Shafiyah binti Huyai bin Akhtab berasal dari Bani Israil, yang sebelumnya dia salah seorang dari tawanan Khaibar. Lalu Rasulullah memilihnya untuk diri beliau sendiri, membebaskannya dan menikahinya setelah penaklukan Khaibar pada tahun 7 H.

11. Maimunah binti Al-Harits
Maimunah binti Al-Harits adalah Ummu Fadl, Lubabah binti Al-Harits. Rasulullah menikahinya pada bulan Dzulqa'dah 7 H saat umrah qadha' setelah habis masa iddahnya.

Mereka inilah para wanita yang pernah dinikahi Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan beliau hidup bersama mereka. Ada dua orang diantara mereka yang meninggal dunia saat Rasulullah hidup, yaitu Khadijah dan Zainab binti Khuzaimah, yang berarti Rasulullah meninggal dunia dengan meninggalkan sembilan lainnya menjadi janda.

Sedangkan dua wanita lainnya tidak hidup bersama Rasulullah, salah seorang diantaranya dari Bani Kilab dan satunya dari Kindah, yang dikenal dengan nama Al-Juwainiyah. Namun ada perbedaan pendapat mengenai masalah ini, tapi tidak akan dibahas disini.

Adapun wanita yang Rasulullah nikahi bukan sebagai wanita merdeka adalah Mariyah Al-Qibthiyah, yang dihadiahkan Al-Muqaiqis dan melahirkan putra bernama Ibrahim, namun kemudian meninggal dunia selagi masih kecil di Madinah semasa hidup Rasulullah, pada tanggal 28 atau 29 Syawwal 10 H, bertepatan dengan tanggal 27 Januari 632 M. Selain Mariyah, adalah Raihanah binti Zaid An-Nadhiriyah atau Al-Qurzhiyah, yang sebelumnya termasuk tawanan Quraizhah. Rasulullah memilihnya untuk dirinya sendiri. Ada yang berpendapat dia juga termasuk istri Rasulullah, yang dimerdekakan lalu dinikahi. Pendapat pertama ditegaskan Ibnul Qayyim. Sedangkan Abu Ubaidah menambahi dua wanita lainnya, yaitu Jamilah yang termasuk tawanan dan Jariyah yang dihadiahkan Zainab binti Jahsy kepada Rasulullah.

Siapapun yang mengamati kehidupan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam ini tentu mengetahui secara pasti bahwa perkawinan beliau dengan sekian banyak wanita ini, justru pada masa-masa akhir hidup beliau, setelah mewati 30 tahun dari masa muda beliau, yang pada masa itu hanya bertahan bersama wanita yang justru lebih tua, yaitu Khadijah, lalu Saudah. Tentu Rasulullah mengetahui bahwa perkawinan ini tidak sekedar didorong gejolak didalam diri dan mencari kepuasan dari sekian banyak wanita, tetapi disana ada berbagai tujuan yang hendak diraih dengan perkawinan tersebut.

Tujuan yang bisa dibaca, mengapa Rasulullah berbesan dengan Abu Bakar dan Umar, dengan menikahi Aisyah dan Hafshah, mengapa Rasulullah menikahkan Fathimah dengan Ali bin Abu Thalib, menikahkan Ruqayyah menyusul Ummu Kultsum (setelah Ruqayyah meninggal) dengan Utsman bin Affan, mengisyaratkan bahwa Rasulullah ingin menjalin hubungan yang benar-benar erat dengan empat orang tersebut, yang dikenal paling banyak berkorban untuk kepentingan Islam pada masa-masa kritis, yang berkata kehendak Allah Subhanahu Wa Ta'ala akhirnya masa-masa kritis ini dapat dilewati dengan selamat.

Diantara tradisi bangsa Arab adalah menghormati hubungan perbesanan. Keluarga besan menurut mereka merupakan salah satu pintu untuk menjalin kedekatan antara beberapa suku yang berbeda. Menurut anggapan mereka, mencela dan memusuhi besan merupakan aib yang dapat mencoreng muka. Maka dengan menikahi beberapa wanita yang menjadi Ummahatul Mukminin, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam hendak mengenyahkan gambaran permusuhan beberapa kabilah terhadap Islam.

Setelah Ummu Salamah dari Bani Makhzum dinikahi Rasulullah yang satu perkampungan dengan Abu Jahl dan Khalid bin Walid, membuat sikap Khalid bin Walid tida ksegarang sikapnya sewaktu Perang Uhud. Bahkan akhirnya Khalid bin Walid masuk Islam tak lama setelah itu dengan penuh kesadaran dan ketaatan. Begitu pula Abu Sufyan yang tidak berani menghadap Rasulullah dengan permusuhan setelah Rasulullah menikahi putrinya, Ummu Habibah. Begitu pula yang terjadi dengan Bani Mushthaliq dan Bani Nadhir, yang tidak lagi melancarkan permusuhan setelah Rasulullah menikahi Juwairiyah dan Shafiyah. Bahkan Juwairiyah merupakan wanita yang paling banyak mendatangkan barakah bagi kaumnya. Setelah dia dinikahi Rasulullah, para sahabat membebaskan 100 keluarga dari kaumnya. Karena itu para sahabat saat itu berkata, "Mereka dalah para besan Rasulullah shallallahu'alaih wasallam." Tentu saja hal ini sangat mengundang simpati manusia dan berkesan di dalam jiwa.

Lebih besar dari itu, Nabi shallallahu'alaihi wasallam sudah diperintahkan untuk membersihkan dan memberdayakan manusia sebelaum mereka mengenal sedikit pun etika peradaban yang wajar dan bagaimana ikut andil dalam membangun masyarakat yang maju.

Prinsip-prinsip yang menjadi dasar untuk membangun masyarakat Islam, tidak memberikan peluang bagi kaum laki-laki untuk bercampur baur dengan kaum perempuan. Tidak mungkin memberdayakan kaum wanita seketika pada waktu itu pula, sementara pada saat yang sama prinsip ini sama sekali tidak boleh diabaikan. Padahal pemberdayaan kaum wanita tidak lebih sedikit daripada pemberdayaan kaum laki-laki, karena boleh dikatakan lebih kuat dan lebih dominan.

Maka tidak ada pilihan lagi bagi Rasulullah kecuali memilih beberapa wanita denga usia yang berbeda-beda dengan kelebihan masing-masing guna mewujudkan tujuan ini. Dengan begitu Rasulullah bisa membesihkan diri mereka, mendidik dan mengajarkan syariat dan hukum-hukum serta memberdayakan mereka dengan berbagai pengetahuan Islam. Lebih jauh lagi, Rasulullah bisa membekali mereka untuk mendidik para wanita di pedalaman yang masih Badui atau yang sudah beradab, yang tua maupun yang muda, sehingga mereka sudah cukup mewakili dakwa terhadap seluruh kaum wanita.
-----------------

Sumber: Buku Sirah Nabawiyah, karangan: Syaikh Shfiyyurrahman Al-Mubarakfuri, penerbit: Pustaka Al-Kautsar Jakarta.

Artikel: My Diary

Baca Juga:
- Mengapa Rasulullah Menikahi Zainab binti Jahsy?
- Kecerdasan Abu Hanifah
- Syi'ah Mencela Rasulullah
- Kisah Sahabat yang memuliakan Tamu Rasulullah
- 1 Kambing Menjadi 4000 Kambing
- Mujahidah Berbaju Besi
- Syi'ah Aneh Tapi Nyata
- Kisah Cerdiknya Seorang Pemuda yang Ikhlas
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar