Senin, 27 Januari 2014

Umar bin Khattab Masuk Islam


My Diary. Di tengah udara yang pengap karena dipenuhi awan kesewenang-wenangan dan kezhaliman, muncul berkas cahaya lain yang lebih terang dari cahaya yang pertama, yaitu keislaman Umar bin Khattab. Dia masuk Islam pada bulan Dzulhijjah pada tahun keenam dari nubuwah, tepatnya tiga hari setelah keislaman Hamzah bin Abdul Muthalib.

Sebelum itu, Nabi shallallahu'alaihi wasallam telah berdo'a kepada Allah untuk keislamannya. At-Tirmidzi mentakhrij dari Ibnu umar, dan dia menshahihkannya, Ath-Thabarani dari Ibnu Mas'ud dan Anas, bahwa Nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda dalam do'anya, "Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan salah satu dari dua orang yang paling Engkau cintai, dengan Umar bin Khattab atau dengan Abu Jahal bin Hisyam." Ternyata orang yang paling dicintai Allah adalah Umar bin Khattab radhiallahu'anhu.

Dengan mengamati semua riwayat tentang keislamannya, maka dapat disimpulkan bahwa menyusupnya Islam ke dalam sanubari terjadi secara bertahap. Namun, sebelum kita mengupas kesimpulan tentang riwayat-riwayat ini, ada baiknya jika kami isyaratkan terlebih dahulu tentang watak dan perasaannya.

Umar dikenal sebagai orang yang menjaga kehormatan dirinya dan memiliki watak yang temperamental. Setiap kali dia berpapasan dengan orang-orang muslim, pasti dia menimpakan berbagai macam siksaan. Yang pasti, di dalam hatinya bergolak berbagai perasaan yang sebenarnya saling bertentangan. Penghormatannya terhadap tradisi-tradisi leluhur, kebebasan menenggak minuman keras hingga mabuk dan bercanda ria, bercampur baur dengan ketaajubannya terhadap ketabahan dan kesabaran orang-orang Muslim dalam menghadapi cobaan dalam rangka mempertahankan akidahnya.

Keadaan ini masih ditambah lagi dengan keragu-raguan yang menari-nari di dalam benaknya dan benak siapa pun yang berakal, bahwa apa yang diserukan Islam jauh lebih bagus dan agung daripada yang lain. Umar benar-benar bingung hingg dia menjadi lemas sendiri. Begitulah yang dikatakan Muhammad Al-Ghazali.

Inilah kesimpulan dari beberapa riwayat tentang keislamannya dan setelah mengkompromikan riwayat-riwayat tersebut, bahwa suatu malam dia keluar rumah hingga dia tiba di Baitul-Haram. Dia menyibak kain penutup Ka'bah dan dilihatnya Nabi shallallalhu'alaihi wasallam sedang berdiri melaksanakan sholat. Saat itu beliau membaca surah Al-Haqqah. Umar menyimak bacaan Al-Qur'an itu dan dia merasa ta'jub terhadap bahasanya. Dia berkata di dalam hati, "Demi Allah, tentunya ini adalah  ucapan seorang penyair seperti yang biasa diucapkan orang-orang Quraisy."

Lalu Nabi shallallahu'alaihi wasallam membaca ayat,
إتة لقول رسول كريم. وماهوبقول شاعرقليلا ماتؤمنون.

"Sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia, dan Al-Qur'an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kalian beriman kepadanya."
(Al-Haqqah: 40-41)

Umar berkata di dalam hati, "Kalau begitu ucapan tukan tenung."
Beliau membaca,
"Dan, bukan pula perkataan tukan tenung. Sedikit sekali kalian mengambil pelajaran darinya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Rabb semesta alam."
Nabi shallallahu'alaihi wasallam meneruskan bacaannya hingga akhir ayat. Seperti yang diceritakan Umar sendiri, mulai saat itulah Islam mulai menyusup ke dalam hatinya.

Inilah awal mula benih-benih Islam merasuk ke dalam hati Umar bin Al-Khattab. Tetapi, selubung jahiliyah dan fanatisme terhadap tradisi yang sudah mendarah daging serta pengagungan terhadap agama leluhur tetap tampil sebagai pemenang dari inti hakikat yang merasuk ke dalam hatinya. Sehingga dia tetap berkeras memusuhi Islam, tidak perduli terhadap perasaan yang bersembunyi di balik selubung itu.

Diantara gambaran wataknya yang temperamental dan permusuhannya yang sengit terhadap Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, suatu hari dia keluar rumah sambil menghusu pedangnya, dengan maksud ingin menghabisi beliau. Di tengah jalan dia berpapasan dengan Nu'aim bin Abdullah An-Nahham Al-Adwi, atau seorang laki-laki dari Bani Zuhrah, atau seorang laki-laki dari Bani Makhzum.

"Hendak kemana engkau wahai Umar?"
"Aku akan menghabisi Muhammad," Jawabnya.
"Apa yang bisa menjamin keamanan dirimu dari pembalasan Bani Hasyim dan Bani Zuhrah jika engkau membunuh Muhammad?"
"Menurut pengalamanku, rupanya engkau telah keluar dan meninggalkan agama yang telah engkau peluk selama ini," kata Umar.
"Bagaimana jika kutunjukkan sesuatu yang membuatmu lebih tercengang wahai Umar? Sesungguhnya saudarimu dan iparmu telah keluar dari agama serta meninggalkan agam yang selama ini engkau peluk."

Dengan terburu-buru Umar berlalu hingg tiba di rumah adik perempuannya dan iparnya, yang saat itu ada pula Khabbab bin Al-Art, sedang menghadapi Shahifah berisi surat Thaha. Dia membacakan surat itu di hadapan mereka berdua. Tatkala Khabbab mendengar suara kedatangan Umar, dia menyingkir ke bagian belakang ruangan, sedangkan Fathimah menyembunyikan Shahifah Al-Qur'an. Namun, tatkala mendekati rumah adiknya tadi, Umar sempat mendengar bacaan Khabbab di hadapan adik dan iparnya.

"Apa suara bisik-bisik yang sempat kudengar dari kalian tadi?" tanya Umar tatkala sudah masuk rumah.
"Hanya sededar obrolan diantar kami," jawab Fathimah.
"Ku pikir kalian berdua sudah keluar dari agama," kata Umar.
"Wahai Umar, apa pendapatmu jika kebenaran ada dalam agama selain agamamu?" kata adik iparnya.

Seketika Umar meloncat ke arah adik iparnya dan menginjaknya keras-keras. Adiknya mendekat untuk menolong suaminya dan mengangkat badannya. Namun, Umar menonjok Fathimah hingga wajahnya berdarah. Menurut riwayat Ibnu Ishaq, Umar memukul Fathimah hingga terluka.

"Wahai Umar, jika memang kebenaran itu ada dalam selain agamamu, maka bersaksilah bahwa tiada Ilah selain Allah dan bersaksilah bahwa Muhammad adalah Rasul Allah," kata Fathimah dengan berang.
Umar mulai merasa putus ada. Dia lihat darah yang meleleh dari wajah adiknya. Maka dia merasa menyesal dan malu atas perbuatannya.
"Berikan Al-Kitab yang tadi kalian baca!" kata Umar.
Adiknya menjawab, "Engkau adalah orang yang najis. Al-Kitab ini tidak boleh disentuh kecuali orang-orang yang suci. Bangunlah dan mandilah jika mau!"

Maka Umar segera mandi, setelah itu memegangi Al-Kitab. Dia mulai membaca isinya, "Bismillahir-rahmanir-rahim." Lalu dia berkata, "Nama-nama bagus dan suci." Kemudian dia membaca, "Thaha," hingga berhenti pada firman Allah,
إتتى أتااللة لاإلةإلا أتافاعبدتى وأقم الصلوة لذكرى

"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Ilah selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku."
(Thaha:14)

"Alangkah indah dan mulianya kalam ini! Tunjukkan padaku di mana Muhammad berada saat ini!" kata Umar.
Tatkala Khabbab mendengar perkaat Umar seperti itu, dia segera muncul dari belakang, lalu berkata, "Terimalah kabar gembira wahai Umar. Karena aku benar-benar berharap agar do'a Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam pada malam kamis itu jatuh pada dirimu. Rasulullah saat ini berada di rumah di kaki bukit Shafa."

Umar memungut pedangnya dan menghunusnya. Kemudian dia pergi hingga tiba ditempat yang dimaksud. Dia menggedor pintu. Seseorang mengintip dari celah-celah pintu dan bisa melihat sosok Umar yang berdiri sambil menghunus pedang. Orang itu memberitahukan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, lalu mengumpulkan orang-orang di satu tempat.
"Ada apa kalian ini?" tanya Hamzah.
"Ada Umar," mereka menjawab.
"Umar? Bukakan pintu. Jika kedatangannya untuk maksud yang baik, maka kami akan memberinya. Namun jika dia datang dengan masud yang buruk, kami akan membunuhnya dengan pedangnya sendiri."

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam turut turun tangan dengan memberi isyarat agar Hamzah menghampiri Umar. Maka dia menemui Umar di luar lalu membawanya bertemu Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam didalam salah satu ruangan. Rasulullah memegang baju dan pegangan pedangnya, lalu menariknya dengan tarikan yang keras, seraya bersabda, "Apakah engkau tidak mau menghentikan tindakanmu wahai Umar, hingga Allah menurunkan kehinaan dan bencana seperti yang menimpa Al-Walid bin Al-Mughirah? Ya Allah. Inilah Umar bin Al-Khattab. Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan Umar bin Al-Khattab."
Umar berkata, "Aku bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah dan sesungguhnya engkau adalah Rasul Allah."

Jadilah Umar masuk Islam. Semua yang ada di dalam rumah itu bertakbir secara serempak, sehingga takbir mereka bisa didengar orang-orang yang ada di Masjidil Haram.

Sumber: Buku Sirah Nabawiyah, edisi Bahasa Indonesia, karangan: Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfuri, penterjemah: Kathur Suhardi, penerbit: Pustaka Al-Kautsar Jakarta.

Artikel: My Diary

Baca Juga:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar