Senin, 01 Juli 2013

Mengapa Saya Keluar Dari Syi'ah.



Saya sudah lama cari buku ini tapi ga ketemu juga.. Pingin banget punya buku ini.


Pendahuluan

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam yang amanah, keluarganya yang baik dan suci, dan para pengikutnya yang mengikutinya dengan baik hingga hari akhir.

Seorang muslim pasti mengetahui bahwa kehidupan ini akan berakhir dengan kematian, kemudian ditetapkanlah tempat kembali baginya; ke surga atau ke neraka. Tidak diragukan lagi bahwa seorang muslim pasti sangat menginginkan untuk menjadi ahli surga. Oleh karena itu dia berusaha untuk memperoleh keridhaan Tuhannya yang Maha Tinggi lagi Maha Perkasa, yaitu dengan menjauhi larangan-Nya yang akan menjerumuskan manusia kepada murka Allah dan siksa-Nya. Maka, kita melihat seorang muslim bersemangat untuk taat kepada Tuhannya, menempuh jalan yang akan mendekatkan diri kepada-Nya. Inilah jalan yang ditempuh oleh seorang muslimin baik orang awam maupun orang khusus.

Sesungguhnya kehidupan ini – sebagaimana sama-sama diketahui – memiliki jalan yang banyak dan dipenuhi oleh berbagai godaan. Orang berakal adalah orang yang menempuh jalan menuju surga walaupun sulit serta akan meninggalkan jalan yang menuju ke neraka walaupun mulus dan mudah.

Riwayat ini disusun dalam bentuk kajian (baths) yang saya katakan dengan lidahku dan saya tulis dengan tanganku, dengan niat untuk mendapat keridhaan Allah, member manfaat kepada saudaraku selama saya hidup sebelum datangnya masa kematian.

Saya dilahirkan di Karbala, tumbuh di lingkungan orang-orang Syi’ah dan diasuh oleh bapakku yang taat beragama.

Saya belajar di beberapa sekolah yang ada di kota hingga menginjak usia remaja. Kemudian bapakku mengirimku ke kota ilmu (hauzah) di Najaf, ia merupkakan induk kota ilmu, tempat para ulama Syi’ah yang terkenal di zaman ini menimba ilmu agama, semisal Imam Sayid Muhammad Ali Husain Kasyif al-Ghitha’.

Saya belajar di Najaf di salah satu sekolah tinggi. Cita-citaku ialah agar pada suatu hari saya menjadi rujukan dalam ilmu agama dan menjadi tokoh di lingkunganku, saya berkhidmat untuk agama dan umatku dan bangkit bersama kaum muslimin.

Saya berobsesi untuk menyaksikan kaum muslimin menjadi umat yang satu dan masyarakat yang bersatu yang dipimpin oleh seorang imam. Dalam waktu yang sama saya menyaksikan negeri-negeri kafir bercerai-berai dan bangunannya luluh lantak di hadapan umat Islam. Dan masih banyak keinginan-keinginan lain yang diangan-angankan oleh setiap pemudi muslim yang memiliki ghirah terhadap agamanya.

Suatu waktu saya bertanya-tanya: Apa yang menyebabkan kita terperosok ke dalam keadaan yang menyedihkan berupa keterbelakangan, perpecahan dan perselisihan?

Saya bertanya-tanya tentang berbagai masalah yang banyak sekali yang melintas dalam benakku sebagaimana yang melintas dalam benak setiap pemuda muslim, tetapi saya tidak mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan tersebut.

Al-Hamdulillah Allah memudahkanku untuk melanjutkan studiku dan mencari ilmu. Selama masa-masa belajar, saya mendaptkan nash-nash yang membuat diriku merenung, masalah-masalah yang menyibukkan otakku dan kejadian-kejadian yang mengherankanku. Tetapi saya selalu menuduh diriku sebagai orang yang buruk pemahaman dan sedikit ilmu. Pada suatu waktu saya mencoba untuk melontarkan sesuatu masalah kepada salah satu tokoh yang ada di kota ilmu. Orang itu pandai karena dia mengetahui bagaimana menjawab pertanyaanku ini: Dia menyelesaikan masalah dari pangkalnya dengan kalimat yang pendek. Dia berkata kepadaku, “Apa yang kamu pelajari di hauzah (kota ilmu)?”

“Madzhab Ahlul Bait, tentu.” Jawab saya.

Dia berkata, “Apakah kamu ragu-ragu terhadap madzhab Ahlul Bait?”

Saya menjawab dengan tegas, “Saya berlindung kepada Allah.”

“Jika demikian, jauhkanlah semua keraguan itu dari dirimu, maka kamu adalah pengikut Ahlul Bait ('Alaihis salam), sedangkan Ahlul Bait menerimanya dari Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan Muhammad menerimanya dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.”

Saya diam sejenak sehingga jiwaku merasa tenang, kemudian saya berkata kepadanya, “Semoga Allah memberkatimu, karena kamu telah mengobatiku dari keragu-raguan ini.” Kemudian saya kembali melanjutkan studiku, namun pertanyaan-pertanyaan itu kembali mengusikku. Setiap ilmuku bertambah, maka bertambah pula pertanyaan-pertanyaan itu, permasalahan dan perang batin semakin menumpuk.

Yang penting, saya menyelesaikan studiku dengan sangat memuaskan, hingga saya mendapat ijazah (sertifikat) ilmiah dengan mendapat derajat ijtihad dari salah seorang tokoh yang paling tinggi kedudukannya, yaitu Sayid Muhammad Husain Ali Kasyif al-Ghitha’. Dia adalah tokoh di kota ilmu. Semenjak tiu dengan serius saya mulai memikirkan masalah ini. Saya mempelajari madzhab Ahlul Bait, tetapi dalam yang saya pelajari saya mendapatkan celaan dan serangan terhadap Ahlul Bait 'Alaihimus salam. Saya belajar tentang masalah-masalah syariat untuk beribadah kepada Allah, tetapi di dalamnya terdapat nash-nash yang menyatakan kekafiran kepada Allah Ta’ala.

Ya Allah, apakah yang saya pelajari ini? Apakah mungkin ini semua merupakan madzhab Ahlul Bait yang benar?

Sesungguhnya hal ini menyebabkan terpecahnya kepribadian seseorang, karena bagaimana dia menyembah Allah, sementara dia kufur kepada-Nya? Bagaimana dia mengikuti sunnah Rasulullah, sementara dia menyerangnya? Bagaimana dikatakan mengikuti Ahlul Bait, mencintai dan mempelajari madzhab mereka, sementara dia menghina dan mengejek mereka?

Rahmat dan kasih saying-Mu Ya Allah. Jika bukan karena rahmat-Mu, niscaya saya termasuk orang yang sesat, bahkan termasuk orang yang merugi. Saya kembali dan bertanya kepada diri saya, “Apa sikap para tokoh, para imam dan orang-orang yang dianggap sebagai ulama. Bagaimana sikap mereka terhadap hal ini? Apakah mereka melihat seperti yang saya lihat? Apakah mereka mempelajari apa yang saya pelajari?

Jawabnya, tentu. Bahkan kebanyakan dari kitab-kitab yang saya baca adalah karangan mereka. Di dalamnya terdapat kalimat-kalimat yang mereka tulis. Inilah yang membuat hati terluka, sakit dan sedih.

Saya butuh kepada seseorang untuk tempat mengadukan semua kebingunganku dan menumpahkan seluruh kesedihanku. Akhirnya saya memperoleh petunjuk dengan mendapatkan pemikiran yang bagus, yaitu untuk melakukan studi yang komprehensif, dan mengkaji ulang seluruh materi pelajaran yang pernah saya dapatkan. Saya membaca semua yang saya dapatkan dari referensi, baik yang muktabar (kredibel) maupun yang tidak. Bahkan saya membaca setiap buku yang sampai ke tanganku. Saya merenung untuk mengkaji beberapa alinea dan nash lalu memberikan catatan kaki. Saya kutip nash-nash tersebut dan saya komentari berdasarkan pemikiran yang ada dalam otak saya. Ketika saya selesai membaca referensi yang muktabar, saya mendapatkan tumpukan kertas, lalu saya simpan semoga pada suatu hari Allah menetapkan suatu keputusan.

Hubunganku tetap baik dengan semua referensi agama, ulama dan para tokoh yang saya temui. Saya bergaul dengan mereka agar sampai kepada hasil yang akan membantuku jika pada suatu hari saya mengambil keputusan yang sulit. Saya banyak merenung hingga saya mendapatkan kepuasan yang sempurna untuk menetapkan sebuah keputusan yang sulit, tetapi saya menunggu waktu yang tepat. Saya melihat kepada kawanku Al-Allamah Sayid Musa Al-Musawi, saya melihatnya sebagai teladan yang baik ketika dia menyatakan penolakannya terhadap penyimpangan-penyimpangan yang diciptakan dalam manhaj Syi’ah. Usahanya yang sungguh-sungguh dalam meluruskan manhaj ini. Kemudian terbit buku Sayid Ahmad Al-Khathib (Perkembangan Pemikiran Syi’ah). Setelah mengkajinya saya melihat bahwa giliranku telah tiba untuk mengatakan kebenaran, memberikan penerang kepada teman-temanku yang tertipu. Maka sebagai ulama, saya bertanggung jawab atas mereka pada hari Kiamat. Wajib atas kita semua untuk menjelaskan kebenaran walaupun pahit.

Mungkin metoda saya bebeda dengan metode yang dipakai oleh dua tokoh: Al-Musawi dan Ahmad Al-Khathib dalam melontarkan kesimpulan ilmiah. Hal ini disebabkan perbedaan di antara kami masing-masing dalam memperoleh kebenaran dari hasil kajian dan studi yang dilakukan.

Bisa juga kondisi dua tokoh di atas berbeda dengan kondisi saya. Hal itu karena kedua tokoh tersebut meninggalkan Irak, lalu tinggal di salah satu negeri Barat dan memulai menulis bukunya di sana. Sementara saya tetap tinggal di Irak bahkan berada di dalam wilayah Najaf. Peluang dan kemungkinan yang saya miliki tidak seluas peluang dan kemungkinan yang mereka miliki. Setelah berpikir lama antara tetap tinggal di Irak atau pergi keluar negeri, saya memutuskan untuk tetap tinggal dan bekerja di sana dengan penuh kesabaran dan mengharap pahala dari Allah. Saya yakin bahwa di wilayah itu terdapat banyak tokoh yang merasakan tekanan batin karena keterlenaan dan keridhaan mereka (pendukung Syi’ah) dengan apa yang mereka lihat dan mereka saksikan. Juga dengan apa yang mereka baca dari induk-induk referensi yang melimpah di sisi mereka. Saya memohon kepada Allah agar menjadikan buku saya sebagai pendorong bagi mereka untuk bertanya kepada diri mereka masing-masing, lalu menempuh jalan kebenaran, karena umur sangat pendek dan hujjah (kebenaran) ada di hadapan mereka sehingga tidak ada lagi alasan untuk mengelak.

Ada beberapa tokoh yang memiliki hubungan dengan saya menyambut seruan saya ini, Al-Hamdulillah. Mereka melihat kebenaran yang saya sampaikan, dan mereka pun mulai mendakwahkannya kepada orang lain. Kami memohon kepada Allah semoga Allah member taufik kepada saya dan mereka dalam menjelaskan kebenaran kepada manusia, memperingatkan mereka dari keterombang-ambingan dalam kesesatan. Dan semua ini adalah tanggung jawab paling mulia.

Sungguh saya menyadari bahwa buku saya ini akan ditolak, didustakan, dan dituduh sebagai buku yang menyesatkan, namun itu semua tidak bisa menghalangi saya. Saya telah memperhitungkan semua itu dalam diri saya. Mereka akan menuduh saya telah menjual agama dan keyakinan dengan nilai materi. Hal ini bukan sesuatu yang asing dan mengherankan, karena mereka telah menuduh Al-Allamah Sayid Musa Al-Musawi dengan tuduhan seperti ini. Sehingga Sayid Ali Al-Gharuri berkata, “Sesunggguhnya Raja Arab Saudi, Fahd bin Abdul Aziz telah mengiming-imingi Dr. Al-Musawi dengan seorang wanita cantik dari kalangan keluarga Saud, dan akan memperbaiki kondisi ekonominya, yaitu dengan mengirimkan sejumlah uang yang disimpan dalam rekening di sebuah bank Amerika sebagai balasan berpalingnya dia ke dalam madzhab Wahabi.”

Jika Dr. Al-Musawi saja mendapatkan tuduhan dusta dan murahan seperti itu, maka terlebih lagi saya. Isu apa yang akan disebarkan tentang diri saya? Bahkan bisa jadi mereka akan mencari saya untuk membunuh saya sebagaimana mereka membunuh orang-orang yang mengumandangkan kebenaran sebelum saya. Mereka dengan tidak sungkan-sungkan telah membunuh bapak para pemimpin kami, yaitu Ayatullah Uzhma Imam Sayid Abul Hasan Al-Ashfahani, seorang imam Syi’ah terbesar setelah masa keghaiban imam hingga sekarang. Tidak diragukan lagi bahwa beliau adalah seorang tokoh Syi’ah, namun ketika beliau hendak meluruskan manhaj Syi’ah dan membersihakan khurafat-khurafat yang disususpkan ke dalamnya, mereka menyembelih syaikhnya sebagaimana menyembelih seekor kambing dalam rangka menghentikan imam mereka dalam menyebarkan manhajnya untuk meluruskan penyimpangan-penyimpangan yang ada dalam ajaran Syi’ah. Sebagaimana sebelumnya mereka juga telah membunuh Sayid Ahmad Al-Kasrawi, ketika beliau menyatakan berlepas diri dari penyimpangan-penyimpangan Syi’ah serta beliau hendak meluruskan manhaj Syi’ah, maka mereka mencincang tubuh Sayid Ahmad menjadi beberapa potong.

Serta masih banyak orang yang mengalami nasib sama karena keberanian mereka dalam menentang akidah yang batil yang dimasukkan ke dalam madzhab Syi’ah. Maka tidak heran jika mereka menghendaki saya mengalami nasib seperti mereka.

Namun semua itu tidak menggentarkan diri saya. Cukuplah bagi saya untuk mengatakan kebenaran, menasehati saudara-saudara saya, memberikan peringatan kepada mereka dan memalingkan pandangan mereka supaya tertuju kepada kebenaran. Seandainya saya menginginkan kesenangan dunia, maka mut’ah (nikah kontrak) dank humus (seperlima harta yang diinfakkan para penganut Syi’ah) telah cukup untuk mewujudkan semua itu, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang selain saya sehingga mereka menjadi orang-orang kaya di daerahnya masing-masing. Sebagaimana mereka menaiki mobil yang paling mewah dengan model yang paling mutakhir. Tetapi saya – Alhamdulillah – berpaling dari semua itu semenjak saya mengenal kebenaran, dan sekarang saya mendapatkan rizki untuk menutupi kebutuhan saya dan kebutuhan keluarga dari hasil usaha dagang yang mulia.

Di dalam buku ini saya membahas beberapa tema tertentu agar semua saudara saya berdiri di atas kebenaran sehingga tidak ada lagi tabir yang menghalangi pandangan seorang pun dari mereka.

Saya pun berniat untuk menulis buku lagi yang berkaitan dengan tema lain agar seluruh kaum muslimin berada di atas kejelasan dan tidak ada lagi alasan bagi orang yang lalai dan hujah bagi orang yng bodoh.

Saya yakin bahwa buku ini akan diterima oleh para pencari kebenaran, dan jumlah mereka cukup banyak – Alhamdulillah –. Adapun orang yang lebih senang berada dalam kesesatan karena takut kehilangan posisinya, atau takut tidak bisa melakukan mut’ah lagi dan mendapatkan khumus, dari orang-orang yang memakai sorban, menunggangi roda-roda Mercedes Benz dan Subaru, maka perkataan ini tidak saya tujukan kepada mereka. Allah-lah yang akan menghisab mereka atas apa yang mereka ada-adakan pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan keturunan kecuali yang datang dengan membawa hati yang selamat.

Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada kita. Dan tidak akan berada dalam petunjuk kalau Allah tidak menunjuki kita.

Penulis kitab Lillahi Tsumma Lit Tariikh
Sayyid Husain Al-Musawi

[Referensi: Mengapa Saya Keluar Dari Syi’ah, Kesaksian Penulis Sebelum Dibunuh, Sayyid Husain Al-Musawi, Pustaka Al-Kautsar]

Sumber : www.syiahindonesia.com
-------------
Artikel : My Diary

Baca juga :
- Sepenggal cerita antara muslimah perancis bercadar dengan muslimah imigran arab tak berjilbab.
- Jika hatimu tidak ada ditiga tempat ini, engkau manusia tanpa hati...!
- Mandul.
- Pembuat film 'FITNA' itu akhirnya masuk Islam.
- Tawa dan senyum Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
- Misteri bom Boston dan jejak Interlijen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar