Minggu, 23 Februari 2014

Kisah Kalung Permata dan Gadis Cantik


Ibnu Abi Al-Fawaris berkata, "Aku pernah mendengar Abu Bakar bin Abdul Baqi bercerita, 'Aku tinggal di Makkah. Suatu hari, rasa lapar menderaku. Tidak ada sesuatu pun yang dapat kumakan untuk mengusir rasa lapar itu. Aku pun keluar rumah untuk mencari sesuatu. Tiba-tiba aku melihat kantong sutra yang diikat dengan tali pita sutra tergeletak di jalanan. Kantong itu kemudian kuambil dan ku bawa ke rumah. Sesampainya di rumah, aku buka tali ikat kantong itu dan ternyata didalamnya berisi kalung permata yang sangat indah.

Seingatku, belum pernah aku melihat kalung seindah itu seumur hidupku. Aku lalu keluar lagi untuk mencari sosok pemilik kantong itu. Dari jauh kulihat seorang laki-laki tua sedang membawa sekantong uang sambil berteriak-teriak, "Siapa pun yang menemukan sebuah kantong yang berisi kalung permata, maka uang 500 dinar ini sebagai hadiah bagi yang mengembalikannya kepadaku." Hatiku berbisik, "Saat ini aku sedang kelaparan. Kebetulan kantong laki-laki tua itu ada padaku. Alangkah baiknya bila kantong itu kuberikan kepadanya dan ia memberiku uang 500 dinar. Lalu, uang itu dapat kubelikan makanan."

Aku segera memanggil laki-laki tua itu, "Hei kakek, ke sini!" Aku lalu membawa kakek itu ke rumahku. Ia kemudian menyebutkan ciri-ciri kantongnya yang hilang, mulai dari warnanya, tali pengikatnya dan jenis kalung permata yang ada di dalamnya. Semua ciri yang disebutkan oleh si kakek persis seperti kantong yang kutemukan. Akupun mengambil kantong itu dan memberikannya kepada si kakek. Dengan wajah senang, si kakek kemudian memberikan kepadaku uang 500 dinar sebagai hadiah. Tetapi aku menolaknya.

Aku berkata kepadanya, "Sudah menjadi kewajibanku mengembalikan kantong ini kepada pemiliknya. Karenanya, tidak pantas aku memungut hadiah apa pun darinya." Kakek itu berkata, "Kamu harus terima uang ini." Ia terus mendesakku untuk menerima uang itu, tetapi aku tetap menolaknya. Si kakek kemudian pergi.

Beberapa tahun kemudian, aku keluar dari Makkah dan menaiki perahu. Sampai di tengah laut, ombak raksasa menerpa perahu yang kunaiki, sehingga perahu pun pecah dan semua penumpang tenggelam. Barang-barang muatan juga ikut musnah ditelan ombak raksasa itu.

Allah masih melindungiku. Dari semua penumpang, hanya aku yang selamat dengan berpegangan pada kayu pecahan perahu tersebut. Dengan kayu itu, aku berusaha mencari daratan. Tidak tahu kemana arah yang hendak kutuju. Akhirnya, aku terdampar di sebuah pulau yang berpenghuni. Aku pun mencari sebuah masjid di pulau itu. Setelah ketemu, aku menunaikan sholat dan membaca Al-Qur'an. Tanpa disangka-sangka, setiap orang yang masuk ke masjid pasti mendekatiku untuk mendengarkan bacaan Al-Qur'anku. Selesai membaca, sebagin dari mereka berkata kepadaku, "Ajari kami membaca Al-Qur'an."

Dengan senang hati, aku pun mengajari semua jamaah di masjid itu cara membaca Al-Qur'an yang baik. Dari kegiatan mengajar itu, aku diberi uang yang sangat banyak oleh mereka. Beberapa waktu kemudian, aku mencoba mengamati tulisan khat pada Al-Qur'an di masjid itu. Tiba-tiba, mereka bertanya kepadaku, "Apakah kamu bisa menulis khat yang baik?" Aku menjawab, "Insya Allah bisa." Mereka berkata, "Kalau begitu, ajarilah kami cara menulis khat yang baik." Bahkan, semua anak kecil dan para pemuda di pulau itu ikut belajar menulis khat, sehingga tabungan uangku semakin banyak.

Pada suatu kesempatan, mereka mendekatiku dan berkata, "Di pulau kami ini ada seorang gadis yatim. Ia berwajah cantik dan memiliki harta yang banyak. Kami ingin engkau menikahi gadis itu." Mendengar tawaran itu, aku menolaknya. Mereka berkata, "Pokoknya engkau harus menikahinya." Mereka terus mendesakku, sehingga aku pun menerima tawaran mereka.

Keesokan harinya, gadis tersebut dirias dan diperlihatkan kepadaku. Dengan perasaan malu, aku mencoba mengangkat pandanganku ke wajahnya. Aku sangat kaget karena kalung yang dulu pernah ketemukan ternyata berjuntai indah di leher gadis itu. Perhatianku pun hanya tertuju pada kalung itu. Tiba-tiba, mereka mengagetkanku, "Wahai guru, hati gadis ini hancur lantaran engkau hanya memperhatikan kalungnya dan tidak memperhatikan wajahnya." Aku pun menceritakan kepada mereka mengenai ihwal kalung itu. Tiba-tiba mereka semua berteriak mengumandangkan tahlil dan takbir hingga seluruh penduduk pulau itu berkumpul.

Didorong rasa heran, aku bertanya kepada mereka, "Ada apa dengan kalian?" Mereka menjawab, "Kakek tua yang mengambil kalung darimu itu adalah ayah gadis ini. Ia pernah berkata, 'Di dunia ini aku belum pernah melihat seorang muslim yang lebih baik daripada laki-laki yang mengembalikan kalung ini kepadaku.' Ia juga berdo'a, 'Ya Allah, pertemukan lagi aku dengan laki-laki itu dan akan kunikahkan ia dengan putriku.' Dan sekarang, apa yang menjadi harapannya telah dikabulkan oleh Allah."

Aku ikut terharu mendengar cerita mereka. Aku pun menikahi gadis itu dengan dianugerahi dua anak. Tidak lama setelah itu, gadis yang sudah menjadi istriku itu meninggal dunia, sehingga kalung permatanya diwariskan kepadaku dan dua anakku. Selang beberapa tahun kemudian kedua anakku juga meninggal dunia, sehingga kalung permata itu diwariskan kepadaku. Aku lalu menjual kalung itu seharga 100.000 dinar. Harta yang kalian lihat sekarang ini merupakan sisa dari uang itu."

Sumber: Buku Golden Stories, karangan: Mahmud Musthafa Sa'ad & Dr Nashir Abu Amir Al-Hamidi, penerbit: Pustaka Al-Kautsar Jakarta
------------

Artikel: My Diary

Baca Juga:
- Canda
- Syi'ah Mencela Rasulullah
- Kecerdasan Abu Hanifah
- Zina Adalah Hutang
- Kalaulah Bukan Karena Allah Menutupi Aib-Aib Kita
- Kisah Nyata: Wanita Syi'ah Makassar Ajak Mut'ah Seorang Ikhwan
- Jagalah Lisan (Perkataan)
- Do'a Dapat Mengubah Takdir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar